prolog Sin β

4.8K 314 13
                                        

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Haii! Bertemu lagi dengan aku di cerita baru.

Yang baru mampir, kenalin nama aku Adin. Kalian bisa panggil aku Adin, Kaadin atau apalah terserah.

Kalian tau cerita ini dari mana?

Semoga betah yaa^^

Semoga betah yaa^^

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

🐝🐝

Beta Minerva Alkhaleena. Gadis cantik itu sampai tak berkedip melihat sosok hebat yang menjadi pembicara seminar. Matanya berkaca-kaca seolah menemukan oase yang selama ini ia cari.

Ia menunduk, pandangannya langsung teralih pada tangan kirinya yang memegang tablet yang berisi susunan acara. Bukan, bukan tablet itu yang ia lihat, tapi cincin apik yang melingkar di jari manis tangan kirinya.

"Kamu telat, Kak," gumam Beta.

"Beta!"

Gadis itu langsung menoleh. "Iya?"

"Tolong bantu sini!"

"Iya!"

Gadis itu berjalan cepat. Baju panjangnya tak menghambat pergerakannya menjadi panitia seminar.

Dua jam berlalu. Seminar selesai dengan lancar, para tamu sudah meninggalkan ballroom. Dan sosok pembicara yang Beta lihat sedari tadi juga sudah turun dari panggung.

Beberapa panitia ikut bersalaman dengan sosok tersebut. Lelaki sukses dua puluh empat tahun lulusan S2 di salah satu universitas ternama Amerika. Sin Zayndra Athfariq.

"Terima kasih sudah mau menjadi pembicara seminar kampus kita Pak, ilmu dan petuah yang anda berikan sangat bermanfaat untuk mahasiswa kampus kami," ucap sang ketua panitia bernama Alfian.

"Sama-sama, saya juga senang bisa menghadiri seminar hari ini," balas Sin terlihat sangat berwibawa.

Beta menjadi yang terakhir menjabat tangan sosok hebat tersebut. Tak benar-benar menjabatnya, ia hanya menangkup tangan sambil berkata, "bukan mahram," sangat pelan.

Sin mendengarnya, lelaki itu tertawa kecil lalu segera membalas menangkup tangannya.

"Lama tak berjumpa," ucap Sin. "Bisa bicara sebentar? Empat mata?" lanjutnya.

"Boleh Kak, eh maksud saya baik Pak," jawab Beta.

🐝🐝

Beta duduk di bangku taman kampusnya dengan tidak nyaman. Duduk di samping lelaki ini membuatnya panas dingin. Satu hal yang Beta sadari, harum sosok ini tak berubah sejak terakhir mereka bertemu.

"Lama tak berjumpa Ta, apa kabar?" tanya Sin basa-basi.

"Baik Pak."

"Apa gue setua itu sampai harus lo panggil Pak?"

"Maaf," cicit Beta.

"Lo kuliah di sini?" tanya Sin.

Beta mengangguk kecil.

"Lo beda banget Ta, gue seneng lihatnya."

Beta tersenyum kecil. "Kak Sin juga, sekarang tambah keren. Tapi parfumnya gak beda, selalu sama."

Sin tertawa. "Lo notis hal kecil itu?"

"He'em, aku masih hafal harumnya."

"Gimana? Masih suka bee?"

"Kak Sin yang suka kan? Masih suka bee?" Beta malah balik tanya.

"Masih," jawab Sin sambil mengangguk kecil.

Sin menarik lengan kemejanya hingga setengah lengan. Membuat lengan kekar yang berhias gelang hitam terlihat. Beta yang melihatnya tak bisa bernafas, hatinya mencelus begitu saja.

"Gelangnya masih Kak Sin pakai?" tanya Beta, suaranya sudah bergetar sekarang.

"Hm, gelang spesial dari orang spesial," ucap Sin dengan nada yang sama dengan seseorang di tujuh tahun yang lalu.

Air mata Beta sudah turun tanpa membasahi pipi. Sebisa mungkin ia menahan isakannya walau tetap terdengar.

Sin yang menyadari itu langsung kebingungan. "Ta, why?"

Beta menghapus air matanya kasar.

"Kak Sin bilang cuma empat tahun! Bilangnya cuma sampai lulus S1! Kak Sin terlambat."

Alis Sin menyatu. "Maksudnya?"

"Satu bulan lagi aku akan menikah," ucap Beta lirih.

Beta melihat raut wajah Sin yang berubah drastis. Tak lama setelahnya lelaki itu tersenyum.

"Selamat buat lo," ucap Sin.

Sin lalu melihat ke depan, kepalanya mengadah, matanya memerah menahan air mata.

"Ternyata lo bakal milih beli jepit rambut baru saat yang lama hilang."

Satu kalimat dari Sin mampu membuat hati Beta semakin sakit.

"Maaf."

Sin berdiri. "Gue duluan, thaks atas semuanya. Maaf gue terlambat."

Beta yang masih terisak ikut berdiri, ia memegangi lengan Sin sebelum benar-benar pergi. Gadis dua puluh tiga tahun itu lantas menyerahkan secarik kertas undangan.

"Dateng ya Kak."

Sin menerimanya lalu mengangguk kecil. "Gue pasti dateng."

Lalu kaki berbalut sepatu pantofel itu benar-benar melangkah pergi. Meninggalkan Beta untuk kedua kalinya. Dan mungkin yang kali ini tak akan kembali lagi.

Beta kembali duduk dengan isak yang semakin riuh. Ia tak jarang tersenyum saat ingatan indah masuk ke dalam kepalanya bak film dokumenter.

 Ia tak jarang tersenyum saat ingatan indah masuk ke dalam kepalanya bak film dokumenter

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Jangan berhenti di prolog woii!
Ini belum apa-apa.

Kita ikuti dulu kisah anaknya Baba Haidar sama Mama Zahira.

Cerita ini lebih ke Sin ya. Buat Cos sama Tan di cerita yang berbeda.

Mau bilang apa sama Sin?

Mau bilang apa sama Beta?

Or sama Pak Haidar dan Zahira?

Sama twins Cos, Tan?

Oh ya aku juga mau buat alternatif universe cerita ini di ig, kalian mau baca?

Dah see you 👋

Sin βDove le storie prendono vita. Scoprilo ora