Gellan menolah secepat mungkin. "Kakak! Kenapa wajah kakak pucat?" Gadis itu tidak boleh kenapa-napa dialah yang akan membawanya ke rumah sakit untuk bertemu dengan tubuh aslinya.

Elona menggaruk tengkuknya. "Gak apa-apa, kakak gak-eh?" Elona kehilangan keseimbangannya.

Gellan maju dan secepat mungkin ingin menangkap tubuh gadis itu, namun sepertinya Gellan amnesia.

Apa dia lupa di tubuh siapa ia berada saat ini, yang ada di hanya membebani Elona dan jatuh di pelukan gadis itu.

Punggung Elona membentur gas.

"Kakak!" Gellan panik, ia segera melepaskan diri dari pelukan Elona.

Wajah gadis itu pucat, nafasnya tidak stabil, dan matanya terlihat kosong.

"Ares, kamu baik-baik saja?" Elona bertanya lemah.

Ini sangat menyakitkan.

Sangat sakit, Elona tidak bisa menahannya lagi.

"Kakak! Kakak!" Gellan menepuk-nepuk pipi gadis itu.

Gawat, situasinya gawat.

Dia tidak bisa menggendong gadis itu.

Ia tidak memiliki kekuatan apapun!

"Kakak baik-baik saja, tunggu sebentar uhuk-" dia kembali batuk darah.

"Berhenti bilang baik-baik saja! Semua orang juga tahu semuanya jauh dari kata baik-baik saja!" Gellan kesal, sangat kesal.

Kenapa gadis ini sangat keras kepala!

Lalu kenapa dia sangat lemah?

Ia tidak bisa melindungi gadis mungil ini?

Dia bahkan lebih kecil dari Bianva dan tingginya hanya sampai dadanya jika ia berada di tubuh aslinya.

Kenapa ia tidak bisa melakukan apapun!

"Ares kamu makan, kakak tidur bentar yah..."

Elona pingsan.

Ketakutan langsung memenuhi dadanya.

"Elona! Sialan! bangsat!" Gellan bangkit dan secepat mungkin mencari bantuan dari luar.

Kebetulan ada seorang tukang ojek yang lewat dan Gellan langsung menghentikannya dengan tubuhnya.

"Aduh, dek jangan main di jalan, susah orang lewat." Tukang ojek berdecak kesal.

"Tolong!" Mata Gellan mengabur, sepertinya ia menangis. "Tolongin kakak saya!"

***

Dokter Eben memeluk Ares yang terus-menerus menangis di pelukannya.

Dokter muda itu sedang menjaga Ares setelah kedatangannya ke rumah sakit bersama seorang tukang ojek tidak dikenal yang membawa mereka berdua dengan sorot mata panik. Ares sempat demam sebentar untungnya demam itu turun dengan cepat, mungkin tubuhnya terlalu syok menghadapi kondisi yang tiba-tiba ini.

Ares sejak tadi duduk di pangkuannya dan memeluk leher Dokter Eben dengan erat.

Sepertinya Gellan kehilangan pengendalian diri.

"Sudah bangun?" Dokter Eben bertanya ramah setelah Ares membuka kedua matanya.

Gellan mengucek-ngucek kedua matanya, ia menguap lebar, pipinya yang tembem dan merah terlihat seperti buah persik.

Awalnya wajah bocah laki-laki itu terlihat santai, namun setelah beberapa saat langsung berubah brutal.

"Dia! Dia gimana!" Gellan menarik kerah kemeja Dokter Eben.

Eh?

"Oh kalau yang kamu maksud Elona dia sedang menjalani operasi kecil."

"Operasi?" Apa separah itu?

Dokter Eben mengangguk. "Sesuatu terjadi pada Lambung nya." Dia tidak mungkin menjelaskan secara detail pada anak kecil.

"Oh," Gellan menghela nafas lega, setidaknya gadis itu sudah diobati.

"Eben."

Gellan menoleh, seseorang keluar dari ruangan operasi.

"Kita bicara sebentar."

Dokter Eben mendudukkan Gellan, ia tersenyum kecil sebelum pergi. "Tunggu disini."

Gellan hanya diam.

Kemudian setelah cukup lama.

Ia melompat turun dan mengejar kedua orang dewasa itu dengan kaki kecilnya.

"Sialan, ngejar orang engga pernah sesulit ini!" Padahal tidak sampai bermeter-meter kenapa melelahkan sekali?

Dia bersembunyi di balik dinding, mendengarkan pembicaraan kedua Dokter itu.

"Jangan lakukan hal yang tidak penting Eben, ini bukan tanggung jawab mu."

Alis Gellan terangkat sebelah, hah?

"Aku tahu tapi..."

"Apa kau menyukai gadis SMA itu?"

"Tidak! Tidak!"

"Terus untuk apa membantunya? Kau bahkan mendaftarkan adiknya secara khusus dan menggunakan jaminan atas namamu untuk mendapatkan biaya dari Perusahaan itu. Kau juga membiayai operasi nya kali ini, lalu kau ingin membantu masalah bullying yang dia alami?"

"Kau gila yah? Kita ini Dokter! Apa kau lupa pembelajaran mu! Batasan antara perasaan pribadi dan pekerjaan?"

Oh, dia Dokter yang baik.

Dia adalah orang langka di Dunia.

Mungkin sekitar 1% penduduk Bumi yang seperti dia.

"Maaf, aku cuma..."

"Jangan ikut campur masalah bullying, aku memberimu peringatan. Kau bilang ini tahun keduanya di SMA bergengsi itu kan? Tidak mungkin selama ini dia diam saja, pasti dia sudah mencoba memberi tahu pihak sekolah."

"Tapi kau tahu seperti kebanyakan Drakor, kenyataan tidak ada bedanya."

"Uang selalu menutup keadilan."

Dokter Eben menatap temannya itu. "Kau nonton Drakor?"

Gellan menahan tawanya setelah Dokter Eben mendapatkan pukulan di kepala.

Dokter baik yang terlalu kaku.

***

Terima kasih sudah membaca hehehe 🤭

Mungkin aku engga akan up seminggu sekali.

Aku usahain cepat.

Sorry for typo 😘

Your Guardian Angel (The End)Where stories live. Discover now