🌟11🌟

111 17 0
                                    

"Iya, salahin aja terus aku, dia emang gak pernah salah, dia kan anak kesayangan papa," celetuk Scarlet tertawa hambar.

"Kalian sama-sama anak kesayangan papa, gak ada yg papa beda-bedain," sargah Lingga.

"Yakin?" balas Scarlet tersenyum miring.

"Dulu saat aku butuh papa, papa gak ada buat aku. Tapi saat Elin butuh papa, papa selalu ada buat dia. Saat aku minta beliin HP, papa beliin HP yang lebih murah dari HP Elin. Terdengar sepele, tapi dari hal kecil kaya gitu juga udah keliatan, papa lebih berpihak ke siapa, bahkan papa ninggalin aku demi tinggal sama Elin. Setelah hari itu, papa ngerusak kepercayaan aku tentang cinta pertama anak perempuan itu adalah ayahnya. Aku gak benci papa, aku cuma kecewa aja, ini pertama kalinya aku liat papa lagi setelah tujuh tahun papa ninggalin aku. Ternyata gak ada yang berubah, papa tetep sama. Papa tetep seorang ayah yang baik, tapi bukan buat aku, melainkan Elin. Aku pikir papa udah lupa kalo masih punya anak selain Elin, aku pikir papa juga lupa kalo masih punya rumah di sini. Setelah penantian tujuh tahun, akhirnya aku bisa liat papa lagi. Aku bahagia, tapi aku juga benci kerena papa datang bareng keluarga baru papa. Aku egois? Iya, memang, aku gak suka seseorang ngerebut kebahagiaan aku," lirih Scarlet, semua hal yang ia pendam selama ini akhirnya terkeluarkan. Ia bukan ingin dikasihani, ia cuma ingin mengeluarkan semua keluh kesahnya agar ia bisa bernapas lega. Dan setelah mengumpulkan semua keberanian, sekarang ia berhasil.

"Lora---"

"Nada suara papa gak usah gitu, aku cuma pengen ngeluarin semua hal yang aku pendam selama ini. Gak usah terlalu dipikirin, aku ke kamar, aku udah kenyang," potongnya lalu bangkit dari tempat duduk, kakinya berjalan selangkah, kemudian terhenti.

"Maaf kalo mama sama Elin ngerebut kebahagiaan kamu, Lora. Tapi mama sama sekali gak bermaksud, mama udah ngajak kamu tinggal bareng, tapi---"

"Tapi aku gak mau," sosor Scarlet segera pergi dari sana, ia berjalan cepat menuju kamarnya, ia pikir ia butuh udara segar sekarang. Namun, hal yang tak terduga, saat pintu kamar itu terbuka ia melihat barang-barang Elina ada di sana. Hal yang membuat ia naik pitam, padahal setelah mengungkapkan segala keluh kesah tadi ia ingin berbaikan dengan dirinya sendiri, ia ingin melupakan sedikit tentang masalalunya, tapi setelah melihat ini, dadanya bergemuruh naik turun. Ini adalah kamarnya, kamar peninggalan mendiang ibunya, ia sangat tak suka jika seseorang memasuki kamar ini, apalagi menempatinya. Tangannya mengepal kuat, berbalik, ia kembali berjalan dengan cepat.

Brak....

Digebraknya meja makan dengan kuat, semua atensi fokus pada dirinya sekarang. Tanpa basa-basi, ia langsung menarik tangan Elina menuju kamar, hal yang membuat Lingga dan Tari tertegun, tetapi dengan cepat mereka langsung menyusul ke mana Scarlet akan membawa Elina.

"Kak Lora kenapa? Kak Lora mau bawa gue ke mana?" erang Elina berusaha melepas cengkraman kuat dari Scarlet.

Scarlet menghempaskan tangan Elina kasar, ia masuk ke kamar itu dan melempar barang Elina keluar.

"Maksud lo apa hah? Lo pikir lo bebas masuk ke kamar gue? Lo pikir lo bebas ngelakuin semua hal yang lo mau di sini? Lo pikir lo berhak? Nggak! Emang lo siapa? Lo cuma orang asing yang gak tahu sopan santun asal masuk kamar orang!" hardik Scarlet yang langsung mendapat tamparan keras dari Lingga.

"Ini keterlaluan, Lora!" bentaknya.

"Apanya yang keterlaluan? Papa tahu sendiri aku benci kalo ada orang yang masuk kamar aku, kenapa papa biarin dia tidur di kamar aku? Apa aku udah gak ada artinya lagi di mata papa? Kenapa papa diem? Jawab aku!" pekik Scarlet dengan mata yang berkaca-kaca.

"Sakit, pa," cicitnya sembari memegang pipi yang memanas.

"Sakit? Maaf papa gak sengaja, maafin papa, papa gak bermaksud buat nampar kamu," lirih Lingga mencoba menangkup wajah putrinya, tapi langsung ditepis oleh Scarlet.

"Elin, bawa barang-barang kamu, kamu tidur di kamar tamu aja, gak papa ya?" ujar Tari memungut barang-barang Elina yang berserakan kerena dilempar oleh Scarlet ke sembarang arah.

"Cuma perkara kamar aja, Kak Lora lebay. Padahal gue pikir kita bisa jadi teman sekamar yang akur," tutur Elina kemudian mengikuti Tari yang menuntunnya ke kamar tamu.

Sepergian mereka, Scarlet menutup pintu dengan keras, tak peduli jika pintu itu akan rusak. Ia menangis tanpa suara di dalam, bersama foto ibunya yang ia dekap dengan erat.














Dering alarm yang sangat keras berhasil membangunkan Scarlet yang terlelap tidur, ia merasa sangat terganggu hingga terpaksa membuka matanya. Jam menunjukkan pukul 06.20 wib, Scarlet dengan cepat berlari ke kamar mandi, ia pikir ia akan telat sekarang.

Wajahnya terlihat sangat sembab, dan matanya bengkak. Tak peduli dengan itu, ia langsung mandi dengan tergesa-gesa.

Drttt... Drtt... Ponselnya berdering, terpampang nama Alvaro di sana.

Scarlet
"Halo, kenapa?"

Alvaro
"Gue otw rumah lo, lo udah siap?"

Scarlet
"Gue nginep di rumah lama gue, jadi gak usah jemput, gue bisa pergi sendiri."

Alvaro
"Share lock,"

Scarlet
"Udah gue bilang gak usah jemput, rumahnya lumayan jauh."

Alvaro
"Gak ada penolakan, tinggal lo kasih lokasi lo, apa susahnya."

Dengan malas, Scarlet terpaksa membagikan lokasinya, 10 menit, Alvaro tiba di depan rumahnya.

"Aku pergi," pamit Scarlet.

"Nggak sarapan dulu? Mama udah masakin makanan kesukaan kamu," teriak Tari dari arah dapur.

"Gak usah," balas teriak Scarlet.

"Gue mau pergi bareng kakak," sela Elina berlari dari dapur dengan satu kotak bekal di tangan kanannya.

"Bareng papa juga, ayo," ujarnya seolah sudah melupakan kejadian tadi malam.

"Kalian aja, gue berangkat bareng temen gue," tolak Scarlet segera membuka pintu, mendengar kata temen gue, Elina teringat pria tampan bersama Scarlet kemarin, jadi dengan cepat ia menahan Scarlet, dan berlari duluan ke luar pintu gerbang. Ternyata dugaannya benar, Alvaro duduk dengan santai di atas motor ninja merahnya, Elina sangat gembira melihat itu.

"Hi, kak," sapanya tersenyum senang, tapi tak sekalipun Alvaro melirik ke arahnya.

"Ayo naik," titah Alvaro setelah melihat Scarlet, ia juga menyodorkan helm pada gadis itu, tentu hal itu membuat Elina menggerutu kesal.

"Sialan, padahal gue lebih cantik dari Kak Lora. Liat aja lo bakal nyesel karena menyia-nyiakan orang kaya gue," gerutunya berjalan menghentakkan kaki menuju mobil yang sudah terdapat Lingga di dalamnya.

Tbc

Jangan lupa votmen ya see you in the next chapter❤

ALSCAR [OnGoing]Where stories live. Discover now