🌟04🌟

152 23 1
                                    

"Ok, sekarang gue terima lo." Alvaro menyeringai mendengar kalimat itu akhirnya keluar dari bibir merah Scarlet, ia menepuk-nepuk kepala gadis itu pelan.

"Bagus," bisiknya lalu pergi dari sana, orang-orang yang berkerumun pun mulai membubarkan diri. Dengan cepat Scarlet berlari menuju Bima yang sudah terkapar tak berdaya, ia menangis keras memeluk pemuda itu yang memejamkan matanya.

"Kak Bima bangun, Kak, Kakak gak papa kan? Please, bangun," tangis Scarlet menggoyang-goyangkan tubuhnya yang tak kunjung membuka mata. Setelah semuanya pergi, barulah guru-guru menghampiri mereka dan membantu membawa Bima ke rumah sakit. Dan Scarlet paling benci itu, di mana guru-guru bersikap seolah sangat peduli, padahal tadi hanya diam tak berkutik.

Scarlet mondar mandir sedari tadi di depan pintu ruang rawat Bima, sementara itu di kursi samping terdapat kepsek dan beberapa guru lainnya yang sedang berbincang dengan orang tua pemuda itu. Tak selang beberapa lama, seorang Dokter keluar dari ruangan itu.

"Lukanya cukup parah, tulang rusuk bagian kirinya mengalami kepatahan hingga membuat pasien saat ini dalam masa kritis, dan mengharuskan untuk melakukan oprasi secepatnya agar bisa menyelamatkan nyawa pasien," jelas Dokter itu panjang lebar.

"Kalau begitu lakukan oprasi secepatnya, tolong selamatkan nyawa anak saya, Dok," pinta ibu Bima sembari menangis memohon pada Dokter itu, Scarlet yang melihatnya tak bisa untuk tak tersentuh, ia menangis memeluk Tara yang baru datang membawa dua botol air minum di tangannya.

"Udah, gak papa. Berdo'a aja semoga yang terbaik buat Kak Bima," ujar Tara balas memeluk Scarlet.

"Nih." Ia menyodorkan satu botol air mineral pada Scarlet.

"Thanks."














Menjadi pacar dari seorang Alvaro Adibrata tak pernah terbayangkan dan tak pernah diinginkan oleh seorang Scarlet Kanaya Alora, hal itu membuatnya merasa benar-benar menjadi seorang gadis yang dirugikan, ia benar-benar membenci pria bermata elang itu.

"Buket?" Scarlet mengernyitkan dahinya bingung, kala melihat terdapat satu buket bunga besar di atas mejanya. Di atas buket itu terdapat sebuah surat yang bertuliskan maaf di dalamnya.

"Maaf? What? Tapi gak papa lah, buketnya juga cantik," ucap Scarlet menghirup aroma buket itu lalu menyimpannya di kolong meja tanpa memikirkan lagi tentang siapa yang memberikan buket itu.

Pelajaran dimulai begitu cepat, hingga saat ini tibalah waktu istirahat. Scarlet bersama Tara yang hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba diurungkan karena kedatangan kakak kelas yang tak ingin ia lihat, siapa lagi kalau bukan Alvaro dan antek-anteknya.

"Hi, pacar," sapa Alvaro sumringah, Scarlet ingin muntah mendengarnya. Namun, ia tetap menampilkan senyumnya walau sangat tipis. Dengan cepat Alvaro merangkulnya membawanya ke kantin, ia hanya mengumpat dalam hati. Sesekali ia menyingkirkan tangan Alvaro yang berada di pundaknya, pandangannya gelisah menatap orang-orang yang berbisik mengenai dirinya.

"Udah, gak usah dengerin mereka," bisik Alvaro yang seakan mengerti dengan tatapan Scarlet. Ia mendudukkan gadis itu pada kursi yang memang sudah ia pesan sebelumnya, mereka duduk berdua di tengah kerumunan orang, dengan meja yang sudah dihiasi makanan enak dan juga aneka minuman jus.

"Sukses bro." Dua orang temannya mengacungi jempol, memberi semangat pada si ketua mereka. Setelah itu mereka berdua pergi ke meja paling pojok, tak lupa menarik Tara yang ling lung untuk bergabung bersama mereka saja.

"Ini apa-apaan sih, kalian rencanain apa?" gerutu Tara kesal menghempaskan tangan Geral yang menarik pergelangan tangannya.

"Sttt, lo diem aja, biarin Alvaro menikmati kemenangannya, lo lupa kalo mereka sekarang udah pacaran?" jelas Geral, sedangkan Kavin pergi memesan makanan. Tara mengkomat-kamitkan bibirnya tanpa tahu jelas apa yang ia katakan, melihat itu Kavin menyumpalinya dengan roti yang ia ambil dari kotak sampah.

"Anjir bangke," delik Tara memuntahkan kembali roti itu ke sembarang arah.

"Makanya diem," datar Kavin membuat nyali gadis itu ciut seketika, keadaan menjadi hening, tapi tak lama kemudian Geral menertawainya yang semakin membuatnya mengumpat kesal.

Kembali dengan dua sejoli tadi, Alvaro terus menatap Scarlet tanpa mau mengalihkan pandangannya, Scarlet jadi tidak nyaman untuk melanjutkan makannya.

"Ekhmm," dehem Scarlet pelan, tapi sama sekali tak membuat pria itu mengalihkan pandangannya. Alhasil Scarlet hanya melanjutkan makannya karena tak tahu kenapa saat ini ia benar-benar lapar.

"Scar," panggil Alvaro, gadis itu hanya memutar bola matanya malas lalu lanjut makan, ia tak ingin menatap Alvaro yang terus menatapnya.

"Scar," panggil Alvaro lagi, tapi tetap saja tak ada respon apa pun dari gadis itu.

"Scarlet," panggilnya untuk yang ke tiga kalinya, Scarlet meletakkan sendok juga garfu dan menghentikan makannya.

"Kenapa? Mau apa lo? gak usah manggil nama gue," rutuk Scarlet, tapi Alvaro hanya tersenyum.

"Kalo gak boleh manggil nama lo, gimana kalo gue panggil lo Cherry aja?" Alvaro menaikkan satu alisnya menggoda, Scarlet dengan refleks malah memukulnya dengan ujung sendok yang sedikit runcing, hingga membuat sang empunya meringis.

"Cherry? Lo pikir gue buah apa?" sungut Scarlet tak terima.

"Nggak kok, gue panggil lo Cherry karena lo manis, kaya buah Cherry. Anggap aja ini panggilan sayang gue," goda Alvaro mengedipkan satu matanya.

"Terserah," dingin Scarlet.

"Terserah berarti iya." Scarlet mendelik, ia hanya menghembuskan napasnya kasar, jujur ia sangat pusing menghadapi pria seperti Alvaro ini.

"Gue udah selesai makan, btw makasih," ketus Scarlet berniat beranjak dari sana. Alvaro dengan cepat mencekal pergelangan tangannya dan ikut berdiri.

"Yaudah ayo biar gue anter ke kelas." Lagi-lagi Alvaro kembali merangkulnya di tengah banyak orang, Scarlet yang tak tahan lagi mendorongnya kuat hingga rangkulan itu terlepas. Alvaro dengan mata elangnya menatap tajam Scarlet yang juga menatapnya, tapi dengan tatapan takut.

"So-Sorry," gagap Scarlet. Alvaro menarik tubuhnya mendekat.

"Asal lo tahu, gue bisa bersikap lembut dan kasar secara bersamaan, dan itu tergantung lo!" bisik Alvaro penuh penekanan. Ia lalu dengan kasar menarik pergelangan gadis itu menjauh.

"Jangan ke mana-mana, pulang nanti sama gue," titah Alvaro setelah tiba di kelas Scarlet.

"Tap--"

"Gue gak suka dibantah, Cherry!" potongnya cepat, mau tak mau gadis itu hanya mengangguk dengan terpaksa.

"Bagus, gue gak akan kasar kalo lo dengerin perkataan gue." Alvaro beralih memeluk tubuhnya erat dan mengelus surai hitam kecoklatan gadis itu, Scarlet terbelalak, tapi ia juga menikmati kehangatan pelukan itu.

"Ekhmm dunia serasa milik berdua," sindir Kavin menyender di depan pintu, dengan cepat Alvaro melepaskan pelukannya.

"Nih temen lo," ujar Geral pada Scarlet, ia mendorong tubuh Tara hingga mereka hampir bertubrukan.

"Santai ets," sungut Tara mendelik.

"Gue ke kelas," pamit Alvaro sebelum pergi, Scarlet menganggukkan kepalanya, dalam hatinya "Kenapa nggak dari tadi?"

"Menyebalkan,"

Tbc ....

Seeyouinthenextchapter❤

Jangan lupa votmen✌



ALSCAR [OnGoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang