Part 7 - He is a Soldier

100 2 0
                                    

"Happy anniversary 2months, Wi,"

Dia mengucapkan tepat didepan wajahku setelah kami sama-sama meniup angka dua dikue yang kami buat, tidak heran kan? Dia itu chef yang handal, bayangkan saja diusianya yang menginjak 27 tahun dia sudah sukses dengan kafe-kafenya, dengan wajah tampan dan tubuh tegap siapa yang tidak akan meliriknya?

Detik selanjutnya dia mengecup kedua pipiku dan berakhir diujung bibirku, aku membalasnya pelan dan entah siapa yang memulai kita menikmati ini. Aku melepaskan pangutannya dan tersenyum, aku mendunduk dan dia mengangkat daguku mencium keningku lama.

"Pulang yuk, udah malem takut dimarahin ayah.." aku mengajaknya pulang, awalnya kita memang sengaja menikmati detik-detik anniversary kita dipenghujung kencan kita.

"Ayo, kue-nya mau dibawa atau tinggal?"

"Kok tinggal sih, bawa dong biar aku abadikan. Hahaha"

"Ada-ada aja kamu, Wi" dia membungkusnya dengan gelengan kepala. Aku mengikutinya menuju mobil sportnya.

"Wi?"

"Ya.." aku menengok, sekarang kita dalam perjalanan pulang ditengah jalan yang sedikit rame

"Aku.. mau ngomong sesuatu"

"Apa, tinggal ngomong kok?"

Dia mencoba menepikan mobilnya dan bernafas berat,

"Aku, akan mengikuti dinas sebagai anggota kemiliteran lagi. Aku rasa setengah tahun cukup untuk aku cuti diakademi itu." katanya mencoba setenang mungkin, aku masih bingung dengan kata-katanya

"Terus?"

"Ya, aku akan mulai bekerja disana lagi karena aku rasa ibu sudah cukup sehat untuk aku tinggal lagi.."

Aku baru menyadari, Kemiliteran? Dinas?

Dia Seorang Tentara.

Setahuku, tentara itu berdinas membutuhkan waktu tidak hanya satu tahun, bukan?

Tanpa disadari air mataku menetes, dia menyadari hal itu. Membawaku kedalam elukannya, aku rasa dia mengerti apa yang aku fikirkan. Aku masih diam, tidak menolak ataupun membalas. Rasanya masih syok, bagaimana aku tidak menyadari dari segi fisiknya? Tubuh tegap, tinggi menjulang dan kekar. Tentara sekali bukan?

"Maaf, tapi aku harus. Demi aku menaikkan jabatan.." dia memotong kalimatnya

"Mungkin butuh setahun untuk kali ini, dan aku janji aku akan kembali untukmu,"

Satu tahun?

Baiklah. Aku akan mendukungya dan hanya setahun kan?

"Aku mendukungmu, asal kau mau menepati janjimu?" aku menatapnya, posisi kami masih sama bedanya aku sekarang membalas pelukannya.

"Ya, tentu saja sayang.." dia mengecup bibirku lembut namun aku tidak membalas. Aku masih syok dengan berita ini.

"Ehm," aku memecahkan keheningan dan melepaskan pelukannya

"Ngomong-ngomong kapan berangkatnya?" kali ini aku mencoba menahan tangis, meski aku tahu aku tidak akan bisa.

"Satu minggu lagi, aku baru dapat surat panggilan kemaren" katanya, menatapku lekat

"Fokus nyetir aja," aku mengalihkan topik.

Satu minggu?

Hell Yeah.

Kali ini kami diam sampai tiba dirumahku, aku hanya mencium pipinya dan tanpa kata aku turun dari mobilnya dan masuk kerumah tidak perduli dengan panggilannya.

GoodnightWhere stories live. Discover now