'Oh Tuhan... siapapun disana bawa Supra menjauh dari ini!'

Halilintar tak ingin putranya melihat adegan dirinya tengah menghajar ... his beloved. Pastinya Solar tak ingin Supra melihat ini.

"GLEDEK BANGUN LU!" Solar susah payah menangkis pedang Halilintar. Dirinya bukan apa - apa dibandingkan serangan jarak dekat Halilintar. Bahkan pedang solar ditangan tak bisa menandingi kecepatan berpedang si kilat merah.

'Jika aku kehilangan konsentrasi pedang itu akan mengakhiriku'

Otak Solar bekerja keras sedari tadi mencari alasan mengapa Halilintar menyerangnya, menghindar, menangkis, melawan balik, menggunakan kuasanya tanpa menyakiti lawannya. Ini jauh melelahkan daripada menggunakan Tembakan Gerhana dan melempar villain ke angkasa!

Tunggu—

Tak mungkin Solar akan melakukan itu pada Halilintar dan Halilintar tak mungkin akan menghunuskan pedangnya padanya kan?

Namun realita sepertinya sedang ingin membuatnya sengsara. Tebasan pertama mengenai lengannya. Tanpa wajah bersalah dan Solar melihat mata ruby itu terbelalak sejenak sebelum memburam.

"Woah~"

'SOLAR!' Seluruh tubuh Halilintar serasa tersetrum dengan kuasanya. Berusaha keluar dari jeratan villain durjana.

'Jangan Solar! JANGAN DIA!'

"AHAHAHHA~ Sangat indah sekali~"

Tetesan zat merah yang keluar dari tubuhnya menghiasi pasir putih sahara. Solar terhuyung sebentar sebelum memperbaiki pegangannya pada pedangnya.

Rasa sakit lengannya tak sebanding dengan rasa sakit di dada. Hatinya.

"Hali...? Hali?"

Halilintar tetap diam. Hanya menatapnya tanpa ekspresi.

Gertakan gigi dan Solar membalas tebasan tadi.

"Libasan Cahaya!"

"Libasan Halilintar!"

Kedua kekuatan saling beradu. Kuasa cahaya menghilang duluan karena Solar tidak sungguh - sungguh ingin melukai orang yang dia cintai. Solar menghindar lagi dengan memegang lengannya berusaha menghentikan rembesan merah keluar darinya. Dia masih ingin melihat putranya. Dia masih ingin memeluk si merah.

Dia benar - benar akan menghajar Halilintar.

"HALI!"

"SOLAR!"

Masing - masing saling meneriaki nama satu sama lain, sayangnya ada penyekat diantara mereka.

"Awww your deathly dance are impecable but I'm getting bored. Shall we finish this?"

"Tidak! JANGAN!"

Kedua insan saling bertatapan dibawah rembulan. Yang satu menatap tak percaya. Satunya lagi meneteskan air mata.

"Ha...li?"

Merah menghiasi baju putih. Kali ini Halilintar tepat sasaran dan Solar tak dapat mengelaknya dengan cepat.

Zat kental merah keluar dari mulutnya. Zat itu juga keluar dari dadanya. Semuanya mengabur.

Tangan Halilintar bergetar hebat. Pedangnya masih menyangkut pada yang dia ingin lindungi.

"K-k..kau...bo...doh"

Tangan dengan noda darah ingin meraup wajah Halilintar. Tangan itu juga yang menembaki sesuatu dibelakang Halilintar. Sesuatu yang berkamuflase yang berteriak kesakitan setelah terkena tembakan mini gerhana.

"Bi...ngo" hahhhhh akhirnya hati Solar bisa lega atau mungkin tidak... tubuhnya terasa sangat berat sekali mungkin dia harus tidur.

Saat Halilintar mendapatkan kembali kontrol atas tubuhnya, Halilintar berharap ini tidak nyata. Halilintar memeluk Solar, menangis sejadi jadinya dengan apa yang dirinya lakukan.

"Sol, jangan tidur"

"Hmmm?"

"Jangan tidur, sayang..." suara Halilintar bergetar takut dengan apa yang terjadi selanjutnya.

Solar tak dapat lagi merasakan rasa sakit ditubuhnya bahkan dia tidak tahu kalau Halilintar menggenggamnya erat.

Dia bahkan tak dapat merasakan pelukan hangat yang kian membuat noda pasir putih dibawah cahaya purnama.

"...aku... lelah... Hali... jangan menangis sayang" itu yang ingin dia lanjutkan tapi semuanya serasa sangat melelahkan. Bahkan untuk menggapai wajah itu saja susah sekali.

"Maaf kan aku.. maafkan aku Sol" Halilintar meremat tangan yang menyeka air matanya. Merasakan kehangatan itu kian pergi darinya.

"Jangan tinggalkan aku, Sol. Kumohon jangan tinggalkan aku" Halilintar memohon pada siapapun diatas sana bahwa ini hanya mimpi buruk, bahwa ini hanya imajinasi liar yang kebetulan lewat dan Solar akan menariknya dari dari imajinasi ini. Namun realitanya, rembesan zat cair merah yang membasahi bajunya serta bau anyir itu nyata. Bahwa dia baru saja membunuh orang yang dia cintai.

Membunuh orang yang dia cintai.

Membunuh.

Pembunuh.

Seumur hidup Halilintar dia tak pernah merasa sesak sedemikian sesak menerima apa yang ia lihat.

"... jaga... Supra?"

Solar akan meninggalkannya dan Halilintar tak mau. Dia tak rela.
Halilintar tak bisa berkata lagi. Dadanya sesak dengan teriakan internal yang tak ingin menerima ini.

"I... love... you, dearest"

"Aku mencintaimu, matahariku... aku sangat sangat mencintaimu my sun... my light"

Sebuah kecupan terakhir ditangan dan Halilintar melihat dengan perlahan sayangnya diam.

Mata silver itu tertutup dengan tenang melepaskan semuanya, tak merasakan tetesan air yang kian deras berjatuhan pada wajah putih berhias sinar purnama.

Sang merah meraung pada sang bulan.

"KUMOHON JANGAN AMBIL DIA DARIKU!!"

"SOLARRRR!!!!"

Teriakan pilunya terngiang di Sahara yang sunyi.

Boboiboy Short-Fanfic AU Season 1 [Complete]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें