"Emang dulu Alexo ngomong apa?" tanya Mora penasaran.

Vero tertawa kecil saat mengingat jika Mora melupakan semuanya. "Dulu Alexo pernah bilang sama gue untuk gak deketin lo, karena lo cuman milik Alexo seorang. Bahkan gue masih ingat saat dia bilang sama gue kalau lo itu calon masa depannya, dan dia bilang yang boleh deket sama lo cuman dia dan keluarga lo. Udah gak aneh sih, sifat Alexo yang posesif emang udah dia tunjukin waktu dari bocah."

"Masa Alexo bilang gitu? Gak mungkin lah, yakali."

"Serius gue gak bohong, ancaman dia gak pernah main-main. Dia pernah ancam gue buat gak deketin lo, atau gue bakal di jauhin sama satu sekolah. Lo tahu sendiri kan koneksi anak itu, masih kecil aja udah jadi ancaman bisnis."

Mora terkekeh samar, soalnya dia gak tahu. Tapi kalau menurut pengamatannya, wajar saja jika Alexo memang ancaman bisnis. Karena Samuel pernah menceritakan itu pada Mora, awalnya Mora tidak percaya tapi saat melihat langsung bagaimana Alexo memimpin rapat direksi. Mora jadi tidak berani main-main sama Alexo, koneksinya terlalu kuat.

Samuel pernah merasakan di posisi rapat yang di pimpin oleh calon menantunya itu, dan Samuel akui jika Alexo mempunyai jiwa bisnis yang kental. Bahkan saat itu Samuel mengatakan jika Alexo membangun perusahaannya sendiri, dia bahkan lebih dari mampu untuk menyaingi perusahaan keluarga mereka.

"Ra, gue kayaknya harus balik sekarang deh."

"Kenapa? Karena udah larut malam? Laki kok takut malam, cemen."

Vero mengacak rambut Mora, "bukan. Tapi gue merinding dilihatin setajam itu sama tunangan lo. Gue duluannya."

Vero meninggalkan Mora yang masih belum mengerti apa maksud Vero. Alexo berada disini? Di sebelah mana? Kenapa Mora tidak tahu.

Tapi melihat tatapan Vero tertuju kebelakang tubuhnya sebelum pergi, Mora yakin jika Alexo ada di belakangnya.

Mora membalikan badannya dan memang ada laki-laki tampan di hadapannya. Dengan riang Mora berjalan menuju Alexo yang sedang tersenyum ke arahnya.

"Kok gak kasih tahu aku kalau kamu ada disini, tahu gitu tadi aku minta temenin buat jajan." kata Mora setelah berhasil masuk kedalam dekapan hangat Alexo.

Aleox terkekeh, mengusap rambut Mora dengan lembut. "Aku udah dari tadi disini. Bahkan ngikutin kamu dari gerbang rumah."

Mora mengerutkan keningnya, "kok aku gak ngerasain ada yang ikutin ya?" tanya Mora sambil mendongak menatap Alexo dari bawah.

Alexo menunduk, tangannya menyentil dahi Mora pelan. "Makanya aku heran sama kamu, aku kira Nanta bohong soal kamu yang gak sadar kalau diikutin. Ternyata kamu emang gak sepeka itu. Ini yang bikin aku takut kalau kamu keluar sendirian, kamu gak bisa waspada."

"Kapan kak Nanta cerita?"

"Dulu, sehari setelah Nanta ikutin kamu."

"Mungkin karena aku terlalu asik, jadi gak tahu hal sekitar deh." cengir Mora.

"Iya, dan itu yang bikin aku cemas kalau kamu keluar sendirian. Lain kali kalau mau kemana-mana kamu harus ajak aku atau Nanta, biar ada yang jagain."

Mora cemberut, "tapi kan kalau kamu atau kak Nanta sibuk masa aku gak jadi keluar sih."

Alexo merapihkan rambut Mora yang terbang terbawa angin, "kan ada bodyguard sayang. Bahkan bodyguard yang jaga kamu itu dari dua orang yang berbeda loh. Coba kamu bayangin kalau selama ini gak ada yang jagain kamu dari jauh, entah apa yang akan terjadi sama kamu."

"Dua orang yang berbeda? Siapa aja."

"Aku sama daddy, gak mungkin daddy biarin anaknya ini kemana-mana sendirian. Pasti ada penjagaannya meski kamu gak tahu."

"Jadi selama ini daddy tahu dong aku lakuin apapun?"

Alexo mengangguk, "gak cuman daddy aja, aku juga tahu apa kegiatan kamu selama gak sama aku."

Mata Mora memicing, "kamu stalker? Ih penguntit."

Alexo tertawa mendengar ucapan Mora, "gak papa yang. Orang yang stalkernya kan ganteng, jadi gak rugi juga."

"Jadi kalau yang lain stalker aku, gak masalah kan? Yang penting ganteng?" goda Mora.

Alexo mendatarkan wajahnya, kepalanya dia dekatkan dengan kepala Mora. Bahkan bibir mereka hanya berjarak beberapa senti. "Kalau orang lain yang stalker kamu, jangan salahin aku kalau besoknya udah gak bisa lihat matahari terbit."

Mora memukul dada Alexo, "ih serem. Kamu phsyco ya?"

Alexo tersenyum simpul, tanpa menjauhkan wajahnya dari wajah Mora. "Aku bahkan bisa jadi lebih kejam dari phsyco kalau ada yang coba-coba sakitin kamu."

°°°°

"Al, kamu mau dimasakin apa malam ini?" tanya Mora saat mereka sudah sampai di supermarket.

"Apa aja, apapun yang kamu masak pasti aku makan."

"Sekalipun itu batu?"

Alexo menoleh ke samping, "boleh aja. Asal kamu makan duluan."

Mora cemberut, "enak aja. Yakali aku makan batu, yang ada gigiku rontok."

Alexo terkekeh geli, "kalau gitu jangan masak batu."

Alexo menarik pintu supermarket dan mempersilahkan Mora untuk masuk terlebih dahulu.

"Duh, cocit banget sih cowok aku ini." kata Mora sambil mencubit pelan dagu Alexo.

Alexo terkekeh pelan, dia mengikuti Mora yang berjalan di depannya. Alexo langsung merebut troli saat melihat Mora akan mendorong troli itu.

"Kamu cukup pilih aja, biar aku yang dorong."

"Kenapa gitu?"

Alexo meraih tangan Mora, "aku gak mau tangan kamu yang selama ini dijaga oleh daddy dengan baik justru rusak di tangan aku."

"Apaan sih, gak nyambung banget."

Alexo tersenyum, "gak perlu ngerti. Cukup tahu aja."

____

Maaf ya lama gak up,, sebenarnya part ini udah ditulis dari lama. Meski diselesaiinnya hari ini. Cuman emang belum niat untuk di up aja😁

Part selanjutnya udah selesai di tulis yaa,, kalian tinggal nunggu gw up aja.
Ada yang mau gw double up? Komen sebanyak mungkin.. Lebih dari 100 gw up

Extra Love Story Where stories live. Discover now