10. Bertemu Kembali

4 3 4
                                    

Di rumah Liana. Anara menenangkan Liana yang masih takut dengan traumanya.

"Liana!"

Kiki membuka pintu kamar Liana dengan nafas tersenggal-senggal. Kiki segera berjalan mendekati gadis yang sedang menangis lalu menariknya dari pelukan Anara ke dada Kiki, mengusap pelan punggungnya. Liana mengcengkram baju Kiki dengan kuat, berusaha untuk berhenti menangis. Setelah sedikit tenang, Liana membuka suara.

"T-tadi gue ketemu Riana.. saat gue pisah sama Ara, Ki." Suara Liana bergetar. Saat ini Liana berada di rumahnya yang hanya ada pembantunya. Kakaknya yang merantau di luar negeri dan adiknya yang belum pulang, dia akan pulang telat karena pergi main bersama teman-temannya.

Kedua sahabatnya saling menatap lalu kembali menatap Liana dengan tatapan sendu. Kiki mengencangkan pelukannya.

"Tenang Na, gak usah takut. Kita ada di sini untukmu." Kiki mengusap puncak kepala Liana pelan, lalu menghapuskan air mata Liana yang masih mengalir di pipinya yang mulus dengan ibu jarinya. Tapi air mata Liana kembali keluar.

"K-katanya.. Riana mau pindah ke sekolahan yang sama dengan gue. Gue takut kejadian sebelumnya terulang lagi saat melihat dia." Liana memejamkan matanya sebentar dan lanjut bicara lagi, "Gue kira gue udah terbiasa dengan perlakuannya karena saat Natasya ganggu gue, gue gak merasakan apapun. Ternyata gue salah, gue masih takut kalau Riana yang gangguin gue." Liana menundukkan wajahnya. Anara dan Kiki memeluk Liana agar dirinya merasa lebih baik.

"Lo gak sendirian sekarang, Na! Ada gue dan Jahe yang selalu bersama dan ngejagain lo, jadi jangan takut. Kalo lo terus begini gue jadi ikutan sakit, Li. Jadi berhenti menangis ya?" Anara melepaskan pelukannya dan tersenyum ke Liana yang menatapnya dengan air mata yang masih membasahi pipinya. Liana mengangguk dan tersenyum tipis.

Ia bersyukur mempunyai sahabat seperti mereka, walaupun kelakukannya kayak kebun binatang. Berisik.

Setelah beberapa menit Liana merasa tenang, Kiki yang dari luar kembali ke kamar Liana dengan membawa tiga gelas dan minuman di atas nakas yang dibawanya dimeja kecil samping kasur.

"Minum dulu gih." Kiki menyerahkan gelas yang sudah diisi air ke Liana.

"Thanks." Liana mengambil gelas yang Kiki berikan. Anara melihat itu pun berkomentar.

"Punya gue mana? Ambilin juga dong!" Seperti biasanya, Anara akan berdebat dengan Kiki lagi. Kiki yang mendengar itu menatap Anara dengan tatapan kesal.

"Ambil sendiri! Punya tangan dan kaki kan lo?"

"Dih, orang mah minta tolong juga!"

"Lo tadi gak bilang 'tolong', bambang!"

"Bilang sih!"

"Gak sih!"

"Iya!"

"Gak!"

"Iy-"

"Udah napa kalian berdua!" Kedua mahluk itu diam seribu bahasa mendengar Liana berteriak dengan suara paraunya ke mereka. "Gue capek mau tidur, jadi jangan berisik!" Anara memeluk lengan Liana.

"Dia duluan, Na!" Anara mengadu ke Liana lalu menatap Kiki dengan kesal.

"Kok jadi gue sih?! Itu penipuan- eh fitnah!" Kiki yang tidak mau kalah pun kembali berdebat dengan Anara.

"Lo harus ngalah sama lady kek!"

"Ogah, lo aja gak ada mirip-miripnya sama seorang lady."

"Mirip!"

"Ngga!"

"Mirip ya Ja–"

Liana yang sudah tidak tahan pun kembali bicara.

"Cukup. Ki, lo keluar." Mendengar namanya terpanggil, Kiki menoleh ke Liana dengan tatapan bingung.

"Kok gue yang disuruh keluar? Jadi lo memilih dia?" Kiki menunjuk ke gadis yang masih bergelantungan di lengan Liana dengan jari telunjuk. Anara yang mendengar itu pun tersenyum kemenangan.

"Terserah lo mau disini atau nggak, nanti yang malu juga lo sendiri." Liana menoleh ke Anara. Menyadari tatapan itu pun Anara mengangguk mengerti. Anara pergi ke lemari pakaian Liana, Kiki mengerutkan alisnya melihat Anara pergi ke lemari pakaian, lalu menoleh ke Liana yang memulai membuka bajunya yang basah karena keringat. Dengan cepat Kiki berbicara.

"Oi oi! Lo mau ganti baju di depan gue?!" Kiki memalingkan kepalanya dengan semburat merah diwajahnya.

"Kan tadi udah gue suruh lo keluar." Liana menghentikan kegiatannya yang baru sampai setengah.

"Bilang dong kalo mau ganti baju!" Kiki keluar kamar Liana dengan semburat merah dipipi nya. Liana melanjutkan kegiatannya dibantu Anara.

Kiki duduk di sofa ruang tamu di rumah Liana. Menunggu. Jantung yang memompa cepat, semburat merah terpampang jelas di wajahnya walaupun dirinya menundukan kepalanya.

"Liana bodoh." Gumam Kiki. Bagaimana tidak? Sekilas tadi Kiki melihat tubuh mulus putih Liana yang sedikit berkeringat. "Ukh, Anara juga bodoh, kenapa gak kasih tau!" Kiki mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.


20-Feb-2020
(06-Nov-2022/revisi)

RaelianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang