61. Setitik Kebahagiaan

Start from the beginning
                                    

Pertanyaan ayahnya memang tak terduga, dan ketika dijawab secara jujur malah tidak dipercaya. "Apa mau Ayah sebenarnya?"

Arga tertawa pelan melihat bagaimana respon anaknya tersebut. Tangan kananya pun tergerak untuk menepuk bahu Bumi dua kali. "Lihat, Ayah," perintahnya agar Bumi yang sedang mengganti siaran televisi itu memfokuskan pandangan ke arahnya.

Bumi menurut, menatap ayahnya. "Bumi, Ayah tidak melarang kamu untuk jatuh hati dengan gadis mana pun. Tapi, satu hal yang harus kamu ingat! Jangan pernah kamu sakiti hati seorang wanita, karena kalau sampai itu terjadi, itu artinya kamu juga menyakiti hati Bunda yang juga seorang wanita."

"Bumi, kelak kalau kamu sudah memiliki pasangan, jaga dia, lindungi dan jangan pernah kamu sakiti dia! Selalu sayangi dan cintai dia seperti kamu sayang pada Bunda, Bumi," kata Arga. Lelaki paruh baya itu selalu mengingatkan Bumi akan hal itu. Tentang bagaimana seorang lelaki yang harus bisa melindungi orang yang dicintai.

Bumi tersenyum kalem, tatapannya teduh. "Iya, Ayah. Bumi akan selalu ingat pesan Ayah yang benar-benar berharga ini. Bumi juga ingin menjadi seperti Ayah yang menyayangi dan mencintai Bunda sampai maut memisahkan nanti."

Arga tersenyum mendengar ucapan anaknya tersebut. "Bagus! Ini baru anak Ayah!" pujinya.

"Memangnya kemarin-kemarin Bumi anak siapa kalau bukan anak Ayah?!"

"Jadi, siapa gadis yang lagi dekat sama kamu sekarang?" lanjut Arga.

Bumi memerosotkan bahunya. "Kan, tadi udah dijawab, Yah! Kenapa masih nanya lagi?"

"Ayah nggak akan nanya lagi kalau kamu jelasin ini," ungkap Arga, menunjukkan ponselnya yang sedang menampilkan dua orang lawan jenis yang foto selfie bersama dengan latar senja.

"Ayah dapat dari mana foto itu?"

"Dari ponselmu. Ayah kirim diam-diam tadi malam." Seakan tahu apa yang sedang dipikirkan oleh anaknya, Arga pun langsung berkata seperti itu.

"Namanya Ara, teman sekelas Bumi dari semester satu," jawab Bumi, jujur apa adanya.

Arga nampak mengangguk pelan. "Jadi namanya Ara," gumam Arga. "Kamu suka sama dia?"

"Ayahhh! Dia teman Bumi, Yah. Teman. T-E-M-A-N, teman, Yah!" ungkap Bumi hingga mempertegas tepat di bagian kata teman pada ayahnya.

"Yaudah lah, Ayah juga setuju dia jadi teman hidup kamu."

"AYAH!!"

Arga tertawa. "Jahilin anak sendiri ternyata semenyenangkan ini," batin Arga.

"Bumi, anak Ayah. Suatu saat nanti, semoga kamu tidak pernah merasakan sakitnya kehilangan orang yang dicintai. Dan semoga kelak kisah cintamu benar-benar bahagia hingga akhir. Aamiin," batin Arga lagi.

"Bumi, kalau kamu mau hidupin anak orang, kamu harus kerja keras. Sukses dulu baru kemudian jadikan dia teman hidup, oke?"

"Ayah! Dia cuma teman, teman biasa."

"Iya, Ayah ngerti. Dia teman hidup kamu nanti!"

"Terserah Ayah, lah. Terserah Ayah," kata Bumi akhirnya, pasrah akan apa yang Arga katakan padanya. Setelah mencomot satu martabak terakhir yang tersisa dan menghabiskan tehnya juga, cowok itu kemudian berdiri dari sofa yang didudukinya.

"Mau ke mana, Bumi?"

"Kamar, Yah. Mau telpon Ara buat nawarin mau nggak jadi teman hidup Bumi." Setelah berkata seperti itu, Bumi pun beranjak dari sana, menuju kamarnya.

Arga hanya mengeleng. "Bumi-Bumi. Shania, lihat! Anak kita udah besar, bahkan udah mau nawarin seorang gadis untuk jadi teman hidupnya," katanya, di tengah kesendiriannya saat ini yang hanya ditemani dengan tayangan televisi kembali.

"Shania, saya rindu kamu. Kapan kita bisa ketemu bareng lagi?" gumam Arga.

●●●

Keanu tidak bisa menahan senyumannya sedari tadi. Di bibirnya seperti sudah ada sebuah magnet yang menarik setiap sudut bibir untuk terus melengkung indah. Binar matanya juga nampak begitu terang, wajahnya berseri-seri. Namun, cowok itu juga sempat meneteskan air mata.

"Ini aku lagi bahagia, jangan nangis!" peringatnya pada diri sendiri di dalam hati.

Keanu kemudian menatap satu per satu anggota keluarganya yang duduk dalam satu meja makan bersamanya. Untuk pertama kalinya dia bisa merasakan kesempatan seperti ini. Sebuah kesempatan yang sudah dia impikan sejak lama.

"Hana, kamu harus tau kabar bahagia ini," ungkapnya dalam hati.

"Keanu, kamu mau Mama ambilkan sayur apa?" tanya Fania dengan nada yang benar-benar lembut. "Ada ayam kecap, tumis kangkung, tahu, tempe, sambal telur, kamu mau yang mana, Sayang?"

Hati Keanu terenyuh. Dia merasa seperti sedang bermimpi sekarang. Untuk pertama kalinya mamanya menawarkan makanan untuknya. Itu adalah suatu hal yang benar-benar tidak pernah Keanu duga akan terjadi dalam hidupnya.

"Kok, malah bengong. Ayo, kamu mau yang mana, Sayang, biar Mama ambilkan." Masih dengan nada lembut, Fania menatap Keanu penuh tanya.

"Apa aja, Ma," jawab Keanu akhirnya, dia bingung harus berkata apa. Dia yang selalu terasingkan di keluarganya sampai tiba-tiba makan dalam satu meja seperti ini membuat Keanu sedikit bingung harus bersikap seperti apa. Ditambah Keanu adalah tipe orang yang jarang bicara, terkesan dingin dan cuek. Membuatnya sedikit susah berinteraksi walaupun dengan keluarga sendiri.

Namun, Keanu tak terlalu mempermasalahkan hal itu. Hari ini dia hanya perlu bahagia. Karena mungkin saja besok keluarganya akan kembali seperti sebelum hari ini. Mungkin.

"Tuhan, entah apa yang akan terjadi esok hari. Namun, terima kasih banyak, Tuhan. Keluargaku sangat baik padaku, terima kasih."

●●●

To be continue

Gimana perasaan kamu setelah membaca part ini?

Terima kasih sudah mendukung cerita ini sampai sejauh ini. Big ❤ for you

Yuk, ajak teman, sahabat, doi, gebetan, keluarga, dll untuk baca cerita ini. Agar cerita ini semakin banyak yang baca dan mengetahuinya😊

Sampai jumpa lagi di part selanjutnya, ya. Bye-bye👋❤

Salam sayang
dari Istri Na Jaemin💚😆

Bumi dan Langitnya | EndWhere stories live. Discover now