Rahasia Terungkap

13 4 0
                                    

Setelah kedatangan Luna, dan mengetahui bahwa Luna adalah adik perempuan Arash, mereka semua berkumpul di ruang makan untuk makan malam. Hanya nenek yang tak terlihat batang hidungnya. Bagi Luna itu hal yang sudah biasa. Namun bagi Elsa hal tersebut menjadi pertanyaan besar di hatinya. Mengapa nenek tidak hadir diruang makan? mengapa nenek tidak menyambut kedatangan cucu perempuannya? pertanyaan-pertanyaan itu ingin rasanya segera ia tanyakan pada Arash ataupun Luna sendiri.

Merasa nenek belum hadir untuk makan malam, lalu Elsa memberanikan diri untuk bertanya pada Arash yang duduk di sampingnya.

"Rash, nenek belum datang. Nenek sedang berada di mana?"

"Biarkan saja El."

"Gue akan panggil nenek." Elsa pun mengangkat tubuhnya.

Arash buru-buru menahan Elsa dengan memegang lengannya. "Tidak perlu, El."

"Tapi?"

Arash menengadahkan wajahnya mengarah pada Elsa. "Kembali duduk! Nanti gue ceritakan."

Elsa pun kembali duduk di kursinya. Luna dan kakek yang sedang menyantap hidangan jadi mengarah pada Elsa. Suasana jadi hening, hanya terdengar irama alat makan yang digoyangkan dengan tangan mereka untuk menyantap hidangan di piring mereka masing-masing.

Elsa berharap malam ini ia mendapatkan jawaban atas semua pertanyaannya dari mulut Arash yang berjanji padanya saat di ruang makan ingin menceritakan suatu hal mungkin itu penting dan mungkin saja itu adalah sebuah jawaban.

Di atas ranjang, mereka duduk berdampingan dan saling menatap.
"Gue tau ada banyak hal yang ingin elu tanyakan ke gue. Kenapa nenek tidak ikut makan malam bersama?" Arash mengehela nafasnya dan memejamkan matanya sejenak lalu membukanya lagi. "Nenek tidak pernah menerima Luna sebagai cucunya."

Elsa mengerutkan dahinya. "Maksudnya apa, Rash?"

"Elu tahu siapa nama ayahnya Luna?"

"Tau. Paman Ardi. Itu artinya kan paman Ardi juga ayah kandung elu kan?"

"Nama lengkap Luna?"

"Elu kan kakaknya, kenapa tanya ke gue?"

"Jawab aja El!"

"Luna Renata Raharjo."

"Apa nama lengkap gue?"

"Arash Reyhan?"

"Arash Reyhan A. Aryadinata."

"Tapi nama itu tidak ada di belakang nama lu, kan? Harusnya nama belakang elu Raharjo, kenapa berbeda, Rash? Gue jadi bingung?" Ujar Elsa sambil  kepalanya mengerutkan dahinya.

"Karena gue dan Luna lahir dari ayah yang berbeda."

Elsa menyipitkan matanya. "Jadi artinya..."

Arash buru-buru memotong ucapan Elsa. "Ya. El, rumah tangga orangtua gue berakhir di meja hijau. Lalu mama menikahi ayah Luna, mantan pacar mama." Arash tertunduk. Suasana hening sejenak.
"Adrian Aryadinata mencintai gadis dari keluarga kaya." Ucap Arash sambil menatap ke arash Elsa. "Nenek mengetahui bahwa gadis yang dicintai anaknya itu pewaris tunggal dari pemilik perusahaan Erlangga Grup dan akhirnya nenek menikahkan papa dengan mama. Sebenarnya mama tidak ingin dijodohkan karena mama sudah punya kekasih yaitu ayahnya Luna. Singkat cerita mama menyetujui menikahi papa. Tapi..." Arash tertunduk lagi kemudian melanjutkan ucapannya. "Pernikahan mereka tidak bertahan lama." Arash mengehela nafas kasar dan menatap ke arah Elsa. "Mama masih mencintai paman Raditya Ardi Raharjo, mama meninggalkan papa dan menikah dengan paman Ardi." Hening sejenak.
Elsa terus menatap Arash.
Bola mata Arash menengadah ke atas seraya menahan air matanya agar tidak jauh membanjiri pipinya lalu Arash menundukkan wajahnya kembali.
"Papa menjadi gila lalu meninggal dunia. Untuk alasan itulah nenek tidak menganggap Luna adalah cucunya." Ujar Arash, suaranya lirih.

Melihat bola mata Arash yang berkaca-kaca Elsa mendekatkan tubuhnya seketika menarik kepala Arash dan disandarkan Arash ke dadanya lalu memeluknya erat.

"Maaf kalau keingin tahuan gue buat elu sedih." Ujar Elsa sambil menepuk-nepuk pelan pundak Arash.

"Ga pa pa El."

"Itu artinya elu udah tau kalau gue dan Luna bersahabat?"

"Ya." Ujar Arash masih dalam pelukan Elsa.

Arash mulai merasa nyaman berada dipelukan Elsa. Arash mengangkat kepalanya dan menatap wajah cantik Elsa. Keduanya saling memandang. Arash mulai mendekatkan wajahnya. Elsa tak bergeming melihat bibir Arash mulai mendekati bibirnya. Jantungnya pun mulai berdetak kencang, hembusan nafasnya mulai tak beraturan. Arash terus mendekatkan bibirnya dan tanpa penolakan dari Elsa, bibir Arash mendarat tepat di bibir Elsa dan melumat bibir Elsa yang mungil dengan penuh harsat hingga membuat Elsa menutup kedua matanya dan perlahan menikmati permainan lidah Arash yang bergoyang membasahi bibirnya.

Detik-detik yang membuat mereka terhayut dalam kenikmatan pun membuat Elsa tersadar dan melepaskan bibir Arash yang tengah memainkan bibirnya. Elsa terdiam menunduk tersipu malu. Arash yang sudah terhanyut dalam hasratnya tidak bisa lagi mengendalikan dirinya melihat bibir merah Elsa yang masih basah dan langsung menyambar lagi bibir mungil Elsa dengan penuh gairah sensual. Elsa mencoba menronta melepaskan lumatan bibir Arash yang menciumanya, namun usahanya sia-sia. Arash semakin menggila memainkan bibir Elsa sampai mendorong tubuh Elsa meluncur di atas ranjang.

Tubuh Arash kini berada tepat di atas tubuh Elsa. Arash mulai mendaratkan bibirnya ke arah leher Elsa dan mengecupnya perlahan. Seketika Elsa pun menikmatinya hingga dirinya memejamkan mata, napasnya pun terasa berat, terengah-engah sambil tangannya mencengkram rambut Arash.

Arash menurunkan tangannya seraya membuka kancing piyama Elsa.
Arash mulai menurunkan bibirnya menuju bagian dada dan hampir mengenai payudara Elsa. Belum lagi bibir Arash memainkan kecupan di payudara Elsa, tiba-tiba Elsa tersadar, menatap Arash dan segera menggulingkan tubuh Arash hingga terhempas di atas kasur.

"Arash!" Tukas Elsa sambil menutupi dadanya yang sedikit terbuka dengan kedua tangannya.

"Maaf, El... Gue terhanyut."

Butiran air mata Elsa meluncur menuju telinganya. Arash bangkit dari tidurnya dan segera menarik selimut yang berada di bawah kaki Elsa dan menutupi tubuh Elsa dengan selimut putih.

Wajah Arash menatap wajah Elsa yang sudah basah dengan air matanya. "Maafin gue, El." Ujar Arash sambil mengusap air mata Elsa dan mengecup keningnya lantas Elsa pun memejamkan matanya untuk beberapa detik dengan air mata yang masih mengalir. Arash mengangkat tubuhnya dan segera mengambil bantal untuk menuju ke sofa. Elsa buru-buru menahan tangan Arash. Sontak Arash pun berbalik menghadap Elsa.
"Tetap di sini."

Arash pun mengurungkan niatnya untuk tidur di sofa dan kembali meletakkan bantal kemudian membaringkan tubuhnya ke atas ranjang.

Elsa mebalikkan badannya dan menatap Arash dan diikuti Arash membalikkan badannya ke arah Elsa. Mereka pun saling memandang.

"I'm sorry. I really regret it."

Elsa hanya mengangguk sambil terus menggenggam tangan Arash.

Arash mengais-ngais rambut Elsa. Suasana jadi hening. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut mereka. Keduanya hanya saling memandang hingga akhirnya Elsa tak bisa menahan rasa kantuknya dan terlelap dengan masih menggenggam tangan Arash.

Arash pun mulai diserang rasa kantuk. Matanya perlahan mulai terpejam. Tangannya yang sedari tadi mengais-ngais rambut Elsa perlahan semakin menurun kecepatannya dan akhirnya pun terhenti. Kini keduanya pun terlelap dan berada di alam mimpinya masing-masing.

***

Goes to Warsaw 2Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ