Sambungan telepon tersambung, dan dengan cepat lelaki itu berucap, "bun, Salma udah sadar bun"
"A--apa? Salma udah sadar bang? Yang benar kamu?"
"Iya bunda, abang gak bohong, suer"
Vani diseberang sana menangis haru dan segera menutup telepon setelah memberikan ceramah panjang lebar untuk anak sulungnya. "Kamu tunggu bunda bang, tungguin bunda, bunda kesana sekarang, aaaaaaaa gak sabar ketemu Salma ya allah, bang jagain adek kamu! Kalau sampai Salma gak inget bunda gara-gara kamu, bunda bakalan penggal kepalamu!inget!"
Belum sempat lelaki itu menjawab, panggilan diputuskan sepihak, yang membuat lelaki itu menghela napas jengah. Bundanya itu, selalu saja mengancamnya akan memenggal kepalanya. Apa bundanya tidak takut dipidana karena akan berencana membunuh anak kandungnya sendiri?lelaki itu menggeleng berulang kali untuk menghilangkan pikiran buruknya tentang Vani. Dan dengan cepat, ia mengubah ekspresinya senang saat dokter dan beberapa suster masuk kedalam ruangan.
"Dok, adek saya udah sadar dok. Tolong periksa adek saya"serobot cepat lelaki itu
Dokter itu tersenyum dan langsung memeriksa pasien. " adeknya udah sembuh, jadi gak perlu khawatir. Cukup dijaga istirahatnya dan jangan biarkan terlalu banyak bergerak"
"Iya dok, saya bakalan lakuin itu" dokter wanita itu geleng-geleng kepala melihat keantusiasan lelaki didepannya.
"Kalau begitu, saya permisi dulu, obatnya jangan lupa diminum ya dek" ujarnya sebelum ia dan para suster yang mengikutinya hilang dibalik pintu ruangan. Dan bertepatan dengan itu, Vani dan seorang pria paruh baya juga datang dari balik pintu. Wajah keduanya terpancar kebahagiaan yang belum pernah dilihat Aska semenjak Salma ditemukan.
"Salma, bang gimana keadaan salma?" ujar Vani langsung memeluk erat tubuh Salma yang masih terbaring lemah diatas brankar.
"Salma harus istirahat yang cukup dan gak boleh banyak gerak bun" jawab Aska
Endra--ayah Aska dan Vani tersenyum haru melihat anak yang sudah lama ia tunggu untuk sadar kini sudah siuman. Lelaki yang memasuki kepala empat itu, kini melangkah menghampiri brankar sang anak, diikuti Aska dibelakangnya.
Vani tersenyum sembari mengelus rambut hitam Salma"sayang, ada yang sakit gak?"tanyanya.
Salma yang masih tak mengerti keadaan, mendadak pusing. Ia memegangi kepalanya dan hendak bangun.
"Eh eh, kenapa? Kepalamu sakit sayang?" ujar Vani lagi. Kini nada kekhawatiran sudah melingkupinya.
Salma menggeleng pelan, dan sesekali meringis tertahan saat dirasa sakit dikepalanya kembali menyerang.
"Yah, panggilkan dokter yah, Salma kesakitan" suruh Vani gelagapan seraya menangis khawatir.
Salma yang mendengarnya langsung menahan tangan Endra untuk jangan pergi. Pusing yang menderanya juga berangsur membaik. Salma butuh penjelasan dengan apa yang ia lihat dan terjadi sekarang. Setahunya, dia sudah mati karena tabrakan waktu itu. Namun kenapa sekarang ia baik-baik saja? Bunda, ayah dan lelaki didepannya, apa arti semua ini? Ucapan apa yang mereka ucapkan? Salma masih tidak mengerti dan butuh penjelasan rinci.
"Sa--saya"
"Ssstttt... Salma pasti bingung kan ini siapa?" tanya Vani tersenyum
Salma dengan ragu mengangguk pelan"ini bunda sayang, nama bunda Vani. Ini ayah kamu, namanya Rajendra, persis dengan marga nama belakang kamu, Salma Rajendra. Dan lelaki tinggi itu, itu abang kamu, namanya Askana Rajendra. Kamu bisa panggil dia Ana kalau kamu mau sayang"ujar Vani menjelaskan dan terkekeh dibagian akhir ucapannya.
Aska yang mendengarnya memutar bola mata malas. Raut wajahnya menandakan ia sedang marah terhadap Vani.
"Bunda bilang apa sih! Nama abang tuh Aska! Kalau adek mau panggil sayang juga gak papa kok!" dibalas cengiran oleh Aska.
Vani menepuk pundak Aska dengan kasar.
Endra yang melihat kelakuan istri dan putranya, geleng-geleng kepala. Lantas, ia mendekati Salma dan mengusap kepalanya lembut.
"Salma?"
Salma menoleh saat namanya dipanggil. Kerut di keningnya menandakan bahwa ia tidak tahu siapa yang ada didepannya.
"Ini ayah nak, ayah dan bunda salah karena udah ninggalin kamu, dulu, dan soal nenek kamu, ayah dan bunda minta maaf karena udah ninggalin kalian berdua, a--ayah" Endra menunduk. Cairan bening lolos jatuh dipelupuk matanya.
Salma yang mendengar neneknya disebutkan lantas menggeleng. Salma juga ikut menangis mengingat neneknya. Salma masih tidak ingin percaya dengan apa yang lelaki ini ucapkan padanya. Ia masih tak menyangka mereka mengaku padanya sebagai ayah dan ibu, sekaligus mengaku sebagai abang. Salma masih tak menerima.
"Stop! Anda ngomong apa? Kalian ini sebenarnya siapa?hiks"
Vani menggeleng pilu, "kami keluarga kamu sayang! Ini bunda kamu!"
Salma memberontak kala Vani ingin memeluknya. Vani semakin histeris saat melihat anak bungsunya tidak ingin dipeluk. Vani lantas menubrukkan tubuhnya pada Endra.
"Yah, Salma anak kita, kenapa dia tak mau menerima bundanya? Ayah lakuin sesuatu, hiks" ujarnya pilu. Endra membawa Vani keluar ruangan untuk menenangkan istrinya. Endra tahu Salma masih tidak menerima kehadiran mereka sebagai keluarga. Namun, Endra akan berusaha meyakinkan Salma, bahwa mereka ini adalah keluarga kandungnya.
Setelah kepergian Endra dan Vani, tinggallah kesunyian antara Aska dan Salma. Salma masih tak berniat untuk bersuara. Tangisnya yang masih sesegukan, menemani kesunyian
ruangan VVIP itu.
Dengan gerakan ragu-ragu, Aska membawa tubuh Salma dalam dekapannya. Salma terlihat tak memberontak. Ia menikmati semua perlakuan Aska padanya. Aska tidak tahu penyebabnya, dan yang pasti, tubuh Salma sekarang sudah tidak bergetar seperti yang tadi.
"Maafin abang yang dek?abang minta maaf,"
"Maafin bunda dan ayah juga, kami salah karena udah ninggalin kamu dan nenek dulu"
"Terus kenapa kalian gak kembali saat nenek sakit?" tanya Salma balik
"Karena ayah dan bunda saat itu juga lagi sakit, sedangkan abang juga lagi koma. Kita bertiga kecelakaan saat mau jengukin kamu dan nenek" terjawab sudah semua pertanyaan yang ingin dilontarkan Salma pada lelaki didepannya.
"Kece--lakaan?"
Aska mengangguk pelan seraya mengusap surai hitam milik gadis didepannya"kita kecelakaan, dan saat itu ada orang yang dengan baik rawat bunda, ayah dan abang sampai pulih. Tapi sekarang dia udah meninggal. Dan kita juga gak tahu mau nebus terima kasih kesiapa karena dia juga gak punya keluarga"
"Jadi sekarang, kamu percaya kan kalau ini abangmu?" tanya Aska menatap wajah Salma. Salma tampak ragu mendengar pertanyaan Aska.
"Aku sebenarnya gak percaya kalau punya abang, tapi...."Salma menjeda ucapannya
"Tapi?" lanjut Aska menaikkan sebelah alis tebalnya
"Tapi Salma bakal berusaha buat nerima abang dihidup Salma" jawab Salma tetsenyum tulus.
Aska kembali tersenyum bahagia dan langsung memeluk kembali Salma. "Syukurlah, sekarang abang udah punya adek"
Salma terkekeh, Aska kembali menguraikan pelukannya, "berarti Salma udah nerima bunda dan ayah juga dong?"
" ... "
"Dek?"
"Iya bang, Salma terima"
"Makasih"
YOU ARE READING
• D I V I N E__ D E C R E E, FA T E •
General FictionHuh .. Huh.. "MAU LO APA ANJING! LO SIAPA MAIN NGAJAK-NGAJAK GUE PACARAN?! GUE BELUM TAHU IDENTITAS LO BANGSAT! RUPA LO AJA KAGAK! MAIN NGAJAKIN ANAK ORANG PACARAN! SANTAI AMAT TUH MULUT! BAU AJA IYA PASTI!" Urat-urat tenggorokan Salma mendadak mem...
f i v e | back
Start from the beginning
