DALAM ruangan yang serba putih dan diisi dengan berbagai peralatan medis, terlihat seorang gadis dengan pakaian rumah sakitnya tengah berbaring telentang diatas brankar dengan masih setia menutup rapat mata indah lentik itu. Wajahnya yang masih pucat, menggambarkan bahwa gadis itu memang masih belum dalam keadaan yang baik-baik saja. Suara mesin detak jantung yang terdengar serta disertai deruan napas yang terlapisi masker oksigen itu, membuat ruangan rumah sakit yang besar itu sangat dilingkupi keadaan yang sangat sunyi.
Decitan pintu yang terdengar,tak membuat pasien yang terbaring lemah itu terusik sedikitpun dari tidur panjangnya.
Sosok wanita paruh baya melangkah masuk dengan pelan. Keranjang buah-buahan yang sempat dibelinya, ia letakkan diatas nakas di samping brankar. Wajahnya yang masih terlihat awet muda, menerbitkan senyum hangat yang tertuju untuk sang gadis yang masih tertidur dalam diam.
Tangannya terulur mengelus pucuk kepala sang anak dengan lembut,"Salma, ini bunda sayang, kamu bangun ya? Ini bunda kamu nak. Bunda udah ada disini buat kamu"ucapnya dengan segera menghapus air mata bening yang lolos jatuh diatas pipinya.
Tangannya jatuh menggenggam tangan pucat yang semakin hari semakin dingin itu, "ayah lagi kerja, dan nanti bakal jengukin kamu lagi sayang. Abang kamu juga belum pulang sekolah. Mereka berdua selalu jagain kamu saat bunda lagi ada urusan diluar" ujarnya lagi sambil tersenyum hangat
"Bangun dong sayang, bunda udah gak tahan liat kamu kayak gini,rasanya bu-bunda seperti ibu yang dengan tega menelantarkan anaknya. Bunda dan ayah udah ninggalin kamu. Dan itu semua ada alasannya, jadi tolong, bangun yah sayang? Salma udah tidur dua bulan loh, emang gak rindu sama ayah dan bunda? Gak rindu sama Abang juga?"Vani tak henti-hentinya bermonolog dengan diri sendiri walau sudah tahu orang yang tengah diajaknya bicara tak akan mampu menjawab pertanyaannya.
Decitan pintu ruangan VVIP itu kembali terdengar. Dan kali ini sosok lelaki tampan mirip Salma Rajendra melangkah masuk kedalam ruangan bau obat-obatan itu dengan pelan. Kaus bermerek berwarna hitam dipadukan celana jeans serupa, mampu membuat Vani berpikir bahwa anak sulungnya itu sudah berganti pakaian terlebih dahulu sebelum kerumah sakit.
"assalamualaikum bunda"
"Waalaikumsalam, udah dateng bang?"Vina berdiri dari duduknya dan menghampiri lelaki tampan itu dengan senyum yang merekah.
"seperti yang bunda liat"ucapnya mencium pipi kanan dan kiri Vani bergantian.
"Adek belum sadar juga bunda?" Lelaki berjangkung itu melangkah menghampiri sisi brankar Salma. Vani menggeleng lemah dan ikut bersama anak sulungnya mengamati gadis yang belum juga sadar setelah melewati masa komanya hingga dua bulan lamanya itu.
"Udah, bunda gak usah sedih, abang yakin cepat atau lambat adek pasti bakalan siuman" ucap lelaki itu memeluk sang bunda guna menenangkannya.
Vani mengangguk yakin berkali-kali. Wanita paruh baya itu juga yakin, anak bungsunya itu pasti akan sadar cepat atau lambat.
Beberapa menit berlalu, namun tak ada tanda-tanda Salma akan sadar. Vani keluar karena ada sedikit urusan direstoran yang dikelolanya. Sedangkan lelaki berumur 17 tahun itu, masih setia menemani Salma. Posisinya sekarang, ia tengah membaringkan kepalanya disamping Salma dengan memejamkan mata sambil menggenggam pergelangan tangan gadis itu.
Gerakan tangan yang membuat tidur lelaki itu terjaga, mampu membuatnya terbangun. Matanya terkejut saat melihat gadis didepannya sudah membuka mata.
Tanpa ba bi bu, ia dengan cepat menekan tombol disisi kanan tempat tidur Salma.
"Dek, kamu udah sadar dek" ucapnya dengan perasaan yang sangat senang bercampur haru. Lelaki itu juga dengan cepat menelepon kedua orangtuanya untuk memberitahu bahwa Salma sudah siuman.
YOU ARE READING
• D I V I N E__ D E C R E E, FA T E •
General FictionHuh .. Huh.. "MAU LO APA ANJING! LO SIAPA MAIN NGAJAK-NGAJAK GUE PACARAN?! GUE BELUM TAHU IDENTITAS LO BANGSAT! RUPA LO AJA KAGAK! MAIN NGAJAKIN ANAK ORANG PACARAN! SANTAI AMAT TUH MULUT! BAU AJA IYA PASTI!" Urat-urat tenggorokan Salma mendadak mem...
