"Ayo," Jisoo menimpali, kemudian menyeret Jennie yang memasang wajah datar. Jennie bukan tidak suka saat bersama mereka, namun berbelanja bersama seperti ini seperti buang-buang waktu saja. Padahal jika bermain game, mungkin levelnya akan naik.

"Mau beli apa, Rosé-ya?" Jisoo bertanya saat adik kecilnya hanya menatap barang di hadapannya dalam diam.

Jennie juga nampak memperhatikan beberapa pakaian yang terpajang di sana.

"Apa ya? Semuanya bagus."

Jisoo tersenyum, kemudian tangannya  ia letakan di bahu sang adik.
Namun saat menyadari punggung tangannya terlihat lebam, ia kembali menurunkan tangannya dan menyembunyikannya di belakang tubuh.

"Pilih yang menurutmu paling bagus saja. Nanti Kakak ikut. Iyakan Jen?"

"Hm."

Rosé menatap kedua Kakaknya bergantian.

"Benarkah?"

Jisoo dan Jennie mengangguk bersamaan.

Rosé tersenyum senang, kemudian menunjuk Hoodie yang berwarna warni. Ada tulisan ice cream berukuran kecil disana.

"Jika itu, kalian suka?"

Jisoo mengangguk tanpa beban.

"Aku suka."

Jennie nampak memperhatikan sejenak, lalu kemudian mengangguk.

"Not bad."

×××××××××××××××××××


Sore hari menjelang, Lisa terbangun dengan tubuh yang sudah lebih segar.
Kepalanya juga tidak sesakit beberapa waktu lalu.

Ia keluar dari kamarnya, berniat untuk mengambil air minum di dapur. Namun saat melewati ruang tengah, ia mendapati Kakak tertuanya sedang tidur di atas sofa.

Ia kira mereka belum pulang.

"Shh~"

Lisa berhenti berjalan, tubuhnya beralih menghadap sang Kakak yang terdengar meringis pelan. Ia mendekat dengan hati-hati.

"Awh~"

Benar saja, gadis itu meringis seperti tengah merasa sakit.

Lisa bimbang, haruskah memastikan keadaannya atau pergi saja.
Hingga sesuatu yang ia lihat pada bahu terbuka kakaknya itu membuat dirinya mematung diam.

Ia perhatikan wajah Jisoo yang terlihat pucat. Lalu keningnya yang mulai mengeluarkan keringat.

Tanpa ragu ia meletakan punggung tangannya pada dahi sang Kakak. Dan ia merasakan panas yang cukup tinggi di sini.

"Ya ampun. Kak Jisoo demam,"

Lisa berlutut, mulai menyeka kening Jisoo perlahan. Saat itu juga, Jisoo membuka matanya. Hanya sedikit, namun ia bisa melihat samar seseorang tengah mengusap keningnya.

Ingin bersuara, namun rasa sakit pada bagian punggungnya membuat dirinya tak bisa mengeluarkan suara.

"Kak? Kakak baik-baik saja? Ada yang sakit kah?" Lisa menepuk-nepuk pipi Jisoo, berharap gadis itu merespon.
Untuk beberapa saat Jisoo diam, namun setelah itu dirinya akhirnya bisa bangun setelah menahan rasa sakit mati-matian.

Lisa membantu gadis itu untuk duduk, meski pada akhirnya tangannya di tepis begitu saja.

"Jangan menyentuhku!"

Jisoo menatap Lisa juga sedikit menekan suaranya. Lisa refleks menjauh dan mengepalkan kedua tangannya.

"M-maaf."

"Pergi."

Lisa menggigit bibirnya, kemudian mengangguk. Namun sebelum benar-benar pergi, ia memutuskan untuk bertanya sekali lagi.

"Eum. Bahumu memar, sepertinya harus segera di obati. Kau tidak apa-apa kan?"

"Bukan urusanmu. Pergi sana!"

Lisa menelan ludah, kemudian segera pergi dengan cepat.
Sementara itu Jisoo melirik bahunya yang memang terlihat memar, kemudian menutupinya dengan rambut.

Ia memperhatikan Lisa yang menuju dapur, kemudian menghembuskan nafas panjang.

"Kau tidak perlu ikut campur tentang hidupku. Lisa. Kau bukan siapa-siapa,"

Tak lama kemudian, Jennie dan Rosé datang. Mereka menghampiri Jisoo yang tersenyum menyambut mereka.
Lisa bergegas meninggalkan dapur dengan satu gelas air putih di tangannya. Tak mau mengganggu acara mereka.

"Maaf ya karena Kakak harus pulang lebih dulu."

"Tidak apa-apa. Ada Kak Jennie,"

Jisoo mengangguk. Beberapa waktu lalu dirinya memutuskan pulang lebih dulu, beralasan perutnya sakit. Padahal bukan karena itu.

"Sekarang masih sakit perut?" Rosé bertanya.

Jisoo menggeleng. "Sudah sembuh."

"Syukurlah."

Jennie memberikan Kakaknya sebuah kotak makanan. Tertulis Chikkin Chu di atasnya. Jisoo menerimanya dengan senang hati. Itu adalah ayam goreng kesukaannya. Namun hanya bertahan beberapa saat hingga setelahnya senyuman gadis itu hilang.

"Kenapa?" Jennie bertanya karena mendapati wajah Kakaknya terlihat aneh.

Rosé juga bertanya.

Jisoo menggeleng tanpa senyuman.

"Sepertinya aku tidak bisa memakannya."

"Kenapa Kak? Bukannya ayam goreng ini kesukaanmu? Paha loh.." Rosé mengeluarkan satu paha ayam krispi.
Jisoo harusnya ngiler, tapi sekarang tidak. Wajahnya lesu.

"Jika aku memakannya, nanti perutku sakit lagi."

Jennie mengering. "Aku kira kenapa."

Rosé tertawa. "Tidak apa-apa Kak jika hanya satu."

Jisoo menggeleng. Wajahnya muram.

"Untuk kalian saja. Aku ingin ini."

Jisoo menolak ayam goreng demi sebuah susu pisang. Jennie dan Rosé bertatapan, namun setelahnya menggedikan bahu tak peduli.

"Ya sudah. Nanti jangan nangis tapi jika ayamnya habis."

Jisoo terkekeh. "Tidak akan. Habiskan saja. Aku sudah kenyang."


××××××××××××××××××××××××××××××××

Happy reading 🤙





Strong Girl Where stories live. Discover now