06

36 3 14
                                    

Grep—Serim mendekap tubuh Wonjin ke pelukannya. Wonjin memukul dada bidang Serim, air mata yang sedari tadi ia pertahankan mendadak runtuh.

"Kalau boleh jujur, aku nyaman dekat kamu. Ciuman pertama itu, aku mulai tertarik dengan kamu. Aku tau aku salah dan membuat kamu menyukaiku. Aku mengerti bagaimana perasaan kamu, aku sayang sama kamu."

"Kak, jauhi aku. Kasihan kak Allen."

Serim menangkup kedua pipi Wonjin, lalu mengecup singkat bibirnya. "Oke, jika itu mau kamu. Aku turuti asal kamu lega. Jika kamu butuh apapun, bilang sama aku. Aku siap bantu kamu, Ham Wonjin."

Wonjin memalingkan wajahnya ke arah lain, dadanya terasa sesak dan perasaan bersalah menyelimuti hatinya. Wonjin turun dari pangkuan Serim, dan pergi meninggalkannya sendirian. Namun, siapa sangka Serim memeluk Wonjin dari belakang.

"Kak, lepas," lirih Wonjin berusaha melepaskan tangan Serim dari pinggangnya.

Seakan tuli, Serim membalikkan badan Wonjin dan melumat bibirnya lembut. Wonjin kaget, ia mendorong dada bidang Serim, tapi ciumannya semakin dalam. Entah Serim melakukannya tanpa sadar atau tidak, satu hal yang pasti dipikirannya hanya ada Wonjin, bukan Allen.

"Kak, hentikan ahhh!" desah Wonjin saat Serim menjilat lehernya brutal.

Serim langsung membawa Wonjin ke kamar utama, tidak lupa mengunci pintunya. Wonjin berontak meminta dilepaskan, tapi nyatanya Serim tetap tidak peduli.

"Kak, jangan seperti ini, aku mohon," lirih Wonjin.

"Aku maunya kamu, dipikiranku hanya ada kamu."

Serim mendorong Wonjin ke kasurnya, ia melepas seluruh pakaiannya dan juga milik Wonjin. Kini, keduanya tidak memakai sehelai kain apapun. Wonjin segera menarik selimut, tapi justru Serim menyibaknya.

🔞🔞🔞

"Ahhh!" desah Wonjin saat sesuatu menerobos masuk ke lubangnya.

Serim menggerakkan miliknya perlahan, tangan satunya bergerak memainkan dada Wonjin. Air mata yang sedari tadi Wonjin pendam, kini keluar dari matanya.

"Kak, ingat kak Allen. Dia suami kakak dan aku hanyalah asisten rumah ini."

"Aku nyaman sama kamu, Wonjin."

Serim semakin brutal menggerakkan miliknya di lubang Wonjin tanpa memberi jeda. Sprei yang semula rapi, kini berantakan. Wonjin memejamkan matanya sejenak, ia merasa bersalah dengan Allen.

"Balas ciuman aku, Sayang," bisik Serim.

"Enggak! Kak, lepasin aku!" teriak Wonjin.

Saat itu juga, Serim sadar apa yang ia lakukan ke Wonjin. Ia mengeluarkan miliknya dari lubang Wonjin. Wonjin mengepalkan tangannya erat.

Plak!

Satu tamparan mendarat di pipi Serim cukup keras. Wonjin tidak menyangka Serim bisa berbuat hal seperti ini. Wonjin memukuli dada bidang Serim, melampiaskan semua kekesalannya.

"Kakak jahat! Kakak gak punya perasaan, ingat kak Allen! Aku cinta sama kakak, tapi gak seharusnya aku merebut kak Serim dari kak Allen. Kalian saling mencintai. Aku hanya orang asing yang datang di kehidupan kalian. Lupakan semuanya, termasuk kejadian ini! Anggap saja, kita gak pernah melakukannya."

Grep—Serim mendekap tubuh Wonjin sambil mengelus punggungnya. Terdengar suara tangisan dari mulut Wonjin. Wonjin juga membalas pelukan Serim.

"Maaf, Wonjin. Aku terlalu nafsu, maafin aku. Aku akan menjauhi kamu seperti yang kamu kamu. Tapi, izinkan aku untuk menjagamu dari marabahaya, termasuk Hyunjae. Dia berbahaya, Wonjin. Aku gak mau kamu kenapa-napa."

Wonjin mendorong Serim, ia menatap tajam ke arahnya. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Serim. Bagaimana bisa Serim ingin menjaganya? Apa dia tidak menjaga perasaan Allen? Itulah yang ada dipikirannya.

"Aku bisa jaga diriku sendiri, terima kasih kakak sudah menolong aku dari dia. Aku bisa mengatasi masalahku sendiri tanpa melibatkan siapapun. Jangan lakukan apapun, aku gak mau kakak terluka karena Hyunjae akan melakukan segala cara untuk menyingkirkan orang yang ada di dekat aku. Berhenti perduli sama aku, anggap kita gak pernah kenal. Sekarang, keluar dari kamar aku! Biarkan aku sendiri!"

"Oke, aku pergi dari sini. Kalau dia datang kepadamu, tolong hubungi aku. Aku akan menjagamu walau kamu menolaknya, aku nyaman sama kamu dan aku juga nyaman sama Allen. Kamu dan Allen segalanya bagiku. Aku gak tau bagaimana perasaanku ke kamu saat ini, yang jelas aku sayang sama kamu dan berusaha melindungi kamu dari marabahaya. Kamu adalah rumah kedua aku setelah Allen. Aku pergi, jaga dirimu baik-baik dan tutup pintu rumahnya."

Serim memakai bajunya, lalu keluar dari kamar Wonjin. Setelah kepergian Serim, Wonjin menutup matanya dan kembali menangis. Dadanya terasa sesak, dan diselimuti rasa bersalah. Cintanya ke Serim terlalu besar, ia harus tau diri siapa Serim. Wonjin merasa bersalah dengan Allen, dia sudah menganggap Allen sebagai saudaranya sendiri.

Sementara di ruang keluarga, Serim tidak sengaja berpapasan dengan Serim. Kening Allen berkerut, heran kenapa suaminya ada di rumah.

"Kenapa kamu di rumah? Bukannya kamu sudah berangkat ke kantor? Terus, kenapa baju kamu berantakan?" tanya Allen sembari membenarkan dasi suaminya walau harus jinjit.

"Ada berkas aku yang ketinggalan, jadi aku pulang," jawab Serim tentu saja berbohong, ia tidak mungkin menceritakan kejadian di rumah ini—takut Allen terluka.

"Oh ya udah kalau gitu. Sana, pergi ke kantor, kasihan karyawan kamu nunggu."

Serim menarik pinggang Allen, membuat sang empu kaget. Sedetik kemudian, sebuah benda kenyal mendarat di bibir Allen. Serim menggigit bibir Allen, otomatis Allen membuka mulutnya. Lidah Serim menerobos masuk ke mulut Allen.

"Ahhhh!" desah Allen.

Prang!

Kegiatan mereka terhenti ketika mendengar suara benda pecah. Wonjin membungkukkan badannya, ia meminta maaf karena sudah menganggu aktivitas mereka. Ia ingin menangis melihat Serim berciuman dengan Allen. Wonjin hendak membersihkan pecahan kaca di lantai, tapi Serim mencegahnya.

"Jangan lakukan itu, nanti kamu bisa terluka."

"Saya sudah biasa melakukan ini, jangan halangi saya."

"Tapi, aku gak mau kamu kenapa-napa."

Wonjin memutar bola matanya malas, ia kembali membersihkan pecahan kaca tanpa mempedulikan kehadiran Serim. Allen yang sedari tadi melihat interaksi mereka, merasa aneh—seperti ada sesuatu. Allen menepis pikiran buruknya, ia yakin mereka tidak menyimpan rahasia darinya.

"Serim, mending kamu berangkat kerja sana. Biar aku yang bantu Wonjin," kata Allen.

"Ya sudah, aku berangkat dulu, ya. Jagain Wonjin dan tutup pintunya, jangan sampai ada orang lain masuk."

"Iya, kamu hati-hati."

Serim mencium kening Allen sebelum kembali ke kantor. Lagi, dada Wonjin sakit melihat adegan itu. Wonjin sudah tau konsekuensinya mencintai suami orang lain.

"Kok, kamu gak hati-hati, sih? Kalau pecahan itu kena kamu, gimana? Aku gak mau, ya lihat kamu terluka atau ceroboh," omel Allen sambil membantu Wonjin membersihkan pecahan piring dan gelas.

"Maaf, Kak. Kakak bisa potong gaji aku untuk menggantikan piring dan gelas di rumah ini. Ya, walau aku tau gaji aku gak cukup untuk menggantinya."

"Gak usah! Piring dan gelas ini bisa dibeli lagi, yang penting kamu gak kenapa-kenapa."

"Iya, Kak."

Mulai sekarang dan seterusnya, Wonjin akan melupakan rasa cintanya untuk Serim walau itu sulit. Allen terlalu baik dengannya, dan Wonjin tidak ingin menyakitinya.

TBC
Hm, kurang greget lagi, ya?
Maaf, kalau kurang greget 😭😭😭

The Third Person || Sellen + Wonjin✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang