"Kamu itu ngapain masih duduk di situ?" Tanya Pak Taeha.
"Ya emang kenapa kalo saya duduk di sini? Nggak boleh?!" Jawab Kiara galak.
"Saya cuma tanya. Jadi kamu nggak usah repot-repot buat ngeluarin tenaga dalam" ujar Pak Taeha sembari berjalan menuju meja rias untuk mengambil hairdryer.
"Tenaga dalam saya ini saya khususkan untuk menjawab pertanyaan tidak ramah dari Pak Taeha"
"Mending kamu tidur. Dari pada makin nggak jelas nanti"
"Yang nggak jelas itu Pak Taeha. Bukan saya"
Setelah selesai dengan urusan rambutnya, Pak Taeha segera menuju tempat tidur dan mulai membaringkan tubuhnya di sebelah Kiara. Mereka berdua sudah tidak lagi berdebat masalah tempat tidur karena sekarang di tengah sana sudah ada bantal guling sebagai pembatasnya. Tapi tetap saja, saat pagi tiba bantal itu sudah tidak ada di tempatnya. Alias sudah berpindah di pelukan Pak Taeha.
Pak Taeha baru saja memejamkan matanya. Tapi tidak lama kemudian dia kembali membuka matanya karena Kiara yang tiba-tiba memanggilnya.
"Pak Taeha"
"Hm"
"Pak Taeha cape, ya?" Tanya Kiara.
"Kenapa?"
"Y-ya nggak papa. Saya cuma tanya"
Pak Taeha menghela nafasnya pelan "Tadi habis dari kampus saya langsung di suruh ngurus masalah yang ada di restoran. Kalo kamu tanya saya cape apa enggak, jawabannya pasti kamu juga tau" jawabnya.
"M-mau saya pijitin, nggak?"
Pak Taeha langsung menolehkan kepalanya menghadap Kiara. Dia bingung karena Kiara tiba-tiba menjadi perhatian seperti ini. Padahal biasanya istrinya itu tidak pernah seperhatian sekarang. Jangankan memijat, menanyakan keadaannya saja tidak pernah.
"Kamu nggak lagi kesambet kan, Ki?" Ujar Pak Taeha sembari menatap Kiara aneh.
"Maksud bapak?"
"Ya tumben aja kamu tiba-tiba perhatian sama saya"
"Tuh, kan. Saya perhatian malah ditumbenin. Nanti saya nggak perhatian dibilang istri durhaka. Emang serba salah kalo sama Pak Taeha mah"
"Saya cuma takut kamu lagi kesambet dan nantinya malah nyekek leher saya"
"Ente kadang-kadang ente. Mau nggak, saya pijitin? Kalo nggak mau yaudah"
"Nggak usah. Kamu tidur aja. Udah malem" jawab Pak Taeha sembari memejamkan matanya kembali.
Kiara menatap Pak Taeha lekat. Suaminya itu sepertinya sangat lelah, terlihat dari raut wajahnya ketika tidur seperti ini. Kiara yang merasa tidak tega langsung saja mencolek lengan Pak Taeha.
"Pak"
"Hm"
"Saya pijitin, ya?"
"Nggak usah"
"Nggak papa. Saya ikhlas"
"Nggak usah"
"Nggak papa, pak"
Pak Taeha membuka matanya kemudian menatap Kiara datar "Biasanya kalo cewe udah kaya kamu gini pasti ada maunya" ujar Pak Taeha curiga.
"Pak Taeha nggak boleh suudzon gitu, pak. Saya itu nawarinnya tulus dari hati yang paling dalam"
Pak Taeha mulai bangkit dari tidurnya. Kemudian dengan tidak sopannya dia malah berganti merebahkan kepalanya di paha Kiara. Kiara yang terkejut hanya bisa diam dan menundukkan kepalanya. Padahal maksud Kiara bukan seperti itu. Dia beranggapan mungkin Pak Taeha butuh pijatan pada kaki atau tangannya. Tapi sepertinya anggapannya itu salah. Yang sebenarnya Pak Taeha butuhkan adalah pijatan pada kepalanya.
YOU ARE READING
Mr.Taeha Dirgantara [on going]
Humor"Pak" "Hm" "Jangan mau ya, di jodohin sama saya" ujar Kiara memelas. "Kenapa harus nggak mau?" Tanya Pak Taeha dengan tatapan lurus ke depan. "Kan saya ngeselin. Nanti Pak Taeha pasti cape kalo punya istri yang nggak bisa di atur kaya saya" Pak Tae...
Part 21
Start from the beginning
![Mr.Taeha Dirgantara [on going]](https://img.wattpad.com/cover/309031932-64-k916085.jpg)