Page 3 - So?

20 13 15
                                    

Setelah mendapatkan telepon dari mama nya Arion segera melajukan mobilnya menuju bandara. Arion berjalan tergesa-gesa sesekali berlari, ia sangat kalut saat menerima telepon dari mama nya tadi.

Flashback on

Dering ponsel Arion terdengar beberapa kali, panggilan itu dari mama nya. Tapi, laki-laki itu memilih mengacuhkannya.

"Angkat dulu kali. Siapa tau penting." Malih menunjuk ponsel Arion dengan dagunya.

Arion menghela napas sebelum mengangkat panggilan itu.

"Ha...." Arion belum sempat mengucapkan dengan lengkap Tapi ia dibuat terdiam.

"R-Rion...." lirih Kiara, mama Arion.

"Kakakmu collaps.... Dia sedang di tangani dokter. Ayah sedang menuju rumah untuk ambil pasport. Kamu susul ayah ya, Nak. Mama tunggu kalian." hanya isak tangis yang terdengar setelah mama nya mengatakan itu.

"Rion pulang, tunggu Rion."

Flashback off

Arion mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Ayahnya.

"Jangan pergi dulu, Kak. Gue masih butuh lo." batin Arion. Ia beberapa kali menggelengkan kepalanya tidak bisa membayangkan jika kakaknya akan meninggalkan mereka.

Tadi Arion mendapat pesan dari sang ayah yang menginterupsi Arion untuk langsung ke bandara, semua yang diperlukan sudah diatur oleh ayahnya.

Arion sangat frustasi karena belum juga melihat keberadaan ayahnya. Arion bolak balik mengecek teleponnya dan mencoba menelpon ayahnya, tapi tidak ada jawaban.

"ARION!!" panggil seseorang.

"Ayah" gumam Arion. Ia segera berlari menuju sumber suara.

"Ayah.. Gimana keadaan Kak Ar? Pesawat kita terbang jam berapa? Mama gimana disana?" pertanyaan beruntut dari Arion hanya mendapat jawaban pelukan saja dari ayahnya. Apakah ini pertanda kakaknya itu sudah meninggalkannya? pikir Arion dalam hati.

Dimas, ayah Arion melepaskan pelukannya. Lalu mengusap lembut pundak anaknya.

"Arrayan akan baik-baik saja. Dia anak yang kuat. Percaya sama kakakmu kan?" mata Dimas mulai berkaca-kaca. Tapi ia tidak boleh meneteskan airmatan dan terlihat lemah dihadapan Arion.

Arion mengangguk sambil mengusap air matanya.

"Kita akan terbang 20 menit lagi." sambung dimas. Sekali lagi Arion hanya menganggukkan kepalanya.

Dimas dan Arion akhirnya masuk gate dan diperiksa oleh petugas keamanan. Mereka berdua terlihat menyedihkan dengan muka lesu dan kegelisahan yang menghantuinya. Dimas tidak membawa baju ganti untuknya dan Arion. Hanya berbekal waist bag yang berisi dokumen untuk perjalanannya menuju singapore.

Arion pun tidak masalah tidak membawa sehelai pakaian pun. Toh, ia bisa beli disana nanti. Yang terpenting, ia harus melihat kondisi kakaknya.

Singapore ✈️✈️

Setelah pesawat landing di Changi Airport, mereka langsung pergi ke rumah sakit temlat dimana Arrayan - kakak nya Arion di rawat. Kabar terakhir yang Dimas terima Arrayan sudah melewati masa kritisnya dan sedang dalam tahap observasi oleh dokter.

Dimas dan Arion melangkahkan kaki jenjangnya di rumah sakit menuju ruangan tempat Arrayan di rawat.

"Ma.." panggil Arion.

Kiara menoleh mendapati anak dan suaminya yang sudah tiba. Kiara menghamburkan pelukannya kepada Arion dan Dimas menyusul memeluk keduanya.

"Apa kata dokter, sayang?" tanya Dimas.

ScratchesWhere stories live. Discover now