Part 6

418 11 4
                                    

Assalamu'alaikum

Guys mohon maaf ya kalau penulisan nama karakter yang nggak konsisten. Kadang Basyiirah, kadang Bashiirah. Sorry banget.

Kalian lebih nyaman pake nama yang mana?

Oke mari kita lanjut part berikutnya karena banyak yang nungguin.

***

"Ya ampun, Dea, kasian banget sih kamu. Kamu follow dia tapi dia nggak follback!" Tari memulai aksinya. Dia memamerkan wajah kasihan tetapi terkesan mengejek Dea karena orang yang Dea ikuti tidak mengikuti Dea balik di akun media sosial.

Dea bersikap biasa saja setelah ketahuan karena mem-follow seseorang. Dea sama sekali tidak berkecil hati ketika akun Bashiirah itu tidak mengikuti dirinya balik. Karena Dea paham betul, lelaki itu tidak mem-follow akun wanita manapun.

Dea juga mem-follow karena suka dengan postingan darinya yang memenangkan jiwa. Tidak terkesan menggurui, tidak sombong juga. Namun materi yang disampaikan dalam setiap postingannya benar-benar 'daging' sekali, sangat bermanfaat. Ketahuan kalau ilmunya lumayan tinggi. Apalagi penggunaan bahasa yang mudah dipahami dan diterima oleh siapapun.

Bashiirah tidak seperti kebanyakan influencer lainnya, punya banyak followers tapi isinya cuma postingan kurang bermanfaat. Malah suka tebar-tebar pesona dan bahas-bahas hal absurd dengan non mahram, lalu di-screenshot dan posting di story.

"Jadi gimana? Kamu sebenarnya ada sesuatu nggak sama yang punya akun ini? Tapi kok cowoknya sok keren banget, kamu nggak di-follback? Mana ganteng juga enggak. Liat tuh akhi Yahya  nggak pernah sombong sama siapapun. Semua DM kita dibalas. Padahal kan followers dia banyak banget. Bahkan hal-hal receh aja mau diladenin sama dia." Tari kembali bersuara.

"Justru dari hal-hal seperti itu kita bisa menilai, mana lelaki berkualitas mana lelaki kuantitas." sentak Dea.

"Halah! Lebih parah kalau dia nggak follow tapi hobinya stalking akun perempuan diam-diam."

Dea menghela napas. Memang tidak ada habisnya kalai berdebat dengan seorang Tari. Perempuan itu akan tetap selalu mempertahankan argumennya. Dea memilih menyalakan murottal dan mencoba mengikuti bacaan Al-Quran. Akhirnya Tari bisa diam.

***

Dea diajak ke suatu tempat oleh ayahnya, katanya ingin mengunjungi rumah teman lama. Karena perempuan itu tidak punya bakat menolak ajakan sang ayah, akhirnya ia mematuhi.

"Ini Deandra, anak saya yang dulu suka kalian gendong."

"MasyaAllah, Dea sudah gadis saja ternyata." Pak Syam menatap takjub.

"Sekarang apa kesibukannya, Dea?" Tanya Salma, istrinya.

Dea bingung harus menjawab apa. Dia sudah lulus SMA dan sekarang di rumah saja. Ayahnya sempat menawarkan masuk ke pesantren lagi, tapi dirinya tidak mau.

"Sekarang di rumah, sambil nunggu info untuk pesantren baru." ucap sang ayah.

Dea sama sekali tidak bisa menduga ayahnya akan berkata seperti itu. Padahal belum ada perbincangan sebelumnya.

"Dea nggak akan mau masuk pesantren. Kapanpun." pungkasnya membuat semua orang bungkam. Ayah Dea seperti menahan malu, tapi ditahannya untuk tidak memarahi Dea.

Fokus mereka teralihkan ketika tiba-tiba di sore itu anak gadis pak Syam dijemput oleh pacarnya. Orang tuanya bahkan berpesan agar pergi hati-hati dan tidak pulang kemalaman.

"Jangan lupa salat ya nak." pesannya pada sang anak. "Pulangnya jangan malam banget, dan jangan macam-macam."

"Siap ayah, anak ayah aku jagain kok." ujar cowok itu dengan santainya. Lalu mereka menaiki motor dan bepergian. Dea menatap punggung mereka, ternyata ketika sudah jauh dari rumah si gadis mulai memeluk sang pacar dari belakang.

Dea menarik napas dan tersenyum sinis. Ternyata dia selama ini kurang piknik, terlalu lama di pesantren dan tidak melihat hal-hal seperti ini. Bagi para orang tua, wajar anaknya berpacaran. Sepertinya Dea perlu mengajak pak Syam dan istrinya di kajian dekat rumah Dea. Biar tahu dosanya membiarkan anak pacaran.

Dea sama sekali tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Teman ayahnya ternyata tidak tegas kepada anak gadisnya. Beda sekali dengan ayah Dea.

***

Begitu pulang dari rumah teman lamanya, ayah Dea mengajak untuk berbincang.

"Maksud kamu apa bilang nggak akan masuk pesantren lagi? Kamu mau seperti anaknya Syam yang hidup bebas pacaran?"

"Lho, ayah ajak aku ke sana buat buka aib teman ayah sendiri?" Dea balik bertanya. Pak Dian beristighfar, menyadari kekhilafannya. Seharusnya dia mendidik Dea dalam kebaikan, tanpa harus menjatuhkan orang lain.

Lelaki paruh baya itu duduk di sofa. Dea ikut duduk di sofa seberang.

"Ayah, sebenarnya bukan karena sakit Dea keluar dari sana, tapi Dea dikeluarkan."

"Apa?"

"Kamu melakukan kesalahan apa sampai dikeluarkan dari sana? Buat masalah kamu?"

"Dea nggak sengaja liat sesuatu."

"Liat apa?" Tanya sang ayah kebingungan.

"Liat anak pimpinan pesantren khalwat dengan santri putrinya."

"Serius? Ini nggak main-main lho Dea. Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan."

"Apa gunanya Dea bohong? Dea udah berusaha untuk kasih tau ke pimpinan, tapi mereka bilang Dea berfitnah. Ketika ditunjukkan bukti malah Dea dikeluarkan dengan alasan mereka ingin menjaga citra baik pesantren. Dea tidak boleh menyebarkan beritanya. Dea sendiri udah nggak minat di sana."

Yang membuat Dea heran, jika santri pacaran akan dikenakan sanksi. Tapi ketika ketahuan anaknya sendiri yang pacaran, beritanya disembunyikan dari publik. Dari ketidakadilan itu makanya Dea ingin berontak. Lalu Dea dikeluarkan dengan tidak terhormat dengan alasan sebagai santri tidak beradap. Akan tetapi tidak ada yang menceritakan kebenaran itu kepada orang tua Dea. Mereka bilang Dea sering sakit, jadi dipulangkan saja.

"Tapi kita bisa cari pesantren lain."

"Kalau kejadian serupa terjadi lagi gimana? Ayah, Dea bukan tipikal orang yang bisa diam saja melihat kebathilan. Dea pengen bersuara, tapi dibuat bungkam oleh mereka yang punya kuasa. Akhirnya Dea menyerah. Lebih baik Dea nggak melihat hal-hal kayak gitu, biar gak ada rasa bersalah pada diri Dea."

***

To be continue!

Publish 4 November 2022

Pendosa BerhijabUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum