Chapter 34 - Rencana Resign

13.7K 2.1K 44
                                    

Playlist: Jamie Miller - I Lost Myself In Loving You

. . .

              Eros mendiamkanku waktu kukirimi email surat pengunduran diri yang belum kutandatangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eros mendiamkanku waktu kukirimi email surat pengunduran diri yang belum kutandatangan. Memang salahku tidak memberitahunya lebih dulu tentang offering letter dari perusahaan yang tertarik untuk merekrutku. Posisi serta gaji yang ditawarkan menarik. Sebenarnya bukan tidak berniat untuk memberitahu Eros, hanya saja aku lupa. Lima bulan terakhir adalah lima bulan yang paling hectic seumur-umur aku bekerja di sebuah perusahaan. Dua bulan kerja di Surabaya, dan nyaris lembur tiap hari, setelah itu ngantor tiga bulan di Tangerang, tanpa ada jeda untuk istirahat dulu.

Seminggu sekali Eros memang meluangkan waktu untuk kami, tapi hal penting tentang rencana resign itu tetap luput dari apa yang kukatakan pada Eros. Pikiranku ruwet, di samping itu aku lelah. Biasanya Roro adalah tempat untuk meluapkan segala keluh kesah jika wadah emosi dalam diriku penuh. Namun, sekarang tidak ada lagi Roro. Tidak ada lagi kata-katanya yang meledek, tapi penuh perhatian dan nasehat ketika aku nyerocos tentang pekerjaan, tentang Eros dan lainnya. Meskipun ada Eros, rasanya berbeda. Sebagai wanita ada hal-hal yang hanya bisa diungkapkan ke sesama wanita saja. Terlebih, dua minggu terakhir aku belum bertemu Eros lagi, dia sedang menemani kokonya ke Eropa. Harusnya hari ini Eros pulang ke Jakarta, tapi dia belum mengabariku sama sekali.

Aku mengetuk pintu sebelum masuk ruangan tim project untuk memberikan serah terima laporan training ke Bagus, tapi di ruangan hanya ada Saski, Roni, dan Faizar—staf SA yang bergabung sejak empat bulan lalu.

"Yang lain pada ke mana?" tanyaku ke Saski.

"Meeting di luar," jawab Saski singkat.

"Gue izin naruh berkas laporan training Argotama di meja Bagus ya, Sas," kataku meletakkan map bening di meja Bagus kemudian memotretnya sebagai bukti.

Saski mengangguk kemudian ia bertanya, "Na, lo tahu nggak kapan si Koko balik?"

"Ngapain tanya ke gue? tanya orangnya langsung lah," jawabku berpura-pura.

"Lah... kan, lo deket sama doi."

Aku membelalak, kemudian melempar tatapan intimidasi ke Saski, tapi Saski malah nyengir tanpa dosa. Sedangkan Roni dan Faizar tampak santai seolah tidak mendengar ucapan Saski.

"Nggak usah pura-pura bermain peran seakan tidak terjadi apa-apa di antara kalian," seloroh Saski, memutar kursi berodanya untuk berhadapan dengan kami. "Gue udah beberapa kali lihat kalian makan bareng di GI sama di Street Galery. Terus sebelum si Koko ke luar negeri kalian ke PIK, kan? Dinner di Talassa."

Aku langsung mengambil tempat di sebelah Saski dengan muka panik, lalu duduk sampai pegangan kursi saling menempel. Sebelum bertanya detail ke Saski, aku mengalihkan tatapan ke Faizar dan Roni.

Love Vs. LogicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang