K e m b a l i | 09

1.1K 191 42
                                    

Jongin tak begitu fokus menggarap pekerjaannya, pikiran dan seluruh perhatiannya dirampas oleh istrinya yang belum juga bangun padahal sudah terhitung seminggu lamanya lelaki manis itu tertidur. Apa sebegitu lelahnya atau Dyo terlalu muak untuk bangun dan berhadapan dengan dunia yang menjengkelkan ini?

“Pak Izar, Bapak terlalu banyak mencet huruf A.”

Jongin tersadar dari lamunan dan segera mengangkat jari manisnya yang semula bertengger manis di atas huruf yang disebutkan oleh salah satu anak buahnya. Dia melihat ke arah layar monitor dan berdesah pelan.

“Terimakasih sudah diingatkan, Rasya.” balasnya.

Rasya mengangguk dan tersenyum, “Laporan yang Bapak minta sudah saya kirim. Ada lagi yang bisa saya kerjakan?”

Jongin menggeleng, “Tidak ada, kamu bisa istirahat. Sudah waktunya jam pulang.”

“Baik, Pak. Pak Izar juga sebaiknya segera istirahat, sepertinya hari ini Bapak sering melamun.”

Jongin mengusap wajahnya. Bahkan anak buahnya menyadari kondisinya.

“Iya, saya akan istirahat setelah menyelesaikan yang satu ini. Sekali lagi terimakasih, Rasya.”

“Sama-sama, Pak.”

Rasya kemudian berlalu, mengajak teman sedivisinya untuk pulang juga. Selama perjalanan keluar dari ruangan, dia dan tiga temannya membicarakan Jongin.

“Gila ya, Pak Izar tuh galak, tegas, serem juga, tapi kalau udah bersangkutan sama istrinya mendadak lemah banget. Jadi sering banget ngelamun. Bucin banget ya.” kata Rasya.

“Iya, njir. Dulu juga gitu kan, waktu istrinya koma karna sakit itu, Pak Izar sering banget ketahuan nangis di musholah.” sahut teman Rasya, sebut saja si A.

“Perasaan istrinya sering banget sakit ya. Komanya udah dua kali loh. Gue takutnya tiba-tiba istrinya meninggal--

“Hush! Kalo ngomong jangan ngawur!” Rasya tak membiarkan si B menyelesaikan ucapannya, “Kalo Pak Izar tiba-tiba nongol gimana? Bisa ditebas pala lo.”

Si B segera menepuk bibirnya berkali-kali sambil menoleh kanan, kiri, depan, belakang, berharap ketua tim nya tidak ada di sekitarnya ketika mengucapkan kalimat itu.

“Udah jangan ngomong yang aneh-aneh. Mending doain aja istri Pak Izar cepet sembuh.”

Dan selanjutnya obrolan mereka mengalir begitu saja. Tapi topiknya tak jauh-jauh dari membicarakan kepala divisi mereka.

Kembali lagi pada Jongin yang bersiap-siap pulang-- ralat, kembali ke rumah sakit. Dia mendesah lemah, dia merindukan sambutan manis dari Dyo setiap pulang kerja. Rindu pelukannya, kecupannya, suaranya, tawa jenakanya, kejahilannya, omelannya. Semuanya dia rindu. Bahkan dia rindu dimahari karena terlalu banyak menuang garam dalam masakan atau lupa menaruh pakaian kotor ke dalam keranjang.

“Kalo kamu bangun, kamu mau nabokin kepalaku berkali-kali karna aku teledor pun aku siap, Sayang.” lirihnya sembari memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dan berlalu meninggalkan ruangan yang telah sepi.

Dia usap sudut matanya yang basah sembari mendorong pintu ruangan. Kemarin dia baru saja menemui Lady di lapas bersama Chanyeol. Jika mengingat kejadian kemarin, rasanya ada kepuasan tersendiri dalam diri Jongin. Melihat ayah mertuanya marah adalah hal yang mengerikan, dia seperti sedang melihat singa gurun mengaum marah. Andai saja bukan perempuan yang ada di depan Chanyeol, sudah dipastikan Lady habis tercabik di tangan Chanyeol, karena ketika berhadapan dengan Sumardi, dukun itu benar-benar dibuat biru lebam di mana-mana oleh Chanyeol.

Pria setengah abad itu tak peduli pada apapun jika anaknya dibuat terluka. Bahkan jika dia harus dipenjara pun tak masalah asalkan dia bisa membalaskan rasa sakit hatinya karena harta berharganya dibuat lecet.

KEMBALI [KaiSoo] ✔Where stories live. Discover now