K e m b a l i | 07

1K 178 8
                                    

Jongin membenturkan kepalanya ke dinding. Dia sudah membawa Dyo kembali dari tempat sialan itu, tapi kenapa bukannya membaik Dyo malah semakin kritis? Apa dia melakukan hal yang menyalahi aturan? Yang dia bawa benar-benar Dyo kan?

Dirinya kini hanya bisa memandang dari luar, bagaimana para medis menangani Dyo. Air matanya tak berhenti mengalir, sudah diusap berkali-kali masih saja keluar. Dia selalu cengeng jika sudah berhubungan dengan Dyo, dia tak mau menutupi itu. Mungkin bila kali ini Dyo benar-benar pergi, dia ingin menyusulnya.

Tapi itu tak boleh terjadi!

Setelah beberapa saat, orang yang berada di dalam ruangan Dyo keluar. Jongin segera bertanya dengan pertanyaan beruntun. Dia tak ingin melewatkan sedikitpun perkembangan tentang istrinya. Dan apa yang dikatakan oleh dokter membuatnya bisa kembali mengingat caranya bernafas. Dyo-nya sudah melewati masa kritis tapi belum bisa dipastikan akan bangun kapan.

“Kami akan selalu memantau perkembangannya.”

Itu kalimat terakhir yang disampaikan oleh dokter sebelum beliau dan tim yang lain berlalu. Jongin berjalan lemas menghampiri ranjang Dyo, duduk di kursi kemudian mencium amat lama punggung tangannya.

“Aku tau kamu suka bikin kaget. Tapi yang tadi gak lucu, Sayang.” isaknya.

Penampilannya lusuh sekali, hampir sama seperti penampilannya ketika membawa Dyo keluar dari dunia lain beberapa saat lalu.

“Dokter bilang belum tau kamu bakal bangun kapan. Kamu pasti masih capek banget ya? Pengen istirahat lebih lama hm?” tangannya mengusap dengan lembut kepala istrinya, “Gak apa-apa, Sayang, gak apa-apa. Tapi jangan lama-lama, kamu harus kembali. Tempat kamu di sini, bukan di sana. Aku rindu kamu. Rindu kamu omelin, rindu kamu pukul pake centong sayur, rindu kamu suruh nyebokin Aven. Rindu semua.”

Kemudian terdiam, dia menangis dalam diam sambil tangannya tak henti mempermainkan jemari Dyo. Ingatannya berlari ke kantor tadi siang, di mana dia menangkap basah Lady, hampir membunuhnya dengan mencekiknya, dirinya ditahan oleh para karyawan, menangis dan berteriak seperti orang kesetanan.

Dia membuang nafas. Banyak sekali hal yang dia lakukan hingga membuat banyak orang terkejut kemarin. Mungkin bisa dikatakan dia membuat onar dengan hampir membunuh kolega. Entah apa yang akan dia dapatkan setelah ini. Diturunkan jabatannya atau lebih parahnya dipecat dengan tidak hormat.

Kalaupun memang dipecat, dia sudah punya rencana untuk pulang ke Lamongan dan menjalankan bisnis toserbanya saja. Toh dari hasil toserba saja dia bisa menghidupi keluarganya.

“Tapi sampai malem ini belum ada kabar apapun dari Devan maupun pak direktur.” gumamnya, “Kita tunggu saja besok. Kalau memang gue dipecat, bukan masalah besar.”

Setelahnya dia tertidur sambil masih menautkan jemarinya dengan jemari istrinya. Tubuhnya lelah, teramat lelah. Walaupun bukan jasadnya yang berlari menggendong istrinya menyusuri hutan, tapi rasa lelahnya melekat amat erat hingga jasadnya dapat merasakannya.

Semoga ketika bangun nanti, tak ada kabar buruk yang dia dapatkan. Sudah muak dia seminggu ini mendapatkan bertubi-tubi kabar tak mengenakkan setiap kali membuka mata.

Dan semoga juga tak ada makhluk jahil yang mengganggu tidurnya atau istirahat istrinya. Tolong biarkan mereka berdua beristirahat dalam sebentar saja, biarkan mereka merasakan leganya bernafas dan meregangkan otot.

Sementara dua orang itu lelap dalam istirahat, makhluk besar menyeramkan yang tadi hendak masuk ke tubuh Dyo kini mengerang kesakitan. Tubuhnya terbakar tiap kali mencoba menerobos masuk ke dalam sebuah lingkaran yang melingkupi Jongin dan Dyo.

Makhluk itu masih terus mencoba hingga seluruh tubuhnya hancur, lenyap terbakar.

~*~

KEMBALI [KaiSoo] ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora