3. Sekelompok Udik Desa

74 7 0
                                    

"lo dimana sih Ga?!" Gerutu Damar seraya mantengin ponselnya.

"Dia pamit lo nggak , Hes?" Tanya Damar ke Mahes. Sahabatnya.

"Kagak. "Jawab Mahes cuek. Anak itu sibuk mantengin majalah dewasa.

Damar meletakkan kepalanya diatas meja dengan lesu.
Melihat Mahes yang tenang-tenang saja. Damar pikir Aga pamit sama Mahes. Ternyata nggak.

Ada apa dengan sahabatnya , Aga? Kenapa berhari-hari nggak hubungin mereka?
Walaupun mereka nggak masuk univ yang sama , tapi selama ini mereka selalu berhubungan baik kok. Komunikasi juga lancar.
Nggak biasanya Aga nggak ada kabar sampai sekarang.

Hilih, tu anak cuma kaga sadar aja kalau udah ketemu sama si empunya.

Drrrt....
Suara hp getar.

"Siapa?" Tanya Mahes.

"Nyokapnya Aga." Damar menatap Mahes agak lama.

"Angkat nyet! Napa lu malah liatin gue." Sentak Mahes

Damar yang ngeblank seketika tersadar.

"Halo"

"Aga sama lo nggak Dam?"  -phyxis

"Nggak tuh ,tan. Ini kita juga nyariin. Aga udah berhari-hari nggak chatting juga."

"Yaudah kalau gitu." Panggilan diputus.

"Si ege sebenernya kemane sih" -cemas damar. Kaya anak bebek yang nyariin emaknya. Crigis.

"Diem lu ah!" Suara Cempreng Damar itu bikin kepala Mahes yang udah pusing tambah pusing.

.

.

.

"Ssttt... " Seorang gadis meletakkan telunjuknya di bibir.
Gadis itu berjalan mengendap endap bersama ketiga temannya. Dua laki-laki , satu perempuan.

Orang didepan yang memiliki firasat buruk berhenti secara tiba-tiba, jadi yang ngikutin dia dari belakang juga secara otomatis berhenti.

"Kita mau ngapain sih Drey?" Tanya Tasya ke Audrey.

"Gue mau tau. Orang macem apa dia."

"Kenapa kaga langsung kita gebukin aja sikh? Toh si buta kaga bakalan tau ." Jengah Andrew.

"Tapi si Audrey ada benernya juga. Sebelum gebukin orang, kita harus tau latar belakangnya dulu." Sergah Sagara. Biasa dipanggil Saga.

Menghela nafas.

.

.

Aga yang merasa diikuti, dan sudah tau kalau diikuti, hanya bisa berpura-pura bodoh. Dia tidak perduli apa yang sebenarnya dicari sekawanan babi ini.

Berhenti disebuah rumah kecil berwarna  hijau.

Aga dengan santai membuka pagar bambu depan rumahnya.
Jangankan pagarnya, rumahnya pun dari bambu.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Aga membuka pintu rumah yang terbuat dari triplek murahan itu, kemudian menutupnya dengan hati-hati.

Bibir Aga membentuk busur yang langka.

"Sekumpulan orang bodoh." Gumamnya seraya bersmirk ria.

Tongkat penunjuk jalan diletakkan sembarangan.
Aga melepas jaketnya , membuangnya asal. Anak itu bergegas ke kamar mandi seraya bersenandung kecil.

.

.

Back to Audrey dkk.

"Whatt?!"

ASGARDIAWhere stories live. Discover now