16

422 85 6
                                    


"Gyu cengeng banget, aku ga mau main sama kamu lagi."

Di sebuah taman dekat komplek perumahan, nampak beberapa anak sekolah dasar yang sedang berkumpul. Terlihat seperti sedang bermain biasa bagi orang-orang dewasa yang melihatnya. Namun itu tidak sesimpel yang mereka pikirkan.

"Hiks, maaf, aku ga akan ulangi lagi.." isak seorang anak laki-laki yang bertubuh cukup mungil dibandingkan anak lainnya. Buru-buru ia mengusap air matanya yang berlinang.

"Gak ah, entar nangis lagi. Padahal aku cuman bercanda ngatain kamu pendek. Em, engga juga sih, emang kamu pendek."

Anak-anak itu tertawa puas melihat raut anak yang sedang menangis semakin bertambah muram. Dengan teganya mereka merebut dan melemparkan tas anak itu ke tanah. Tak lupa mereka menyerakkan isinya juga.

"Hahaha, rasain! Makanya jangan cengeng! Udah ah, aku mau main di taman lain aja," kata anak bertubuh gemuk dan bongsor. Ia melangkahkan kakinya pergi dari taman itu. Sedangkan anak-anak yang lain memilih mengikutinya dari belakang, meninggalkan anak bertubuh kecil yang kini kembali menangis. Anak itu memunguti tasnya dan isi-isinya yang berserakan di tanah.

"Hiks.. Hiks.. A-aku harusnya ga boleh cengeng.." lirihnya sambil mengusap air matanya lagi.

"Emang kalo nangis itu artinya cengeng ya?"

Anak yang sedang menangis mendongak setelah mendengar suara tiba-tiba itu. Di hadapannya telah berdiri anak perempuan seumurannya. Wajahnya sangat manis dan terkesan sedikit galak.

"Ka-kamu siapa?"

Anak perempuan itu terkekeh singkat. Ia mengulurkan tangannya ke arah sang anak laki-laki.

"Kenalin, aku Tania. Kenapa kamu nangis sendirian di sini?"

Anak laki-laki itu menerima uluran tangan Tania dengan sedikit ragu. Tangan Tania sedikit dingin baginya. Anak itu menggeleng pelan.

"Aku Beomgyu. Aku engga nangis, kok!"

"Itu air matanya terjun bebas, masih mau ngelak juga?" Tania melipat tangannya di dada.

Buru-buru Beomgyu mengusap matanya lagi. Mungkin sekarang telah memerah, karena terlalu banyak diusap.

Dengan sedikit ragu, Beomgyu memilin ujung bajunya dan mengulum bibirnya. Membuat Tania yang melihatnya jadi gemas. Bagaimana bisa anak laki-laki seimut ini?

"Aku ga punya temen... Mereka ga mau main sama aku karena aku cengeng... Harusnya aku ga cengeng.." lirih Beomgyu, matanya siap mengeluarkan bulir bening lagi.

Mendengar itu, Tania menepuk bahu Beomgyu pelan. "Gapapa kok. Kayak yang aku bilang tadi, nangis itu, bukan berarti kamu cengeng. Kalo kamu nangis, itu tandanya kamu manusia normal yang juga punya emosi. Justru aneh kalo manusia ga pernah nangis."

Sesenggukan Beomgyu sedikit berhenti. Anak itu menatap kedua mata bulat Tania yang dekat dengan wajahnya kini.

"Kamu pernah nangis ga?"

Tania tampak berpikir sebentar. Mencoba mengingat sesuatu entah apa itu. Tetapi kemudian menggeleng, dengan senyum tengil di bibirnya.

"Hehehe, enggak!" ujarnya terlihat antusias. Sudut bibirnya membuat garis lengkung yang indah sekali di mata Beomgyu.

"Lupakan soal itu, kamu mau liat sulap ga?"

Mendengar kata sulap, mata Beomgyu berbinar terang. Tampak penasaran.

Starter | One | TXT | ✔️Where stories live. Discover now