“Jaemin, turunkan nada suaramu,” ucap Yoona sambil menyentuh lengan putranya. Ada semacam tekanan dalam nada suara dan sorot mata yang tak biasanya tampak begitu tajam.

“Nenek terlalu mengekangku,” tutur Jaemin masih dengan suara bergetar. Ia baru merasa lebih tenang saat melihat Jaehyun menggumamkan, ‘Tenang kawan, saat ini kau kelihatan tidak keren’, dengan senyum mengejek. “Hah, baik, maafkan aku nek. Barusan aku hanya merasa sedikit emosi.”

“Pergilah ke kamarmu dan renungkan kesalahanmu barusan. Kau tidak akan pernah bisa menjadi pewaris Taesung dan Charis dengan kontrol emosi seperti itu,” kali ini pria paling tua di ruangan itu yang berbicara. Ketua Jung Jaehyuk bahkan tidak melihat ke arah Jaemin—hanya suaranya saja sudah cukup untuk membuat pemuda itu menelan kembali semua protes dan amarahnya.

Jaemin hampir pergi saat Nyonya Kwon tiba-tiba menimpali, “Ini akibatnya kalau Jaemin menghabiskan terlalu banyak waktu dengan Jaehyun; dia bukan contoh yang terlalu baik apalagi untuk remaja sepertinya.”

“Jaehyun bahkan tak melakukan apapun! Ya Tuhan! Kalian ini kenapa sih?” Jaemin berbalik, melihat kakek dan neneknya dengan tatapan frustasi.

“Masuk ke kamarmu sekarang,” ucap Jaehyun dengan nada suara yang sangat datar. Ia melirik keponakannya sekilas, hanya memberikan senyum tipis.

Hampir tanpa protes—hanya dengan satu lengguhan napas—Jaemin melenggang pergi dengan langkah cepat. Mungkin ia hanya berusaha meruntuhkan seluruh amarah yang bergolak di dalam dada yang terasa amat penuh. Rumah besarnya pasti terasa seperti sebuah penjara yang mengurungnya seperti tahanan. Menjadi pewaris tunggal pasti membuat Jaemin terbebani lebih daripada siapapun; dan Jaehyun tidak punya terlalu banyak waktu untuk memikirkannya saat ini sebab suara Nyonya Kwon segera menyambar gendang telinganya seperti petir.

“Jaemin pasti sangat mengagumimu, Jaehyun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Jaemin pasti sangat mengagumimu, Jaehyun.”

Senyum Jaehyun terulas—ditujukan pada Nyonya Kwon yang sangat jarang melihat ke arahnya. “Kurasa tidak demikian, Jaemin hanya membutuhkan teman.”

“Bahkan kalaupun memang iya, tidak ada yang salah dengan itu.” Siwon menimpali dengan gaya tenang dan terkesan diplomatis. Tatapannya tertuju ke arah Jaehyun—penuh perhatian dan selalu tampak bisa diandalkan. “Jaehyun adalah pria yang hebat, kita semua tak bisa menampik hal itu. Tidak orang bisa menyelesaikan pendidikannya secepat Jaehyun.”

“Dan dengan nilai sempurna,” timpal Yoona juga penuh kebanggaan.

“Penilaianmu sangat subjektif, kak.” Jaehyun kurang setuju, sebagian karena merasa kalau pujian bukan hal yang perlu diberikan padanya.

“Aku bukan pengajar sepertimu. Selain itu aku adalah kakakmu, wajar kalau penilaian dariku subjektif,” ucap Siwon tanpa meminta validasi apapun dari kedua orang tua mereka.

Namun kedua orang tuanya selalu punya penilaian berbeda, terutama terhadap Jaehyun. Bahkan ayahnya segera menimpali, “Apa artinya semua kecerdasan itu kalau tidak digunakan untuk Taesung? Kau bisa membantu kakakmu di perusahaan, bisnis akan berjalan lebih lancar kalau kau juga ikut bergabung.”

The Poem We Cannot ReadWhere stories live. Discover now