K e m b a l i | 01

2.1K 235 40
                                    

Dyo mendesah melihat suaminya yang masih asik bergelung dengan selimut hangat yang semalaman telah membalutnya. Tak terhitung sudah berapa kali dia membangunkan Jongin, tapi lelakinya itu masih saja asik mengarungi mimpi dan malah memberinya alasan-alasan nyeleneh agar bisa menambah waktu tidurnya. Itu sangat menjengkelkan, Demi Tuhan.

Sekarang Dyo kembali berada di sisi suaminya, berdiri sambil berkacak pinggang dengan sebelah tangan menenteng spatula. Gemas sekali rasanya ingin dia hantamkan spatula di tangannya ke atas wajah tampan suaminya. Sayangnya dia tak ingin berkelahi di pagi hari.

Dia menengok ke arah putranya yang mencoba untuk naik ke atas ranjang. Senyum jahilnya muncul. Dia hampiri Arvenda kemudian mengangkatnya dan mendudukkan putra mungilnya di atas perut sang ayah.

“Bangunin Abi.” bisiknya.

Arvenda tanpa diminta dua kali segera menyanggupi. Dia menunduk kemudian menepuk-nepuk wajah ayahnya.

“Abibibibi anuuun! Bibibiiii!!!”

Dyo menahan tawanya sambil terus memperhatikan Arvenda menjalankan tugasnya.

Terlihat kening Jongin yang mengerut karena merasa terganggu atas tepukan yang mendarat di wajahnya serta suara lucu yang masuk gendang telinga.

“Abibibiiii anuuuuun!”

Karena tak tahan dengan segala gangguan yang didapatkan, pria tinggi itu memutuskan untuk membuka mata dan mendapati putra mungilnya telah duduk manis di atas tubuhnya sambil tergelak kegirangan. Rasa kesal yang menggelayuti karena tidurnya diganggu segera terhempas, dirinya tersenyum kemudian bangun dari acara tidurnya. Arvenda berpindah ke pangkuannya.

“Pagi, Sayang.” sapanya dengan suara serak kemudian meninggalkan kecupan-kecupan di pipi gembil putranya.

Si kecil tertawa geli dan merasa gatal karena kumis ayahnya yang belum sempat dicukur.

Dyo memutar bola matanya, dia memperhatikan sambil bersidekap dada.

“Udah bangun sekarang?” tanyanya dengan nada teramat ketus.

Jongin menoleh, sedikit mendelik karena terkejut, dia kira hanya ada putranya dan dia di dalam kamar, ternyata ada si manis juga.

“Pagi, manisku.” sapanya pada sang istri, tapi tak diindahkan sama sekali, “Kenapa dibanguninnya pas udah terang?”

Aduh, ingin sekali rasanya Dyo benar-benar memukul kepala suaminya dengan spatula di tangannya. Dirinya mencibir, menirukan ucapan suaminya.

“Coba kamu tanyain setan penghuni kamar udah berapa kali aku bangunin kamu. Dari Adzan Subuh sampe sekarang jam setengah enam.” jawab Dyo, galak sekali suaranya, “Semalem bilangnya minta dibangunin Adzan Subuh. Udah dibangunin sampe gak bisa ngintung berapa kali tapi kamu masih asik ngiler. Pake ngelindur segala, lagi.” dia mendengus, bibirnya berkomat-kamit mengatakan berbagai kekesalan terhadap suaminya yang sekarang menahan tawa serta gemas terhadap istrinya.

Oh lihatlah, betapa manisnya Dyo ketika sedang mengomel seperti ini. Ingin dia kecup pipi serta bungkam bibir memanyunnya itu.

Jongin beranjak dari tempat tidur sambil menggendong Arvenda. Dia dekati si manis yang masih menggerutu kemudian mencium pipinya.

“Marahnya dipending dulu ya.” katanya sambil menyerahkan Arvenda di gendongannya ke istrinya, “Aku sholat, mandi sama siap-siap dulu. Kamu bisa lanjutin ngomelnya nanti.” lanjutnya, tak lupa sematkan senyum menawan yang membuat Dyo terdiam sebentar melupakan omelan kesalnya.

Setelahnya Jongin berlalu, tinggalkan decakan kesal Dyo dan kikikan lucu Arvenda.

Dyo mendesah pelan lalu pergi keluar kamar untuk melanjutkan masakannya. Dia turunkan Arvenda dan kembali berkutat dengan segala bumbu masakan dan peralatan dapur.

KEMBALI [KaiSoo] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang