Chapter 37

1.3K 137 10
                                    

Hari sudah pagi. Ali masih saja merajuk, ia terlihat begitu kesal mengingat apa yang sudah istrinya lakukan padanya, sungguh, pembalasan Prilly membuat Ali susah tidur semalaman karena sesuatu di dalam dirinya belum tersalurkan.

Sedangkan Prilly hanya mentertawakan suaminya, sama sekali tidak merasa bersalah bahkan terang-terangan mengejek Ali, seakan ia sangatlah puas melihat keadaan suaminya saat ini. Ternyata pembalasan Prilly berdampak besar pada suaminya itu, di dalam hati ia bersorak, merasa menang.


Namun, walaupun merajuk Ali masih membiarkan istrinya untuk memakaikan jas dokternya, dengan wajah cemberut, ia menatap Prilly.

"Dosa loh udah bikin suami kaya gitu!" Ali bersuara dengan sedikit jengkel, melihat Prilly tiada henti mentertawakannya membuat dirinya malu setengah mati.


Prilly semakin terkekeh, kemudian di peluk suaminya itu, di senderkan kepalanya tepat di dada bidangnya dengan nyaman. Sedangkan Ali masih merajuk, enggan membalas pelukan istrinya.

"Kakak...." Suara Prilly terdengar lembut namun Ali masih saja diam, tidak menanggapi.


"Jangan cemberut dong, aku kan makin gemas" ia tersenyum, kemudian wajahnya mendongak, ditatapnya Ali dengan wajah penuh senyum, tapi Ali masih saja tidak merespon, ia tetap dengan pendiriannya, yaitu merajuk.


"Kakak..." Panggil Prilly lembut, di elisnya pipi Ali.

"Hmm..." Ali hanya merespon seadanya, ia masih kesal, ditatapnya Prilly dengan wajah yang sulit di artikan.


"Maaf , ya, habis kakak duluan yang ngerjain aku" Prilly mencubit kecil pipi Ali dengan gemas.


"Oh" Ali nampak jutek, sama sekali tidak merasa gemas bahkan Prilly sudah mengeluarkan senjata, dengan memasang wajah gemas, biasanya Ali tidak akan tahan, tapi dugaan Prilly salah, suaminya bahkan cuek, sedikitpun tidak tertarik.


"Jutek amat pak dokter! Nanti pasiennya takut loh" godanya kemudian dikecupnya pipi Ali.

"Kalau pasiennya kaya kamu, ya, pantas, dokternya jutek!" Ali melepaskan rengkuhan tangan Prilly di pinggangnya kemudian ia berlalu keluar kamar.


"Kakak... Sayang" Prilly memanggil, ia kemudian mengejar suaminya itu.



*****

"Hahaha" Bram tidak hentinya mentertawakan Ali, ketika sahabatnya itu dengan begitu menggebu-gebu menceritakan isi hatinya yang sedang tidak baik-baik saja.


"Sama aja Lo kaya Prilly, ketawa terus, gak mikirin perasaan gue!" Ali berdecak, nyatanya curhat pada sahabatnya itu tidak membuat perasaannya lega justru bertambah kesal.


"Maaf...maaf, gue cuma geli aja ngebayanginnya" Bram memegangi perutnya, sedari tadi tertawa membuat perutnya sakit, ia menahan tawanya agar tidak membuat Ali semakin murka.


"Ya jangan di bayangin dong!" Ali kemudian mengambil air minum di kulkas, ia butuh mendinginkan hatinya yang terasa begitu panas.


"Terus sekarang gimana?" Bram bertanya lalu merebut botol minum di tangan Ali, lelaki itu lalu meminumnya juga, tertawa sedari tadi membuatnya haus sedangkan Ali berdecak kesal melihat tingkah sahabatnya itu, kemudian ia duduk di atas sofa.

"Gimana apanya?" Ali bertanya dengan wajah masam.

"Ya, Lo bakal sampai kapan merajuk terus sama bini Lo?" Bram ikut duduk di sofa.


"Sampai hati gue udah dingin, jujur Men! Gue gabisa marah sama bini gue. Gue cuma bisa cemberut doang, gue tahan-tahan! Lo bayangin ketika Lo pengen boker tapi gak kunjung keluar, begitu yang gue rasain saat ini... Sakit banget!" Ali mengeluarkan uneg-uneg dengan menggebu-gebu.


CRY WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang