🥀PART - 1

625 42 7
                                    

Karangan bunga yang berjajar, orang-orang yang berlalu lalang silih berganti datang dan pergi memberi ucapan atau sekedar menitipkan uang atas rasa duka yang mendalam menjadi pemandangan paling menyakitkan juga memuakan, bahkan ketika seharusnya dirinya saat ini sibuk meneteskan air mata dari pelupuk netranya justru kekosongan yang ia dapatkan.

Berpakaian hanbok hitam bukanlah hal yang diinginkannya setelah dirinya baru saja menginjakkan kaki ke Korea setelah sekian lama.

"Minjoo-ya, pergilah makan dulu. Istirahatlah, biar bibi yang akan menggantikanmu." Bisik wanita itu cemas setelah sempat menepuk pelan tubuhnya dari arah belakang.

"Gwenchana. Aku tidak lapar." Lirihnya.

"Kau belum istirahat sejak semalam."

"Nan gwenchanaseyo." Jawabnya sedikit memberi ketegasan diakhir kalimatnya.

Wanita paruh berusia 50 tahunan itu pun langsung mengerti dan mengganggukkan kepalanya samar lalu kembali pergi meninggalkan Minjoo sendirian menerima para pelayat yang datang.

Setelah kepergian wanita paruh itu Minjoo kembali pada tugasnya sebagai seorang putri untuk terakhir kalinya, anak dari orang tua yang telah tiada, menyambut semua orang yang datang melayat hari ini. Tidak ada ekspresi yang pasti untuk Minjoo ungkapkan, bahkan sekedar menangis pun sulit dilakukan. Pandangannya kosong sejak semalam dan pikirannya pun tak tahu harus bagaimana.



----




Lelahnya tubuh, pening juga sakit kepala yang langsung Minjoo rasakan setelah seharian ini dirinya hanya mampu terdiam dan melamun panjang. Bayangan dimana janjinya 5 tahun lalu pada orang tuanya setelah menyelesaikan pendidikannya di Eropa akan membawanya pulang dalam hal yang membanggakan atas prestasinya.

Sambutan hangat dan senyum bahagia dari ayah ibunya adalah hal pertama ia pikirkan saat dirinya naik pesawat untuk kembali pulang, tapi siapa yang tau Tuhan justru memberinya takdir lain diluar rencananya.

Minjoo menghela nafasnya untuk kesekian kalinya mendongak menatap langit yang cukup mendung di pagi hari di awal minggu seperti ini.

Menghidu lagi rokok dalam selipan jemarinya dan menghembuskan asap nikotin itu keluar dari mulutnya.

"Bae Minjoo-ssi?" Sapa seorang pria yang baru saja datang mendekat dari arah parkiran.

Wanita itu menoleh pelan menatap pria di sampingnya terdiam tanpa ekspresi seolah bertanya lewat tatapan matanya.

Pria berjas coklat itu tersenyum hangat sebelum menundukkan kepalanya sebentar memberi hormat.

"Maaf jika aku mengganggu, aku hanya---"

"Kau seorang reporter?"

"Nde?" Jawabnya sedikit terkejut.

"Pergilah. Aku tidak ingin membuat masalah." Tegas Minjoo mengusirnya cukup halus dan kembali menghisap rokoknya yang tersisa setengah.

Pria itu terdiam sebentar mencoba paham namun tersenyum mengembang setelahnya.

"Aku mengerti. Tapi bisakah anda meluangkan waktu--"

"Apa kau tidak tau situasi?" Sindirnya menyela tak suka memicing tajam dari kedua matanya.

Pria itu pun bungkam setelahnya dan mengeluarkan secarik kertas kecil memberikan pada Minjoo sebagai perkenalan awal dirinya datang.

"Ini kartu pengenalku. Aku tidak akan memaksamu untuk saat ini tapi jika kau sudah siap kau bisa menghubungiku---dan aku turut berduka cita..nyonya." ucapnya diakhiri tundukkan kepala pelan sebelum dirinya benar-benar pergi meninggalkan tempat.

[M] OTHER [TAMAT]Where stories live. Discover now