5. Between Nightmare and Reality

62 9 2
                                    

Langit malam berwarna kemerahan tanpa kehadiran bintang dan sinar bulan. Angin kencang yang mampu membekukan menyerang wajah dan tengkuk membuat siapapun enggan berdiam diri di luar dalam jangka waktu panjang. Dingin yang mampu mengembalikan seseorang dalam realitas yang sesungguhnya. Dalam kesendirian Wonwoo berdiri memandang punggung Mingyu yang semakin menjauh. Baru kali ini Wonwoo mengalami sesuatu yang indah di hidupnya. Semilir angin masih meguarkan aroma pinus saat Mingyu menoleh dan tersenyum. Dan tanpa mampu dijelaskan tiba-tiba ia merasa sedih.

"Wonwoo? Apa yang kau lakukan?" Suara akrab seseorang menyapa. Wonwoo kembali ke bumi tempatnya berpijak, orang lain pasti memandangnya aneh berdiri di situ menatap jauh udara kosong. Ia menoleh dan menemukan Hansol bersama temannya tak jauh dari pintu masuk.

"Hanya berdiri memandang pria yang tadi membantuku. Kalian darimana?"

Kerutan di dahi Hansol membuatnya salah tingkah. Pastinya pemuda itu keheranan melihatnya mampu berinteraksi dengan ornag lain selain dirinya. "Apa tadi kau mendapatkan masalah? Benar, kami baru dari kafe untuk mengerjakan proyek tugas bersama. Seungkwan akan menginap di tempatku malam ini." Wonwoo mengangguk mendengar penuturan Hansol. Ia kembali melanjutkan, "tadi ada segerombolan orang yang menghadangku, yah itu salahku karena menabrak mereka lalu mereka mulai meminta uang. Saat aku katakan tidak ada mereka menghajarku." Wonwoo meringis, ia yakin sekali luka robek di bibirnya pasti membuka lebih lebar.

"Apa—kau baik-baik saja?"

Wonwoo menahan diri untuk tidak memutar bola mata. Mengapa orang-orang selalu menanyakan sesuatu yang jawabannya sudah pasti di depan mata. "Dengan kondisi babak belur begini apa kau bilang baik-baik saja?"

Hening beberapa saat sebelum Seungkwan si pemuda gembil membuka suara. "Lebih baik kita masuk ke dalam. Di luar sangat dingin." Benar yang dikatakan Seungkwan, tubuhnya mulai menggigil padahal ia memakai pakaian super tebal. Ketiganya memasuki apartmen. Lampu lobi masih terang namun tak ada satupun orang lain di sana, lagipula dengan cuaca seperti ini lebih baik bergelung selimut sambil menikmati secangkir teh atau kopi hangat.

Beruntung, tanpa menunggu lama denting lift berbunyi dan mereka menuju ke kamar masing-masing. Wonwoo masih berkutat dengan pikirannya, tidak menyadari sekelilingnya dan tidak menyadari bahwa Seungkwan sedang serius menatapnya.

"Kau bilang namamu Jeon Wonwoo kan?" Seungkwan memecah keheningan. Wonwoo menoleh kepadanya dan mengangguk.

"Sepertinya aku pernah mendengar namamu atau membaca namamu di suatu tempat. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Seumur hidup Wonwoo belum pernah bertemu dengan Seungkwan. Lalu ia teringat jika dulu ia pernah menulis buku yang tergolong best seller. "Pasti kau membaca namaku di sampul buku. Aku pernah menulis buku dan mungkin secara tidak sengaja kau melihatnya? Kalau kita berdua pernah bertemu, sepertinya tidak. Baru hari ini aku mengenalmu." Lift berhenti dan pintu terbuka.

"Sampai bertemu lagi." Wonwoo melambaikan tangan meninggalkan keduanya. Ia ingin cepat-cepat membersihkan diri dengan air hangat, mengobati lukanya dan meminum teh favoritnya. Karena besok libur jadi tak ada masalah tidur terlalu larut.

Selesai membersihkan diri, ia merasa hidup kembali. Penat dan lelah seolah terangkat dari bahunya. Wonwoo mengambil obat-obatan, duduk di meja dapur sambil menunggu air yang dimasaknya matang. Sebagaimana wujud dari sebuah apartemen tua dengan harga murah, dapurnya sama kecil dengan ruangan lain. Berbagai lukisan kelas dua menghias di beberapa sudut tembok. Awalnya tembok itu berwarna kusam dihiasi cairan kecoklatan yang entah datang darimana, saat dicat ulang kesan suram itu masih ada hingga ia memutuskan untuk menaruh beberapa figura lukisan di sana. Saat membeli, Wonwoo melakukan perombakan besar-besaran. Mulai dari pembersihan (yang semula ruangan-ruangan itu penuh dengan debu dan sarang laba-laba, entah kapan terakhir kali dibersihkan) hingga mengubah letak tata ruangan.

ANOTHER • Meanie (On Going) Where stories live. Discover now