2. The Man Who Suddenly Came

82 11 3
                                    

Wonwoo merasakan tubuhnya menggigil hebat. Hawa dingin menusuk kulit sampai ke tulang. Perlahan ia membuka mata, mengerjap menyesuaikan lingkungan sekitar sebelum memantapkan pandangan. Ia kebingungan mengapa tiba-tiba telentang di tempat seperti ini, alas yang ditidurinya bukan ubin sebagaimana mestinya melainkan rerumputan basah yang menjadi salah satu penyebab ia kedinginan. Wonwoo terduduk memperhatikan sekeliling. Jelas ia berada di sebuah hutan di pinggir danau. Tidak pasti pukul berapa saat itu karena kanopi pepohonan menutupi sinar matahari, begitu tingginya sehingga ketika mendongak tidak terlihat setitik cahaya.

Bagaimana ia bisa berada di sana? Seharusnya ia sedang bekerja di perpustakaan dan siapa yang membawanya ke sini? Dengan berpegangan pohon besar di sebelahnya Wonwoo mencoba berdiri. Kepalanya sakit luar biasa, tapi memilih untuk tinggal diam di dinginnya alam terbuka juga bukan pilihan yang tepat. Ia berjalan terseok menuju danau. Danau itu berair tenang yang entah mengapa membuat bulu kuduknya berdiri, Wonwoo merasa takut. Ia diam sejenak dan sekali lagi memandang sekitar, pikirnya tidak ada orang lain selain dirinya di sana. Wonwoo membungkuk memandang air di bawahnya. Air itu begitu jernih sehingga wajahnya terpantul dari sana.

Pucat. Begitu pucat. Cepat-cepat ia membasuh wajah dan pergi meninggalkan danau. Tempat itu menyimpan sesuatu, membuatnya merasa sangat tidak nyaman seakan sesuatu akan datang dari dalam dan menghisapnya ke dalam. Wonwoo merasa tubuhnya melemah, ia tidak tahu apakah penyebabnya karena ia terbaring di sana atau karena makhluk-makhluk hitam itu. Meskipun sering melihat makhluk yang tak dapat dilihat manusia lainnya, baru kali ini Wonwoo melihat yang seperti itu. Memang ada kesamaan dengan yang lainnya namun yang ini begitu kuat dan entah mengapa seperti menghisap energi dan kebahagiaan.

Di tempatnya berada tidak ada penanda waktu. Semuanya terlihat sama, hanya pepohonan dan keheningan. Satu-satunya suara adalah langkah kaki dan suara napasnya yang terengah. Selama hidupnya ia tidak pernah takut akan apapun, hidupnya telah mati bahkan sebelum ia atau orang lain membunuhnya.

Kepanikan melanda. Wonwoo membawa kakinya berlari secpat yang dibisanya. Menepis ranting-ranting pohon yang menghalang jalan. Hutan ini begitu menyeramkan bahkan tak ada satupun hewan yang terlihat. Wonwoo berhenti sejenak mengambil napas, ditopangkannya berat tubuh di atas lutut. Ia memperhatikan sekitar. Dan baru menyadari sesuatu bahwa ia kembali lagi ke tempatnya semula. Danau itu persis di hadapannya. Tubuhnya kembali menggigil, rasa takut lebih mendominasi daripada rasa dingin. Tempat apa ini? Mengapa Hansol meninggalkannya di tempat seperti ini?

Wonwoo berpikir satu-satunya cara agar keluar dari tempat ini adalah dengan adanya kematian. Seperti dikendalikan sesuatu ia melangkahkan tubuhnya mendekati danau. Tepian danau itu seperti sebuah pantai meski tanpa ombak yang bergelung di bawah kaki. Perlahan ia melangkah hingga air menelan setengah dari kakinya. Begitu dingin dan sunyi. Wonwoo bukanlah orang yang mudah menyerah, tapi melihat kondisi yang seperti ini siapapun pasti akan menyerah. Tempat yang menimbulkan keputusasaan bahkan bagi orang-orang dengan mental baja sekalipun.

Air kini menutupi pinggang hingga perlahan-lahan seluruh tubuhnya tenggelam. Tidak ada perlawanan, Wonwoo membiarkan arus membawanya entah kemana. Perasaan dingin menggigit kulit hingga menyusup ke organ dalamnya. Ia seperti hancur akan sesuatu yang tak terlihat. Paru-parunya hampir terisi penuh air. Saat tubuhnya tak mampu lagi ia merasakan sesuatu seperti tangan yang mengelus pipinya lembut. Begitu hangat dan ia merasa dilindungi. Tak berselang lama ia merasakan sesuatu hingga matanya tiba-tiba terbuka dan napasnya tercekik. Tanpa diperintah Wonwoo membuka mulutnya hingga jeritan tak terdengar menggema hingga terbentuk gelembung-gelembung mengerikan.

Dalam hitungan detik kegelapan kembali menyapa. Bedanya kini dapat menggunakan paru-parunya sebagaimana mestinya. Wonwoo menegakkan tubuh dan tersadar bahwa posisinya semula tertelungkup di atas meja, ia pun menyesuaikan retinanya dengan sekeliling. Tempat asing itu berganti dengan tempat yang sudah akrab dikenalinya. Perpustakaan tempat kerjanya gelap gulita. Wonwoo merasa tak ada satu pun pengunjung yang masih di sana. Ia menghela napas mengapa tiba-tiba dia jatuh tertidur dan lelap seperti itu? Mengapa tidak ada yang membangunkannya? Apa Hansol pulang begitu saja tanpa menyadari keanehan dari dirinya? Lalu apakah tadi sebuah mimpi? Mimpi mengerikan yang begitu nyata.

ANOTHER • Meanie (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang