3. The Man Who's Always Alone

61 9 3
                                    

Menurut Wonwoo tidak ada satupun tempat yang aman di muka bumi. Setelah masa lalu yang dialami baik di tempat tinggal, sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya semuanya sama menyeramkan. Terhadap makhluk-makhluk yang hanya dapat dilihatnya menurutnya sama sekali tidak menakutkan, justru yang sangat menakutkan terutama ketika ia masih kanak-kanak ialah tatapan orang-orang terhadap dirinya dan apa yang mereka pikirkan atasnya. Pengalaman mengajarkannya untuk hadapi semuanya dan jangan takut akan apapun. Maka kini terbentuklah seorang Jeon Wonwoo. Bagi setiap orang yang mengenalinya memanggilnya robot atau si wajah datar karena jarang sekali wajah itu menunjukkan ekspresi. Mereka hanya tahu siapa Wonwoo dalam bentuk fisik dan bahwa manusia bernama Jeon Wonwoo benar-benar ada. Selebihnya tidak ada satupun yang mengetahui seluk beluknya.

Rumah yang ditempatinya kini menurutnya merupakan rumah ternyaman yang pernah ditempati dan satu-satunya tempat tinggal yang dapat ia sebut 'rumah'. Terlepas dari kejadian memalukan tadi cepat-cepat Wonwoo membersihkan diri, mengganti pakaian dengan piama lalu membuat teh hangat tanpa gula yang selalu menjadi rutinitas malamnya sebelum tidur. Setelah memastikan dapur bersih serta mematikan kompor bergegas ia memasuki kamarnya. Kamar itu sama seperti ruangan lainnya. Tidak terlalu besar, perabotanyang ada di sana pun hanya terdiri dari enam barang berupa ranjang bertipe single, satu lemari baju berukuran kecil, dua rak buku sedang, dan sebuah meja kerja atau dapat dihitung dengan meja kecil di dekat ranjang. Selebihnya adalah buku-buku dan poster-poster para sastrawan terkenal dunia yang memenuhi hampir setiap dinding kamarnya.

Seperti biasanya Wonwoo menaruh hati-hati gelas itu di nakas sementara ia sibuk mencari buku yang akan dibacanya menjelang tidur. Pekerjaan hari ini memang tidak terlalu melelahkan bahkan dapat dihitung satu jam bekerja sisanya hanya tertidur, tetapi tubuhnya merasakan lelah yang teramat sangat. Walaupun tubuhnya lelah, ia tetap tidak bisa tidur jika tidak membaca sebuah buku. Membaca bagi Wonwoo seperti stimulus untuk memancning otaknya menciptakan sebuah scenario. Matanya mencari buku, hampir semua buku di sana telah dibacanya sampai pilihannya terjatuh kepda sebuah buku bersampul putih yang belum pernah ia lihat. Wonwoo mengambil buku itu, ia tidak pernah ingat pernah membelinya. Di sampul tertulis Mimpi Orang Sinting, sebuah tulisan karya Dostoevsky. Wonwoo bimbang sejenak. Sebuah karya sastra klasik menjelang tidur sepertinya bukan pilihan tepat. Sekali lagi Wonwoo melihat buku itu dan bagai tersihir ia memutuskan untuk membacanya. Hanya satu tulisan Dostoevsky yang pernah dibacanya yakni The Brothers Karamazov selebihnya belum pernah ia baca.

Tubuhnya bersandar pada kepala ranjang mencoba untuk rileks. Menyesap perlahan tehnya dan merasakan cairan itu menghangatkan tubuh. Dalam hitungan menit Wonwoo jatuh ke dalam tulisan-tulisan memikat sastrawan tersohor Rusia tersebut. Dadanya terasa sesak ketika membaca bagian Pohon Natal Surgawi. Lelehan air mata turun saat anak-anak di buku itu berkata 'inilah pohon Natal Yesus... Yesus selalu punya pohon Natal di hari ini, untuk anak-anak yang tak punya pohon Natal...'

Hal itu mengingatkannya saat ia masih kanak-kanak. Panti asuhan tempat tinggalnya memang selalu terdapat pohon Natal tapi Wonwoo kecil tidak dapat merasakannya. Perawat di sana selalu berkata, tidak ada pohon Natal untuk anak nakal dan sinterklas tidak akan mau berkunjung sehingga tidak ada hadiah. Ia merasa bukan anak nakal tapi tak ada satupun hadiah yang didapatnya. Masa kanak-kanaknya selalu dihabiskan sendiri karena tidak ada satupun anak yang mau bermain dengannya, menurut mereka Wonwoo menakutkan dan aneh sehingga hanya perawat-perawat yang menemani.

Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Ia memasuki bab terakhir dengan judul yang sama seperti judul buku tersebut. Pria di dalam buku itu jelas mengalami sakit mental. Wonwoo merasa dingin saat membaca deskripsi betapa dinginnya Rusia saat musim dingin di malam hari. Tepat pukul sebelas lewat lima belas ia menutup buku itu. Menengadahkan kepala sambil terpejam. Menyelesaikan keseluruhan buku klasik bukanlah hal yang mudah. Kepalanya kembali merekam reka adegan dari cerita akhir tadi, ia membayangkan sosok laki-laki tanpa arah dan tanpa tujuan tengah berjalan di trotoar. Dilihat dari luar pria itu hanyalah pria biasa, hingga tidak ada satupun dari mereka yang benar-benar memperhatikan. Pada kenyataannya pria itu tengah merasakan rasa sakit yan teramat sangat dalam. Awalnya Wonwoo membayangkan pria itu tanpa wajah lalu tanpa diminta sesosok wajah mulai terlihat. Wonwoo membuka mata terkejut. Wajah itu adalah pria perpotongan seperti tentara yang baru ditemuinya tadi. Ia menggeleng, pasti karena terlalu memikirkan pria itu. Namun setelah dipikir-pikir memang pria itu cocok sebagai tokoh yang ada di buku tadi.

ANOTHER • Meanie (On Going) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora