Adya berdecih sinis. "Selamanya akan begitu?" ejeknya. "Tapi kamu terus ketemu dia di belakangku selama empat bulan ini. Kamu bohong bilang sibuk kerja, dan bikin aku kayak orang tolol selama beberapa bulan terakhir!"

"Maaf," lirih Dipta dengan kepala tertunduk. "Aku nggak punya pilihan, Dy. Aku nggak mau kamu salah paham—"

"Bukan itu," potong Adya. "Bukan itu alasannya," ulangnya lagi dengan tegas. Sungguh, air matanya bahkan tak ingin keluar sejak Adya memutuskan untuk melakukan konfrontasi dengan Dipta. "Tapi karena kamu tahu kalau aku akan tolak bantuan yang mau kamu kasih buat cinta pertama kamu itu. Jadi akhirnya kamu milih buat bantu dia diam-diam dan temenin dia setiap hari di rumah sakit. Setiap hari!"

Oh, sial.

Adya benar-benar sial karena sudah menjatuhkan hati pada laki-laki yang tak pernah sepenuhnya keluar dari bayangan masa lalu. Sejak delapan tahun lalu, Adya sudah mengenal Dipta sebagai anak dari sahabat orangtuanya. Adya yang memiliki umur lima tahun di bawah Dipta, merasa begitu tertarik dengan laki-laki tinggi dan tampan itu. Tetapi setelah tahu kalau saat itu Dipta yang berumur dua puluh lima tahun sudah memiliki kekasih sejak SMA, Adya memilih untuk berhenti menaruh rasa suka sebelum semakin dalam. Namun setahun setelahnya, Adya diberitahu oleh sahabat mamanya—yang sekarang menjadi ibu mertuanya—kalau Dipta sudah berpisah dengan sang kekasih, Adya tanpa sadar kembali membesarkan rasa sukanya. Berbekal dari waktu mengenal yang diberikan oleh kedua orangtua mereka, Adya perlahan mendekatkan diri dengan Dipta.

Sampai dua tahun setelahnya, Dipta mengajaknya berpacaran. Sikap Dipta yang semakin hangat dan memperlakukannya dengan sangat baik membuat Adya perlahan yakin kalau laki-laki itu sudah benar-benar membuka hati padanya. Bahkan ketika hubungan mereka berlanjut ke arah yang lebih serius, Dipta semakin membuat Adya jatuh cinta. Bukan hanya kalimat cinta dan sayang yang diterima Adya dari Dipta, tapi juga perlakuan menyenangkan yang membuatnya merasa sangat dicintai oleh laki-laki itu.

Dipta bahkan melamar Adya di tahun ke dua hubungan mereka resmi sebagai sepasang kekasih. Adya sungguh terlena dengan semua sikap perhatian yang diberikan Dipta sepanjang mereka mengenal sampai remi menikah tiga tahun yang lalu. Karena ternyata, Dipta tak pernah bisa menghapus nama Sekar di dalam lubuk hati terdalamnya. Bahkan di saat mereka sedang dalam masa menyambut calon anak mereka.

Mengerikan sekali perlakuan Dipta pada Adya. Dan sungguh, Adya berusaha untuk tidak memukul wajah menyedihkan Dipta malam ini. Mengapa Dipta yang harus terlihat frustasi? Bukankah seharusnya Adya-lah yang menunjukkan raut itu? Suaminya kembali memberi perhatian pada sang mantan di saat dirinya sedang hamil? Bukankah itu sangat menyedihkan?

Padahal Dipta tahu, kalau sejak resmi berpacaran, Adya tak pernah nyaman dengan pembahasan apa pun terkait mantan kekasih pria itu.

"Nggak gitu, Dya..." balas Dipta berusaha membujuk lagi. Sekalipun sejujurnya, semua kalimat Adya tadi juga benar, tapi lebih dari itu, Dipta tak ingin sang istri terluka dengan keputusannya. Tetapi Dipta juga tak bisa abai begitu saja saat melihat seorang kenalannya sedang memerlukan bantuan darinya. "Sek—dia," Dipta meralat sebutan namanya untuk Sekar, agar tak semakin membuat Adya marah. Tetapi Dipta merasa harus menjelaskan semuanya dari awal, agar Adya tak semakin salah paham. "Aku nggak sengaja ketemu dia empat bulan lalu, Dy," ujarnya memulai penjelasan saat dirasa Adya mau mendengarkan dirinya. "Dia salah satu anggota tim dari rekanan kerjaku yang urus pembangunan rumah sakit. Waktu kami lagi meeting, tiba-tiba dia pingsan dan aku baru tahu kalau dia sakit kanker hati."

Hari itu, Dipta benar-benar merasa iba saat mendengar penyakit yang dialami oleh Sekar. Sesakit apa pun hatinya ketika Sekar memilih menyerah dari hubungan mereka karena restu orangtuanya yang tak kunjung didapat, tapi Dipta tetap tak bisa abai dengan kenyataan kalau mantan kekasihnya itu berada di ambang kematian. Belum lagi gaji Sekar yang tak terlalu besar jelas tidak bisa membiayai pengobatan terbaik untuk perempuan itu. Sekar tak memiliki siapa pun lagi di dunia ini. Sekar hanya seorang anak yatim-piatu yang harus menghidupi dirinya sendiri sejak masih SMP. Itulah sebabnya dulu Dipta jatuh hati pada kegigihan seorang Sekar Ayunda.

Our StoriesWhere stories live. Discover now