Suara seperti benda berat yang terjatuh dari ketinggian berhasil membuat Amber terkejut dan reflek berdiri. Amber meneliti sekelilingnya yang sudah dipenuhi kabut tebal. Entah mengapa tiba-tiba perasaanya tidak enak dan tubuhnya merinding.

Dia mencoba mencari asal suara tersebut. Di semak-semak rimbun itu dia tadi mendengar dengan jelas. Dengan kaki yang sedikit gemetar, gadis itu berjalan mendekatinya. Dan...

"SIAPA ITU!?"

Seorang pria dengan pakaian serba hitam, terbaring tak berdaya di tanah dengan belati yang menancap di dadanya. Mendengar teriakan Amber tadi, tubuh pemuda itu merespon.

Amber diam memperhatikan pria itu dari jarak sedikit jauh. 'Apa aku harus menolongnya? Tapi bagaimana jika dia orang jahat yang bisa saja menyakitiku atau membunuhku!?'

Amber melihat pria asing itu yang mengerang kesakitan, membuat rasa iba Amber mengalahkan rasa takutnya. Dengan mantap, ia menghampiri pemuda itu. Ia mengangkat kepala pria itu ke pangkuannya.

"Tampan," Gumamnya tanpa sadar. Amber dibuat terkejut dengan perkatannya barusan. Tapi jujur, Amber baru kali ini melihat seorang pria yang sangat tampan bak seorang pangeran dari sebuah kerajaan dongeng. Ia berharap pria asing ini benar-benar seorang pangeran, maka ia akan menjadi gadis yang beruntung.

Mata Amber berfokus ke belati yang menancap di dada pria itu. Tangannya menggenggam gagang belati dan mencabutnya tanpa ragu. Rintihan keras keluar dari bibir pria malang itu, tapi Amber menenangkannya dengan mengusap lembut kepala pria itu.

Hutan sudah sangat gelap, dia harusnya sudah kembali tapi malah ia sibuk mengurusi orang asing ini. Apakah lebih baik ia meninggalkannya saja di sini? Tapi bagaimana jika ada binatang buas yang memangsannya?

Amber mencoba mengangkat tubuh kekar pria tersebut, menyeretnya keluar dari hutan menuju rumahnya. Ia tahu bahwa tindakannya ini pasti akan membuat tubuh pria itu terluka. Tapi bagaimana lagi, tubuhnya saja lebih kecil di bandingkan beban yang sekarang ia seret.

Akhirnya ... Akhirnya ia dan pria yang berhasil ia seret itu telah sampai di depan rumahnya. Ia meninggalkan pria itu sejenak untuk memanggil ibunya yang berada di dalam rumah untuk membantunya.

"IBU ... IBU ... BUKA PINTUNYA, CEPAT!"

Tak lama, muncul wajah Renatha yang terlihat sangat kesal. Amber menelan ludahnya dengan susah payah. 'Habislah aku! aku akan diterkam oleh rajanya binatang buas.'

"Bagus, Amber! Kenapa harus pulang? Tidak menemukan nasi di sana, ya?"

"Eh ... I--ibu ini bisa saja. Ak--aku pulang karena tidak lapar, tetapi ...."

"Tapi apa, ha? Jangan bertele-tele!"

"I--itu ...," Gagapnya sambil menunjukkan sesuatu yang ia bawa tadi dari hutan. Renatha terkejut bukan main. Matanya melotot lebar kearah Amber seolah tidak percaya dengan apa yang dibawa olej anak kesayangannya ini. Ia bergegas menghampiri tubuh tak berdaya pria asing itu.

"YA AMPUN, AMBER! apa yang telah kau lakukan pada pria ini!? Kau menusuknya ...?!"

"A--APA ...!? KENAPA JADI AKU YANG SALAH?!"

"Lalu ini apa? Kau bisa menjelaskan pada Ibu? Ada luka tusukan belati di dadanya, dan kau selalu membawa temanmu itu ke mana pun kau berada. Kau menusuknya, kan? Apa yang dia lakukan padamu!?"

"Hey, Ibu dengarkan aku dulu! Aku belum bercerita apapun padamu tapi Ibu langsung saja membuat karangan sendiri! Aku tadi menemukan pria ini terjatuh dari ketinggian dengan keadaan seperti itu. Aku hanya membantu mencabut belatinya saja dari dadanya!"

"Jadi ... Semua ini bukan murni kesalahanmu? Lalu, apa yang terjadi padanya sampai seperti ini?"

"Mana aku tahu! Tanyakan saja padanya saat ia bangun nanti. Sekarang kita bawa dia ke dalam dan segara obati saja. Sebelum dia mati kehabisan darah!"

"Ya ya, baiklah. Ayo kita angkat bersama-sama."

Amber dan Renatha akhirnya mengangkat tubuh besar pria itu masuk ke dalam rumah mereka. Rumah mereka terdapat dua kamar, dan mereka menidurkan tubuh pria itu di kamarnya Amber.

Renatha bergegas pergi ke kamarnya untuk mencari obat yang sekiranya bisa membantu mengobati luka pria itu.  Rentha kembali dengan obat di tangannya, tapi dia mematung di depan pintu Amber.

Apa yang dia lihat sekarang sungguh tidak pernah ia bayangkan sebelumnya tentang putrinya itu. Tangan ramping Amber tengah membelai lembut wajah pucat pria itu dan senyumannya ... Terlihat seseorang yang jatuh cinta pada pandangan pertama.

Renatha menggelengkan kepalanya guna mengusir pemikiran konyol barusan. Anaknya itu baru bertemu dengan pria asing ini dan mereka tidak saling terlibat dalam obrolan apapun, jadi mana mungkin perasaan itu tumbuh? Anaknya itu mungkin hanya menganggumi pria tampan itu saja, dan itu normal.

Amber yang sudah tersadar dari kegiatannya menganggumi seseorang di depannya, merasa bahwa ibunnya itu sangat lama hanya untuk mengambil obat saja. Kepalanya menoleh ke pintu dan melihat ibunya diam mematung, menatapnya.

Amber mengangkat satu alisnya, bertanya-tanya. 'Ibu kenapa? Apa yang dia lihat dariku sampai seperti itu? Apa aku terlalu cantik sampai dia tidak bisa berkedip?'

Amber berdiri dari duduknya dan segera menyambar obat yang berada di tangan ibunya. Renatha terkejut, matanya melotot garang pada sang anak. Amber mengangkat bahunya seolah tidak peduli dan kembali duduk, mulai mengoleskan obat di luka pria itu.

Tangannya gemetar saat dia harus menyibak pakaian yang dikenakan pria itu. Sosok di depannya ini begitu sangat sempurna. Rasa-rasannya Amber ingin memeluk tubuh kokoh itu dan tidur di atas dada bidangnya. Rentha meneliti setiap gerakan putrinya lalu tersenyum menggoda

"Ekhem ... Jadi mengobati atau menikmati pemandangan?"

"E--eh ...?!"

"Ayolah, Amber. Jangan kira ibu tidak tahu apa yang sedang kau pikirkan barusan, itu terlihat jelas di wajahmu."

"M--memang apa yang sedang aku pikirkan?! Apa Ibu mau mencoba menjadi dukun?"

"Jangankan dukun, orang dengan mata minus pun tahu apa yang ada dalam imajinasimu. Wajah merah seperti kepiting rebus dan mata yang fokus pada satu titik."

"Itu tidak benar, aku tidak seperti itu! Sudahlah, Ibu saja yang mengobatinya. Aku mau tidur!"

Selepas kepergian Amber yang merajuk sekaligus malu karena godaannya, Renatha tertawa lepas. Bahagia rasanya jika setiap hari bisa mengerjai Amber. Anak itu memang spesial sekali untuknya. Selesai dengan urusan tertawanya, dia pun melanjutkan pekerjaan Amber.

AMBER and the vampire prince (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora