𖧷 26 𖧷

465 25 0
                                    

Netra sipitnya menebar pandangan ke sekeliling nya. Begitu ramai dengan para calon penumpang pesawat yang kini mondar mandir di sekitar nya dengan beberapa koper yang tengah di tarik di belakang tubuh mereka.

Melangkah dengan santai sambil beberapa tengah berbincang dengan seseorang di seberang telepon yang menempel pada telinga.

Helaan nafas keluar dari bibir tebal yang tengah memucat. Sebuah syal pun bertengger di leher guna memberikan kehangatan menghalau udara yang saat ini terasa cukup dingin.

"Paman, apa kakek dan nenek tidak  datang?" Tanyanya pada pria tampan berbahu lebar yang tengah menatap serius ke arah layar ponselnya.

Seokjin yang mendengar pertanyaan dari keponakan tersayangnya pun seketika menolehkan kepalanya pada si manis yang duduk dengan gusar di atas kursi rodanya.

Senyum Seokjin pun terbit dengan benda persegi yang kini beralih masuk ke dalam kantong kemejanya dan tangan kirinya kini meraih tangan mungil Jimin yang terlihat saling bertaut.

"Maaf Jimin, kakek dan nenek Jeon tidak bisa datang. Kakek Jeon saat ini tengah bersiap pergi ke Jepang untuk perjalanan bisnis. Kalau kakek Kim beliau sedang ada pertemuan dengan klien penting. Tapi, kau tak perlu khawatir mereka sudah berpesan untuk paman agar menjagamu di London." Jelas Seokjin yang kini merasa tak enak pada Jimin.

Karena yang sebenarnya, mereka tak mau datang sebab tak ingin terlihat bersedih di depan cucu kesayangan mereka. Sebab, mereka takut jika Jimin akan membatalkan keberangkatan nya ke London untuk pengobatannya.

Setelah beberapa menit terdiam, Seokjin tampak mengerutkan keningnya saat ia melihat Jimin terlihat menunduk dengan raut sedihnya. Entah karena apa keponakan manisnya kini terlihat tak tenang.

"Jimin sayang, waeyo? Ada sesuatu yang ingin kau katakan?"

Tangan besar Seokjin pun membelai kepala Jimin yang tertutup Beanie hat berwarna kelabu. Sedetik kemudian pria itu menghentikan gerakan tangan nya dengan perasaan sedih kala mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu saat ia memasang benda itu di kepala pemuda manis itu.







Flashback

Pagi itu Seokjin tengah berbenah barang-barang Jimin di kamar pemuda itu. Sebuah tas besar berada di tangannya dengan beberapa potong pakaian ia masukkan ke dalam tas itu.

Jika kalian pikir Seokjin sendirian di dalam ruangan itu, kalian salah. Jungkook berada di dalam kama itu, duduk di atas ranjang putranya sambil menatap pada Sepupunya yang tengah memasukkan pakaian milik putranya.

"Hyung, kau yakin akan membawanya ke London?"

Suara berat Jungkook mengusik pendengaran Seokjin sehingga pria itu pun menghentikan kegiatannya dan menoleh pada pria yang tengah menunduk dengan menautkan kedua tangannya satu sama lain.

"Sangat yakin Jungkook, demi kesembuhan nya dan tentunya aku tak ingin keponakan satu-satunya mati di tangan ayahnya." Seokjin berucap sarkas membuat Jungkook mengepalkan kedua tangannya di atas paha.

"Tak bisakah kau tidak berpikiran buruk seperti itu? Aku punya hati untuk—

"Ouw! Punya hati, really? all bullshit! Jika kau punya hati lalu selama ini apa?! Jimin hampir terbunuh karena ayahnya yang menyimpan dendam pada putranya sebab membuat wanita yang melahirkan nya mati di meja operasi! ITU YANG KAU SEBUT PUNYA HATI?!" 

Amarah Seokjin seketika meledak saat itu juga. Wajah memerah dengan nafas memburu, terlihat begitu emosi saat mendengar ucapan Jungkook membuat hatinya seketika mendidih.

[D.I.S] Daddy, I'm Sorry  ✔Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon