•| Chapter 9 |•

Start from the beginning
                                        

Lesya memang dibiarkan tinggal di Indonesia untuk mencari dalang dari kematian Zios. Christine sempat menolak keinginannya, mengusulkan jika Neneknya saja yang menyuruh orang untuk mencarinya. Namun, Lesya menolak. Dia ingin berusaha sendiri dan ingin tau siapa orang itu sekalian balas dendam.

Walaupun dibiarkan tinggal di Indonesia, nyatanya Lesya tetap harus menghadiri acara-acara penting seperti kemarin. Selama dua hari dimulai malam sabtu, dia sampai di Canberra. Menghadiri acara ulang tahun sepupunya Keisha, berlanjut dengan makan malam.

Dia tidak bisa menolak walaupun sebenarnya lelah jika harus bolak-balik Jakarta-Canberra.

"Ouh," Riana manggut-manggut. "Tapi, untung absen lo izin."

Bruk!

Seseorang menabrak bahu Lesya dengan sangat kerasnya. Gadis itu mengaduh kesakitan. Melihat seorang cewek rambut panjang bergelombang sebagai pelakunya.

"Jalan liat-liat, dong!" sentak Ziva. Cewek yang sebenarnya menabrak Lesya. "Ah, lo lagi lo lagi. Bitch!"

Naura mendelik, segera memindahkan Lesya—menempatkannya di posisi yang aman. "Batch bitch batch bitch! Elo yang harusnya jalan yang bener, Kak."

"Temen gue jalannya bener. Lo aja yang nggak liat-liat ada orang apa nggak!" tambah Riana membuat suasana mulai memanas. "Nih sekolah bukan punya lo. Jangan semena-mena."

"Berani lo semua gue?!" tantang Ziva bersiap untuk maju.

"BERANI!" balas Naura dan Riana kompak membuat Ziva mendelik mendengarnya.

"Ngapain gue harus takut? Sama-sama makan nasi. Kecuali kalo lo kanibal," balas Naura. Sangat siap jika harus melawan Ziva.

"Iiihhh, anjing ya, lo!" umpat Ziva menggeram kesal hendak maju. Begitu pun dengan Naura, tapi mereka berdua ditahan Haidar.

"Heh! Udah udah! Ngapa jadi berantem, dah?! Bubar nggak!"

"Dia duluan nih, yang nyari gara-gara," adu Naura.

"Heh, cewek centil! Lo duluan ya, yang ngajak gue berantem," balas Ziva tidak terima.

"Yang sopan dong, sama senior!" seru Freya.

"Dih? Gue sopan sama kakak kelas kayak lo? Ogah banget lah, yaw," balas Naura sambil mengibaskan rambutnya sok cantik.

"Dasar junior nggak sopan!" seru Rani membuat amarah Naura terpancing.

"Buat apa gue sopan sama lo, hah?!" balas Naura sambil melotot galak, berkacak pinggang.

Dengan cepat Haidar membawa Naura pergi diikuti ketiga temannya yang lain. Cowok itu tidak ingin temannya bertengkar dengan senior mereka yang suka membuat ulah.

"Lo tuh, ngapain sih, pake bawa gue pergi?" gerutu Naura berusaha menjauhkan lengan Haidar dari bahunya. "Kesel banget tau nggak gue sama dia."

"Kalo lo berantem nanti urusannya makin panjang. Emang lo mau berurusan sama pak Budi?" balas Haidar membuat Naura mengerucutkan bibirnya kesal.

"Ya udah, lepasin gue. Keseret-seret tau nggak?"

Haidar akhirnya menjauhkan lengannya dari bahu Naura. Mereka berlima meneruskan langkah menuju kantin yang sempat tertunda karena Ziva—senior yang paling Naura benci karena sikapnya yang selalu semena-mena seolah dia pemilik sekolah membuatnya emosi.

"Sakit nggak pas Ziva nabrak lo?" tanya Naura tanpa ada embel-embel 'Kak' pada seniornya yang menyebalkan setelah makanan tersaji di hadapan mereka.

Lesya yang sedang mengunyah makanannya menggelengkan kepala. "Nggak terlalu, sih."

Dangerous NerdWhere stories live. Discover now