FORTY NINE ✧ CONFUSED

14K 562 35
                                    

Jessi mengalami pendarahan tengah malam, dan bodohnya, gadis itu tidak membangunkan Felix dan malah menelpon ambulan sendiri.

Felix yang langsung membuka matanya saat mendengar sirine ambulan terkejut bukan main. Nyawanya masih belum terkumpul sepenuhnya, samar-samar ia melihat Jessi tersungkur di lantai, berusaha keluar kamar sambil mengesot dan memegangi perutnya. Felix melihat darah mengalir melewati betis Jessi. Ia panik, langsung menggendong Jessi, menuruni tangga cepat-cepat dan menghampiri ambulan.

Felix tidak sempat mengganti pakaian, ia hanya memakai boxer hitam dengan kaos hitam pendek, penampilannya tidak penting sekarang ini, yang ia pikirkan hanyalah Jessi.

Sepanjang jalan menuju rumah sakit, Felix berpikir, mencoba menerka apa yang terjadi pada Jessi, apakah ia sudah ingin melahirkan? Tapi tidak, usia kandungannya baru akan menginjak tujuh bulan, seharusnya tidak sekarang. Ya Tuhan, ia tahu persis pendarahan saat hamil bukanlah suatu hal yang dapat diremehkan, ia takut anak yang berada di dalam kandungan Jessi terluka, bagaimana jika Jessi keguguran? ia tidak akan pernah bisa menerima kenyataan itu, begitu juga Jessi tetunya.

Tidak sampai lima belas menit, mereka sudah sampai rumah sakit. Jessi segera di tangani oleh dokter, dan syukurlah ia hanya pendarahan ringan akibat benturan, Jessi sama sekali tidak menyadari kapan ia terbentur. Tapi, dokter juga mengatakan bahwa bayinya berpotensi lahir secara prematur karena ia mengalami stress.

"Maaf, tapi.. apa ada masalah dengan suami?"

Dokter perempuan itu bertanya, membuat Jessi berpikir sejenak.

"Tidak dok.."

Sang dokter tersenyum lalu mengangguk mengerti, kemudian memegang tangan Jessi sambil berkata,

"Apapun masalahnya, akan lebih baik jika ibu bicarakan pada orang terdekat, karena stress dalam kondisi sedang hamil dapat berakibat fatal."

Jessi hanya mengangguk. Dokter itu berjalan keluar, segera di sambut oleh Felix yang menunggu dengan panik di depan pintu.

"Dok, istri saya kenapa?"

"Tidak apa-apa, hanya benturan ringan, anda tidak perlu khawatir."

Dokter itu tersenyum, lalu kembali berjalan. Sementara Felix langsung menghampiri Jessi yang masih berbaring lemah di atas tempat tidur.

"Jess.. honey.. mana yang sakit?"

Jessi hanya menggeleng sambil tersenyum, lalu kembali sibuk dengan pikirannya. Kata-kata dokter perempuan tadi tidak bisa lepas dari pikirannya.

✧✧✧

Dua minggu berlalu, sejak keluar dari rumah sakit, Felix memperlakukan Jessi dengan sangat baik layaknya putri kerajaan. Tapi pikiran Jessi masih terpaku pada kata-kata dokter perempuan yang saat itu menangani pendarahannya.

"Apa ada masalah dengan suami?"

Jessi sendiri tidak tahu. Ia menjadi sangat sensitif sejak hamil, dan ia menyadari bahwa ia terlalu memikirkan banyak hal. Ia dan Felix tidak mengalami masalah, hanya saja ia merasakan ada yang harus ia lakukan. Instingnya berkata bahwa ia harus menjauh dari Felix. Tapi Jessi mencintainya, sangat mencintainya.

"Hey sweetheart,"

Kecupan di keningnya membangunkannya dari lamunan.

"Loh... kapan pulang?"

Felix tersenyum, lalu mengusap puncak kepala Jessi.

"Baru kok."

"Anyway, i bought you something!"

DominantDonde viven las historias. Descúbrelo ahora