THIRTY TWO ✧ PUPPET

21.4K 630 29
                                    

Felix menceritakan semua yang ada di pikarannya kepada Jessi. Entah mengapa, mulutnya seakan berbicara tanpa diperintah. Tanpa henti. Sementara Jessi mendengarkan dengan tenang sambil menatap Felix tidak percaya.

Felix hebat. Ia benar-benar pria yang kuat. Mampu menghadapi semua itu sendirian, dan memendam semua kenangan buruknya sampai saat ini.

"They say i'm the worst kid ever."
"Son of a bitch.."

Bertahun-tahun Felix dilontarkan hinaan seperti itu. Anak seorang jalang, anak penjudi, banyak orang bertanya-tanya Felix akan menjadi seperti apa nantinya. Apakah ia akan menjadi penjudi seperti ayahnya? atau bahkan lebih parah.

Felix kecil tidak punya tempat bercerita. Tidak punya teman. Ia bahkan tidak tahu bagaimana caranya bercerita, ia tidak tahu bagaimana menunjukkan ekspresinya. Ia tidak pernah menangis, ia juga tidak pernah tersenyum. Ia tidak pernah mengerti apa nama perasaan yang dirasakannya. Ia tidak kenal apa itu sedih, ia tidak kenal apa itu senang, ia tidak tahu emosi. Tidak ada yang mengajarinya akan hal itu. Kedua orang tuanya sama sekali tidak memperdulikannya.

Ayahnya selalu menyiksanya. Sementara ibunya tidak pernah mau berbicara dengannya, bahkan menatapnya saja bagai jijik. Ibunya menyesal melahirkan Felix. Ia merasa melahirkan bencana. Bagi keluarganya, bagi suaminya, bagi dirinya sendiri. Kalau bukan karena Felix, ia tidak akan menjadi jalang. Ia benci Felix.

Sampai akhirnya, orang tua Felix mengirimnya ke New York untuk dijadikan sebagai budak. Felix berumur enam tahun saat itu, ia dibawa menggunakan kapal laut, bersama anak-anak lain yang juga diperjual-belikan.

Saat sampai di New York, Felix diberikan kepada seorang pria tua yang kasar. Ia tidak lagi mengemis, tapi pekerjaannya menjadi lebih berat. Ia harus melayani pria tua itu. Apapun yang diinginkan pria itu, harus dituruti. Jika tidak, ia akan diberi hukuman. Tapi Felix begitu pintar, ia melakukan semua pekerjaannya dengan sempurna. Ia tidak pernah mendapat hukuman, selain itu, Felix juga pandai mengambil hati tuannya. Sampai suatu hari, Felix berhasil mengambil kesempatan untuk melarikan diri dengan alasan berbelanja.

"Felix.."

Jessi menyentuh pipi Felix, mengusap rahang yang mengeras itu, membuat Felix merasa sedikit lebih tenang.

"You okay?"

"Yes. Cause i'm with you.."

Jessi tersenyum tipis mendengar jawaban Felix. Ia tahu Felix tidak baik-baik saja. Ia tahu Felix tidak mau mengingat itu semua, ia tahu Felix selama ini memendam semuanya seorang diri. Ia tahu Felix lelah.

"So.. you've been a slave..?"

Felix mengangguk. Meski benci untuk mengakuinya, tapi itulah kenyataannya.

"Then.. Where are you running?"

"Orphanage."

Felix genius sejak kecil. Ia tahu bagaimana caranya bertahan hidup. Ia tahu harus pergi kemana. Saat itu, Felix meringkuk sambil terengah-engah di depan panti asuhan. Seorang suster disana menghampirinya. Felix bahkan masih ingat nama suster itu. Lily. Suster Lily. Ia perempuan yang begitu tulus, layaknya bunga Lily yang suci. Tidak ada kepura-puraan. Semua yang ia lakukan didasarkan oleh hati yang tulus.

suster Lily menyayangi Felix melebihi kasih sayang ibu kandungnya sendiri. suster Lily mengajarkan banyak hal. suster Lily merawat tubuh kecil kurus keringnya, mengganti baju lusuhnya menjadi pakaian yang layak. Yah, Felix benar-benar dijadikan budak. Tidak diberi pakaian, juga tidak di beri makan. Ia hanya makan sisa-sisa makanan tuannya.

Bersama suster Lily, ia merasa menjadi seorang manusia, seorang anak. Ia makan dengan teratur, ia mandi sebanyak dua kali dalam sehari, ia tidur dengan cukup. Bahkan ia dibacakan cerita sebelum tidur. Untuk pertama kalinya sejak ia lahir, ia merasakan kebahagiaan. Ia merasakan kehangatan.

DominantWhere stories live. Discover now