❁Daisy 00.10❁

22.5K 2.5K 95
                                    

Tekan dulu bintang di samping layar ponselmu.
(っ'-')╮=͟͟͞͞)ꐦ°᷄д°᷅)

H a p p y R e a d i n g

Daisy pov.

Setelah menghabiskan waktu sebentar disana dan berkenalan dengan satu persatu anak panti, aku segera bergegas pulang sebelum Aster terbangun.

Raut bingung amat kentara diwajah mereka sebab ku tanyakan kembali nama-namanya dengan alasan lupa.

"Ugh! Ayolah fokuskan pikiranmu Daisy! Tidak mungkin kau akan mempercayai anak kecil itu...kan?"

Tapi dia tidak sama sekali mencerminkan seorang anak kecil dimataku, dan. darimana juga dia tau kalau aku bukan berasal dari sini? Apakah bola mataku memang berbeda dengan Daisy? Kenapa tidak pernah kelihatan olehku didepan cermin!

Aku menggeleng berusaha menepis kemungkinan-kemungkinan dalam benakku.

Sebelum pulang aku ingin berkunjung kesuatu tempat dulu, kutepikan motorku didepan sebuah Coffee Shop sisi jalan yang tampak sepi pengunjung, oh tidak. Tapi ada satu mobil mewah berwarna hitam yang baru datang, sepertinya sang pengendaranya juga akan memasuki tempat ini.

Cklek...

Begitu memasukinya aku hanya bisa terbengong melihat betapa sedikit pengunjung yang datang.

Tidak aneh sih, mungkin karena disain dari tempat ini yang terlihat kuno juga sedikit kotor.

Ku dekati stand coffee nya, meskipun sepi pengunjung tapi masih ada tiga orang yang bekerja disini dengan giat.
"Permisi apakah Bos kalian ada disini?"

Mereka langsung menghentikan pekerjaannya.

"Bos kami sedang keluar negri Mba, memang ada apa?" tanya seorang pria manis berkacamata.

"Aku hanya ada perlu dengannya mengenai cafe ini, sebab pernah kulihat poster di internet kalau Cafe ini akan dijual."

Ketiganya menatap satu sama lain seakan memberi sinyal.

"Bos kami tidak masuk hari ini Mba, datang lain kali saja kesini karena cafe ini akan buka duapuluh empat jam hanya untuk wanita secantik Mba nya," aku menatap horor pria muda dengan kulit putih yang tengah mengedipkan sebelah matanya.

Plak!

"Jangan ditanggepin Mba, dia emang dasarnya playboy cap buaya ragunan," aku ingin tertawa melihat pria berkaca mata itu menggeplak wajah temannya hingga ia meringis sakit.

"Maaf ya Mba, mereka berdua emang gak waras. Kalau ada perlu dengan Bos nanti saya akan menghubunginya untuk datang," ucap gadis tadi.

Aku mengangguk.
"Yasudah, tuliskan nomer sama nama kamu," kuserahkan ponselku padanya.

"Ekhm... Nomer saya gamau nih?" Lagi-lagi brondong itu menggodaku sambil menopang dagunya dengan satu tangan.

"Tidak makasih," ucapku singkat, padahal umurku yang asli masih sangat muda tapi di dunia ini aku harus tau batasan ku apalagi sekarang statusku sudah menjadi istri.

DAISY (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang