Dia belum sempat bertemu dengannya. Hanya gundukan tanah ini yang menunjukan padanya, jika orang tersayangnya sudah tidak ada di dunia lagi.
"Aku ... kangen banget sama kamu Zios," ucapnya lirih. Menatap ukiran nama di batu nisan dengan sorot mata sendu.
Mackenzie Zioshaka Abishanza.
"Kangen kebersamaan kita yang cuman sebentar ...."
"Kenapa kamu harus pergi duluan, Zios ...."
"Kenapa?"
Gadis itu terisak saat dadanya semakin terasa sesak mendapatkan kenyataan pahit saudaranya sudah pergi jauh.
Menundukan kepalanya, dia membiarkan air matanya meluruh. Menumpahkan semua kesedihan yang harus dia terima.
Ini rencana Tuhan. Pasti ada hikmah di balik semuanya.
Namun, gadis itu benci berada dalam keadaan ini. Liburan tahun ini, adalah liburan yang sangat gadis itu benci.
"It's so hurt ..." ucapnya di sela isak tangis sambil memegangi dada yang terasa semakin menyesakan. Dia tidak berbohong. Rasanya menyakitkan sekali ditinggalkan orang tersayang.
Gadis itu mengusap air matanya. Memandang gundukan tanah di hadapannya dengan wajah sembap.
"Aku pulang ..." pamitnya sambil beranjak berdiri.
Kakinya mulai melangkah keluar dari pemakaman. Tidak ada yang menyangka dan tidak ada yang seberani gadis itu. Mengunjungi makam di malam hari.
Mereka yang masih waras mungkin menganggap hal ini adalah gila. Datang ke makam saat malam hari dan ada kemungkinan besar bertemu makhluk halus. Namun, tidak dengan gadis itu. Dia sama sekali tidak takut dengan apa pun, kecuali rasa kehilangan. Mengunjungi makam saat malam hari dan di suasana yang sepi adalah waktu yang tepat baginya. Karena saat jam tersebut, dia bisa menumpahkan semua kesedihannya.
Quinnsha atau kini dipanggil Lesya itu menghampiri motor sport hitam bercorak silver miliknya yang terparkir sendirian. Dia memakai helm full facenya di kepala sebelum melajukan motornya meninggalkan pemakaman tempat terakhir orang kesayangannya beristirahat.
• Flasback On •
"Halo, Zios, apa kabar?" sapa Quinnsha ketika teleponnya sudah diangkat. Gadis itu merebahkan tubuhnya dengan posisi tengkurap. Melakukan video call untuk menghilangkan rasa rindu dan lelahnya.
"Halo, Quinnsha! Kabar aku baik," Zios membalas dengan ceria. "Kamu sendiri apa kabar? Aku tebak pasti kurang baik," tebaknya tepat sasaran saat melihat wajah kembarannya tampak pucat. Beda sekali jika dia berada di rumah bersamanya. Wajahnya selalu berseri dan berwarna.
Bibir Quinnsha langsung merengut saat kembarannya dapat menebak apa yang kini dia rasakan. "Iya, nih. Aku baru aja latihan tembak. Tapi, selalu gagal. Sama Grandpa dihukum."
"Dihukumnya ngapain?" Zios ikut bersedih mendengar nada adik kembarnya menahan tangis.
"Lari keliling lapangan dua puluh lima kali," jawab Quinnsha. Lalu, setetes air mata jatuh di pipi tirusnya. Tidak seperti Zios yang tembam sebab makan banyak dan enak di rumah. Makan masakan Maurel—Mommy mereka.
Tak lama terdengar suara isak tangis. Terdengar sangat pilu dan menyayat hati. Wajah Quinnsha menghilang dari layar. Hanya rambutnya yang kelihatan.
Zios memberikan waktu untuk saudara kembarnya menumpahkan semua emosi yang terpendam. Dia tau apa yang tengah dirasakan adiknya itu. Kalau pun dia berada di posisinya, sudah dapat di pastikan Zios tidak akan sanggup.
"Hiks hiks hiks, I'm so tired," isak Quinnsha.
"Zios ...."
"Ya, Quinnsha," balas Zios dengan suara serak. Dia diam-diam menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Nerd
Fantasy#AREGAS SERIES 2 Lesya yang merupakan seoarang cold girl yang memiliki mata setajam elang dan disegani anak buah Papanya berubah menjadi gadis cupu yang masuk ke dalam sekolah swasta elite dan terkenal di Ibukota untuk mencari tau alasan meninggalny...
•| Chapter 3 |•
Mulai dari awal
