Stranded pt. end

3 1 0
                                    

05.45-06.27

Setelah terbangun sebelumnya, kuputuskan untuk tidur lagi. Karena menyadari masih ada waktu sebelum aku pergi kerja.

"kau sudah bangun ?" Kata Vena melihatku dari meja belajarnya.

"Apa yang terjadi?" Kataku memegang kepalaku yg terasa pusing.

"Itu ada makanan, makanlah dulu." Menunjuk meja sebelah dengan dua potong roti dan segelas minuman sirup.

"Makasih." Kataku padanya.

Vena mengambil sebuah buku besar. Lalu duduk disampingku dan memperlihatkan salah satu pulau.

"Ini adalah lokasi kita berada." Katanya menunjuk.

"Aku tak bisa membacanya." Kataku mengernyitkan dahi sambol melahap sepotong roti. Tulisannya menggunakan simbol.

"Oh, kalau begitu ini keseluruhan gambar pulaunya." Membalik lembaran kedua

Aku takjub melihat gambaran nya, karena mirip pulau jawa namun dengan simbol simbol aneh.

Anehnya tanganku langsung menunjuk salah satu daerah disitu yg menurutku adalah kota Semarang.

"Ini apa ?"

"Oh itu ibu kota, klein stad."

"Apa ?"

"Klein stad." Jelasnya lagi.

(Jujur penulis (aku) baru ngeh bahwa kata klein ini mengacu pada kota Semarang, tepatnya di kota lama. Ada julukan Klein Nederlands atau Little Netherlands. Penulis ingat setelah browsing dan membaca novel remaja lawas favorit penulis dulu waktu SMP. Judulnya Incognito by Windhy Puspitadewi yang ceritanya time traveller)

"Jauh dari sini ?" Lanjutku melihatnya

"Lumayan."

Aku langaung ingat bahwa sebelumnya aku diberi uang dari Varrel dan mengambilnya dari salah satu saku celanaku.

"Apakah uang segini cukup?" Kataku mengeluarkan uang yang diberi dari Varrel sebelumnya.

"Cukup, untuk hanya sampai disana dengan bis."

Aku menghela nafas panjang, lalu memasukkannya lagi di kantong.

"Oh bagus, aku akan berangkat setelah ini."

"Buru buru ?" Tanya Vena.

"Tak ingin merepotkan kalian lagi." Kataku sambil.

"Maaf, soal tadi." Kata Vena.

"Ya, aku juga minta maaf." Kataku sambil menyelesaikan roti itu, dan meminum air sirup. Belum selesai tiba tiba tangannya menarik wajahku dan . . . .

Vena mencium ku dan meminum sebagian air itu yang ada di mulutku separuh.

"Rasa raspberry nya lebih enak." Kata nya sambil tersenyum.

Raut wajahku kaget dan malu. Vena lalu membuka kamarnya dan pergi ke dapur. Aku melihatnya dari cela pintu yang terbuka, ia pun berbicara pada ibunya lalu ibunya melihatku sejenak dan kembali berbicara. Dari kejauhan terlihat keduanya setuju akan pembicaraan. Tak lama, Sena memberikan sesuatu pada Vena dan dia kembali keatas.

"Kamu nguping ?" Katanya.

"Enggak dengar apapun."

"Bagus, ini." Ucapnya memberikanku sebuah kresek.

"Ini apa?" Kataku menerima bungkusan itu, lalu melihat sebuah keetas yang di kunci dengan karet gelang.

"Bekal. Perjalanan cukup jauh, pastinya kamj akan kelaparan nanti dan uang yang kau punya tak mungkin cukup." Jelasnya

"Oh iya makasih." Kataku.

"Katakan, apa kau punya peralatan canggih hingga sampai di sini ?." Tanya Vena.

"Aku tak ingat, tiba tiba aku terbangun di kamar ini." Jawabku

"Sebuah pilihan yang salah ketemu cewek yang psiko kan ?" Katanya dengan senyum kecil.

"Menurutku juga begitu, tapi itu tak begitu buruk."

"Semoga kau mau kembali lagi kesini." Kata Vena Malu

"Untuk apa ? Agak aku bisa ditusuk lagi dengan gunting." Tanyaku mengejek.

"Oh, pengen lagi ?" Tantang nya.

"Brutal. Haha" Kataku tertawa kecil.
"Sepertinya kau tak punya banyak teman dengan semua ini." Jawabku melihat kamarnya

"Benar, dan ini nyaman." Katanya menyetujui.
"Maka dari itu jika hal seperti ini diambil, aku akan lebih liar." Lanjutnya.

"Semua yang datang akan pergi, walaupun mereka tinggal cukup lama. Aku belajar dari itu." Kataku padanya memandang langsung ke mata Vena.

"Kayaknya aku belum siap dengan semua itu, tapi aku akan bersiap." Balasnya dengan senyum.

"Oke, jadi udah mau pamitan?" Tanya nya.

Ku balas dengan mengangguk.

"Ayo turun." Ajak Vena

Setelah itu, kami keluar kamar dan aku berpamitan dengan semua orang. Ibu memintaku untuk berkunjung kapan-kapan. Ya aku bilang bahwa aku tak menjanjikan itu, tapi semoga bisa bila ada waktu.
Satu bis pun lewat depan rumah mereka, akupun naik seorang tanpa barang bawaan.

Dari pintu bis aku melihat mereka semua yang melambaikan tangan kecuali Vena yang memalingkan wajahnya. Aku membalas dengan senyum dan duduk di salah satu kursi. Aku tertidur disitu dan aku pun terbangun kembali di dunia nyata.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 21, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Jurnal Mimpi (Nothing's Special About It)Where stories live. Discover now