08. Rasa Apa Ini?

21 3 1
                                    

Tingkah sederhana itu membuat aku tersenyum tanpa sadar.

AKDI, Juli 2022

***

Keisya tengah berada di supermarket untuk membeli beberapa camilan titipan mamanya. Ia mengambil makanan ringan yang biasa perempuan paruh baya itu beli. Lalu, terdapat seseorang yang tiba-tiba membenturnya. Keisya kembali mengambil makanan di rak karena tidak ada barang miliknya yang jatuh dan orang itu juga langsung pergi.

Selang beberapa menit, Keisya menuju kasir. Ia menaruh barang-barangnya di meja kasir untuk ditotal harga. Ia menoleh ke belakang, terdapat beberapa orang yang mengantre. Rupanya supermarket itu cukup ramai.

"Totalnya 500.000, Kak." Karyawan yang berada di kasir itu mengatakan noominalnya pada Keisya.

"Baik, Kak. Sebentar," ucap Keisya sembari merogoh tasnya.

Keisya cukup lama mencari dompet di dalam tas, sampai-sampai orang yang berada di belakangnya berseru dan berbisik-bisik. Ia lumayan panik ketika dompet yang dicari tiba-tiba hilang dari tasnya. Padahal gadis itu ingat sekali bahwa tak pernah meninggalkan barang penting tersebut.

"Ayo, cepet! Supermarket ini bukan hanya mau melayani kamu!" 

"Lama banget."

"Apa dia pura-pura bingung agar bisa mencuri?"

Keisya semakin gigih mencari dompet itu kala orang-orang di sekitarnya tak bisa berhenti mendesak. Tak mungkin ia pergi sebelum membayar dan sama sekali tak ada niat menipu supermarket itu.

"Kak, dompet saya tiba-tiba nggak ada dalam tas," kata Keisya dengan raut wajah ketakutan.

Orang-orang langsung berseru marah dan mengatakan hal-hal yang tidak layak didengar oleh Keisya. Gadis itu menutup wajahnya malu dan tidak tahu harus melakukan apa di suasana ramai seperti sekarang.

"Mbak, satukan pembayaran punya saya dengan dia," ujar seorang laki-laki sembari memberikan kartu kredit pada kasir.

Keisya langsung mendongak mendengar ucapan itu. Bahkan, ia terkejut saat melihat sosok lelaki yang tak asing baru saja menolongnya. Setelah pembayaran itu selesai, kedua remaja itu langsung menjauh dari kasir dan keluar supermarket.

"Kak, makasih," celetuk Keisya dengan perasaan tidak nyaman.

Cowok itu menoleh. "Santai aja," jawabnya sembari tersenyum tipis.

"Nanti aku ganti, kok." 

Keisya tertawa kecil pada pemuda itu yang tak lain adalah Fadlan, ia merasa bersalah karena sering merepotkannya. Bahkan, seperti kebetulan saat terjadi sesuatu, lagi-lagi cowok itu yang membantu. 

"Tenang aja udah, aku bukan rentenir." Fadlan hendak memasuki mobil, tetapi Keisya menghentikannya lagi.

"Hm, aku traktir makan besok sore, boleh?" tawar Keisya tiba-tiba. Ia juga tak mungkin mengajaknya sekarang sebab uang saja tidak ada.

Fadlan menaikkan alis, untuk apa gadis itu menawarinya traktiran? Cowok itu masih bergeming sebab tak tahu harus menjawa apa.

"Ah, ini sebagai ucapan terima kasih saja," imbuh Keisya karena keadaan berubah canggung. "Tapi, kalo Kak Fadlan gak bisa--"

"Di mana tempatnya?" potong Fadlan membuat Keisya refleks tersenyum lebar karena tawarannya diterima oleh pemuda itu.

***

Restoran sederhana yang dihiasi beberapa lampu dan bunga-bunga kecil menjadi pilihan mereka sore itu. Keduanya juga langsung memesan makanan dan minuman sesuai selera masing-masing. 

"Selamat makan, Kak," kata Keisya setelah makanan tiba di hadapannya.

"Terima kasih," sahut Fadlan dengan ramah.

Fadlan menikmati makanan itu, ia tak sengaja melihat Keisya yang begitu lahap memakan ayam kecap. Tiba-tiba pikirannya melayang pada perkataan Shafa tentang dirinya yang harus mencoba membuka hati baru untuk gadis di depannya itu.

"Kenapa?" tanya Keisya saat melihat Fadlan melamun sembari melihat dirinya.

Fadlan mengerjap. " Ah, nggak papa. Lanjut makan," balas cowok itu seketika menjadi gugup.

Perempuan cantik itu tersenyum, lalu kembali menunduk dan melanjutkan makan. Ia tak begitu mementingkan apa yang dipikirkan cowok itu. Terpenting, ia sudah mentratir makan sebagai balas budi meskipun tahu hal itu tak akan sebanding dengan pertolongan Fadlan.

Fadlan memeriksa jam tangannya. "Kei, hampir pukul enam. Aku antar kamu pulang, sebentar lagi malem," ucap Fadlan sambil memasang jaket.

Keisya mengerutkan alis. "Kok, tiba-tiba, Kak?" tanya gadis itu.

"Nanti Papa kamu marah pulang nggak tepat waktu," sahut Fadlan tanpa sadar dengan ucapannya.

Keisya memeriksa jam tangan, benar apa yang dikatakan cowok itu. Jika kembali setelah hari mulai gelap, pasti akan ditanyakan hal yang macam-macam. Bahkan, akan dituduh yang tidak sewajarnya. Namun, ia baru sadar atas pernyataan Fadlan yang mengetahui tentang aturan dirinya di dalam keluarga.

"Shafa bercerita tentang aku ke Kakak, ya?" tanya Keisya lagi yang berpikiran bahwa semua itu dari Shafa.

"Iya, ayo cepat pulang!" 

Fadlan tampak terburu-buru membereskan semuanya. Dimulai memberekan pembayaran hingga bersiap untuk ke mobil. Cowok itu mengemudi di atas rata-rata, tetapi tidak lupa tetap memperhatikan lalu lintas.

Setengah jam kemudian, mobil hitam itu tiba di depan gerbang rumah Keisya. Namun, ia menyuruh gadis itu agar cepat turun karena tak ingin kejadian sebelumnya terulang. Apalagi sampai bertemu dengan papanya.

"Kei, udah sana," usir Fadlan dengan pelan.

"Kenapa, sih? Nggak harus segitunya, Kak." Keisya bukannya tersinggung diusir, malah ia tertawa kecil dengan tingkah Fadlan yang lucu menurutnya.

"Kei, ah. Aku nggak tanggung jawab kalau kamu dimarahin," ancamnya pada Keisya.

"Iya-iya, aku keluar. Makasih untuk hari ini Kak Fadlan."

Keisya keluar dari mobil itu sambil tertawa kecil. Bahkan sampai mobil Fadlan menghilang pun tetap senyam-senyum sendiri akibat sikap Fadlan yang menggemaskan hari ini. Ia heran karena Fadlan bersikap seolah sangat takut Keisya akan dimarahi oleh papanya. Apa mungkin khawatir? Atau ada hal lain? 

Sejak hari itu, Keisya menanyakan banyak hal tentang Fadlan pada Shafa tanpa disadari. Ia pun tak tahu alasannya kenapa melakukan hal itu pada Fadlan.

Bersambung ....

______________

Huhu, Kei ...

See you 

Bondowoso, 24 Juli 2022

Aku, Kamu, dan Impian [Sudah Terbit]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon