IX

66 17 12
                                    

Dino berdiri dan melangkah ke rumah. Awan kelabu menggumpal menelan cahaya pagi. Mingyu berteriak, mengumumkan lenyapnya Wonwoo. Lalu mulailah kehebohan. Tamu-tamu bergegas pergi. 

Mingyu mencari dengan perasaan kalut. Wajah Mingyu seputih kapur, matanya berkaca-kaca. Jeonghan sudah berusaha menenangkannya, tapi lelaki itu tidak mau tenang. Seokmin masih di atas, terlupakan bersama Seungcheol. Samuel masih tidur dengan Dino kecil di kamarnya.

Seokmin dan Seungcheol masih berdebat di perpustakaan. Dino berkeliaran sedih di rumah. Menunggu waktu, ia harus menjalani ini. Menunggu dan merana. Dino duduk dan menuliskan tentang kematian Wonwoo.

Ada jeritan yang mengalihkan Dino dari tulisannya, Samuel...

Sudah terlambat, Mingyu membawa tubuh lunglai Wonwoo yang sudah tak bernyawa. Dino mungkin belum cukup dewasa untuk mengerti rasanya hidup dalam kesepian selama berabad-abad, lalu ketika mendapati cintanya, ia ditinggalkan. Namun kini Dino merasakannya. Ia bisa merasakan kepedihan Mingyu. Samuel tak mampu bergerak menatap kakaknya yang pucat dan basah.

"Kenapa? Kenapa?" Dino kecil berlari keluar kamarnya dengan rambut berantakan karena baru bangun tidur. Lalu ikut terpaku ketika melihat paman kesayangannya dengan tubuh isterinya dalam dekapan.

Samuel kecil berlari menuju koridor dan Dino kecil mengikutinya.

Mingyu melangkah tanpa suara, membaringkan Wonwoo dan menyibak helaian rambut dari wajah cantik itu. Bibir perempuan itu membiru karena kedinginan.

Jika 50 tahun itu singkat, sekarang ini apa? Pernikahan terasa begitu singkat bagi Mingyu.

Jeonghan menenangkannya lagi. "Mingyu, bagaimana ini terjadi?"

"Aku menemukannya di kolam, di ujung padang rumput. Aku menceritakan kepadanya tentang keluarga kita...dia memberati gaunnya dengan batu," Matanya terus fokus kepada tubuh tak bernyawa Wonwoo.

Jeonghan mengerjap, tangannya gemetar, tidak berbicara.

"Hyung benar... Kalian sudah memperingatkanku... Kalian sudah memohon padaku. Aku belum pernah mencintai seseorang seperti Wonwoo. Sekarang sudah terlambat,"

"Aku ikut sedih,"

Pintu kamar terbuka keras, menghantam dinding. Seokmin berderap masuk dengan Seungcheol di belakangnya.

"Di mana dia?!" Serunya marah, setengah berteriak, mendorong Mingyu. 

"Puteriku," suaranya melemah.

Jeonghan menenangkan Seokmin, namun gagal. Seungcheol yang membujuk barulah Seokmin menjauh, menawarkan minuman lagi.

Mingyu terlihat tanpa emosi. Duduk di sisi tempat tidur. Jeonghan menyuruh Mingyu berganti pakaian yang basah, namun diabaikan.

"Kita hancur," Seungcheol masuk ke kamar, duduk di pinggir ranjang. "Kita harus pindah lagi... Maafkan aku Jeonghan. Wonwoo yang malang, Seokmin kebingungan. Aku tidak cukup berahati-hati... Aku tidak mengira Mingyu akan berbuat sejauh ini. Mereka akan tahu penyebab bunuh diri Wonwoo. Bagaimana kita menjawabnya jika mereka bertanya? Aku sudah mengecewakanmu. Aku gagal menjaga Wonwoo,"

"Kita hancur. Kita harus pindah lagi," Jeonghan ikut murung. 

"Berdiri, urus Seokmin. Dia yang mengalami kehilangan terbesar. Kita belum bisa bersembunyi," Jeonghan menolong Seungcheol berdiri.

Waktu berjalan, ketika pemakaman itu berakhir, Seokmin menyerbu masuk ke kamar Mingyu dengan pistol di tangannya. "Iblis! Kau apakan puteriku?! Kau setan, terkutuk!" Seokmin membidik pistolnya pada Mingyu yang pasrah.

"Tembak saja, lalu aku bebas dari penderitaan," Seokmin jadi bimbang melihat kepasrahan di hadapannya. "Iblis!" bisiknya sembari menekan pelatuk. Di detik yang sama, Seungcheol dan Jeonghan datang untuk melihat keadaan Mingyu.

Abuse [Dino of Seventeen]Where stories live. Discover now