I

236 23 49
                                    

Dino bisa melihat hantu dan mendengar gema orang-orang mati!

Dino sedang berjalan-jalan hingga sampai di ujung padang rumput, sendirian. Satu jam dari sekarang, matahari akan terbit, langit bahkan sudah memucat di timur.

Di ujung padang rumput itu ada kolam yang beku. Dino lelah. Anak itu mengetuk-ngetukkan sepatu botnya pada lapisan es tebal.

Dino hanya anak lelaki kurus dengan wajah murung. Mungkin karena hobi merenung. Rambutnya hitam dan tebal. Dia mengenakan mantel berwarna gelap. Kakinya terasa berat dan kaku, kepalanya juga berdenyut-denyut. Salahnya sendiri juga sih, pergi jauh.

Choi Dino nama lengkapnya. Keluarga mereka bangun saat matahari terbenam dan tidur sebelum fajar.

Dino duduk di pinggir kolam yang dingin. Ada sesuatu di bawah kakinya, di balik es itu! Ada wanita, rambutnya gelap dan panjang melambai-lambai, gaunnya putih dan bergelombang karena air.

Hantu itu di bawah kakinya, matanya terbuka seperti lubang kosong yang memantulkan warna langit sore yang keunguan. Esnya jernih menyelubungi wajahnya dan Dino tersentak.

Dino tidak takut, hanya saja wajah ini tidak familiar. Membuatnya terkejut.Refleks ia melangkah mundur, tapi pandangannya tidak bisa lepas dari hantu itu. Mulut hantu itu membuka dan menutup lagi, seperti ikan. Nampaknya ingin menyampaikan sesuatu. Tapi Dino tidak peduli, tak menunggu untuk mencari tahu. Dino lari menuju rumahnya dan tidak berhenti hingga ia sampai.

Rumahnya bernama Abuse. Menjulang di atas bentangan gerbang besar. Dino berlari menuju halaman, melewati gerbang dan mendorong pintu dapur, tempat Minghao sedang mengaduk-aduk kayu bakar di dalam api. Perempuan itu mendengar pintu terbanting, Minghao memutar tubuh.

"Dino! Kenapa kamu berisik?!" Bentaknya.Minghao, wanita kurus bergaun hitam dengan rambut putih yang digelung menjadi sanggul. Melihat Dino yang tampak shock, Minghao menjadi khawatir.

"Dino kamu kenapa? Sini duduk dekat api, kamu kedinginan," ucap Minghao lembut. Menuntun Dino menuju tempat yang lebih hangat.

Membuka sepatu Dino dan menggosok kaki anak itu agar hangat.

"Sekarang cerita. Kau kenapa?" Tanya Minghao.

"Aku lihat yang baru, hantu di balik es, di kolam ujung padang rumput," jawab Dino perlahan.

Minghao meneggakkan tubuh, terkejut. "Kenapa ke sana? Kok jauh sekali perginya?"

Hari-hari di Abuse tidak pernah berubah ataupun berakhir. Seharusnya tidak ada yang baru. Fajar dan petang saja hanya ilusi di rumah ini. Tapi Minghao tahu, Dino jujur dan Minghao percaya padanya.

Pertama kali Dino memberitahu mereka tentang kemampuannya, orang-orang berasumsi Dino hanya mengarang. Mungkin hanya teman khayalan Dino saja. Tapi Seungcheol, ayah Dino, menceritakan bahwa bibi buyut mereka dari pihak ibunya juga bisa melihat hantu dan akhirnya orang menerima Dino.

Setiap hari Dino melihat hantu kucing kuning di dapur, ada juga lelaki berseragam tukang kebun yang sedang memetik apel di kebun buah.

Minghao yang adalah pengurus rumah dan juga seorang perawat, tidak suka kemampuan Dino. Dino jadi heran, kemampuannya ini bukanlah hal yang bisa dihentikan. Bukan kebiasaan buruk yang dapat dikendalikan.

"Kau takut, Din?"

"Tidak takut, hanya terkejut saja,"

"Hm, seharusnya kau tidak keluar rumah dekat fajar begini. Kau juga kan tidak pernah ke padang rumput, itu jauh. Biasanya kau hanya jalan di taman. Mungkin hanya halusinasi aja,"

Dino jadi jengkel kalau begini. Apa yang membuatnya pergi ke arah lain? Lagipula sudah lama dia tidak pergi. Sudah berapa lama? Berbulan-bulan yang lalu? Sulit diingat. Kebiasaanya tidak pernah berubah sebelumnya.

Abuse [Dino of Seventeen]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu