VI

93 17 13
                                    

Tikus-tikus berderak ribut. Dino bermimpi berada di tengah ruangan penuh boneka berbentuk hewan, Mingyu sedang mempelajari berkas-berkas di meja tulis. 

Ada rubah, tupai dan berang-berang. Mereka berusaha melepaskan diri namun kaki mereka terikat. Ia mendengar suara-suara hewan. 

Dalam mimpinya, Mingyu berucap dalam senyum. "Jangan khawatir, aku bisa membebaskannya," 

Dino ketakutan, mahkluk-mahkluk di sekitarnya mencabik dirinya sendiri.

"Dino," Mingyu memanggil dalam mimpinya.

"Dino bangun," Dino membuka matanya. "Dino hyung, kau di dalam? Bisa bergerak?" Pintu terguncang.

"Dongjin?" Dino bangkit dengan kaku, kedinginan, jemarinya terasa kebas. Berjalan tertatih menuju pintu. "Dongjin?"

"Ya, ini aku,"

"Jihoon mungkin mengantungi kuncinya...ambil dan keluarkan aku, kau bisa membujuknya. Kau tahu dia sayang padamu,"

"Dia udah gak percaya," ucap Dongjin sedih.

"Kenapa?"

"Karena aku mengambil bukumu," Suaranya tertelan.

"Aku mendengarmu berteriak, setelah kalian cukup jauh, aku menyelinap ke kamarmu, mengambil buku itu dan menyembunyikannya. Jihoon marah ketika ia kembali karena buku itu tidak ada. Aku sudah bersumpah tidak mengambilnya tapi dia tidak mempercayaiku. Jihoon membawaku menemui appa dan aku berakting lagi, tapi aku rasa mereka tidak percaya," Dongjin mengambil nafas.

"Hyung, aku tidak bisa lama-lama, mereka akan mencariku, tapi jangan khawatir, aku akan mencari cara untuk mengeluarkanmu dari sini," Setelah itu Dongjin pergi, bahkan ketika Dino memanggilnya lagi, adiknya itu tidak kembali.

Dino mengacak-acak isi kotak, berharap menemukan sesuatu untuk menghangatkan dirinya, namun hanya menemukan dokumen rumah. Terlalu gelap untuk membaca, tapi ia bisa melihat jurnal tebal yang adalah buku catatan keuangan. Dino menemukan satu kain panjang, walau berbau apak. Setidaknya bisa menolongnya untuk menjadi lebih hangat. Dino tertidur lagi.

Ketika ia terbangun, pintu sedang diputar. Jihoon melangkah masuk membawa lampu, diikuti Minghao. Dino berlari menyambut pengurus rumah dan merengkuh pinggang wanita itu.

 "Sudah," Minghao menenangkan. Setelah menguasai diri, Minghao melepaskan pelukkan Dino dengan enggan.

"Tentu saja seharusnya kau tidak nakal. Tapi rasanya terlalu kejam kalau mengurungnya seperti ini,"

"Diam!" Jihoon membentak. "Kita mematuhi perintah tuan Seungcheol! Dia lebih aman di sini, tidak akan bisa melarikan diri dan ini juga untuk kebaikannya sendiri,"

Jihoon merapihkan tempat tidur, membawa seprai dan selimut yang layak. Tidak lupa Jihoon membawakan semua buku kesukaan Dino, lalu membersihkan ruangan. Minghao kembali dengan membawa steak untuk Dino, sekendi cokelat dan beberapa makanan lain.

"Sekarang kau punya segalanya yang kau butuhkan, aku sudah membawakan sarapan," Dino mengangguk sedih. Dia tahu Minghao akan tetap mematuhi Seungcheol. Dia hanya berharap pada Dongjin untuk menemukan cara mengeluarkannya.

Dino mulai membaca ketika kedua perempuan itu pergi. Berjam-jam berlalu, ia berbaring dengan pikiran melayang, memanggil kenangan masa lalu di ruang gelap dalam benaknya. Dia tidak menghitung waktu. Dia tidak tahu kapan tertidur, yang pasti ketika ia terbangun sudah ada makanan lain, meski yang pertama belum tersentuh. Dino menunggu adiknya dengan sabar.

Mungkin sehari telah berlalu. Dino berada dalam keadaan tanpa semangat. Bermimpi dan setengah tidur, bermimpi lagi, tertidur dan terjaga. Berteriak dalam tidurnya, terbangun oleh suaranya sendiri, walau ia tak tahu apa yang dikatakannya.

Abuse [Dino of Seventeen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang