Masa Training

238 59 503
                                    

•PART INI MERUPAKAN FLASHBACK BEBERAPA BULAN YANG LALU SEBELUM IEL PINDAH KE RUMAH WINTER DAN JUGA PENJELASAN MENGENAI PEMBUNUHAN BERANTAI 13 NYAWA YANG DICERITAKAN PADA PART SATU.

*****

"Aku gak mau jadi pembunuh, aku cuma mau ketemu Mama."
-Aurelia-

*****

"Sudah berapa lama dia bekerja denganmu? Lima tahun ... lima tahun, Pluto! Dan dia belum mampu membunuh satu orang pun?! Hmm ... sepertinya lebih baik dia kita lenyapkan saja."

Tak, tak, tak.

Bunda Pluto berjalan menyusuri lorong gelap itu. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku jaket kulit yang ia kenakan. Kepalanya setia menunduk sedari tadi dan pikirannya melayang entah ke mana.

Di ujung lorong, seorang anak perempuan sedang duduk manis di atas kursi sambil sedikit mengayun-ayunkan kakinya. Ekspresi wajahnya datar menatap seberkas cahaya yang menerpa wajah cantiknya.

Mengapa ia begitu sayang pada anak itu?

Padahal ia sama dengan anak angkatnya yang lain. Bahkan anak itu lebih manja daripada yang lainnya.

Anak itu menoleh ke arahnya. Spontan, Bunda Pluto memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Menahan sebisa mungkin agar cairan itu tidak jatuh.

"Bunda ... aku mau Mama."

Lagi. Anak itu menagih janjinya.

Bunda Pluto menarik napasnya kasar. Ia menatap wajah anak sesaat dan berakhir duduk di sampingnya.

"Iya." Hanya kata itu yang bisa ia katakan kepada anak angkatnya itu.

"Kapan?"

"Nanti."

Anak itu langsung paham apa maksudnya, lantas ia menarik napasnya frustrasi. "Emang harus banget ya aku ngelakuin itu?"

Bunda Pluto hanya menganggukkan kepalanya tanpa melirik anak yang ada di sampingnya.

"Tapi sepertinya kamu harus membunuh lebih dari satu sekaligus," ucapnya.

"Kenapa? Yang lain lulus cuma bunuh satu orang."

"Mereka berhasil membunuh seseorang di tahun pertama mereka kerja. Lah kamu? Sampai detik ini, kamu belum berhasil melayangkan satu nyawa pun."

Anak pra remaja itu menghela napasnya panjang. Sesulit ini kah untuk bertemu ibunya?

"Biar cepet ketemu Mama, Bunda saranin kamu minimal bunuh tujuh orang." Bunda Pluto membelai rambut anak itu lembut.

****

"Pagi, Sahira," sapa Hera---teman sekelas Iel yang baru saja masuk ke dalam kelas, yang disusul oleh kedua saudaranya---Heri dan Heru. Iya, mereka kembar tiga.

Iel tersenyum ramah. "Panggil Iel aja."

"Oh, baiklah."

"Pagi, Iel." Hera mengulangi sapaannya.

"Ya nggak usah kamu ulang lagi sapaannya."Iel terkekeh, sedangkan Hera hanya tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Dia sodara kamu ya, Ru?" tanya Heri kepada Heru.

Heru menggelengkan kepalanya. "Maaf, kita gak kenal." Lalu, ia melenggang ke arah tempat duduknya.

Saatnya jam pertama dimulai, it's time to begin the first lesson.

Genius | Misteri ✔Where stories live. Discover now