ILUSI - 40

60.2K 5K 471
                                    



Hari di mana Anita berangkat ke tanah suci, di hari itu juga, Raline dan Langga kembali ke Ibu Kota. Rendra ditinggalkan sendiri di kampung halaman. Pasalnya, si bungsu masih harus berangkat sekolah. Untuk sementara waktu, Rendra dititipkan di rumah adik kandung Wisnu yang berdomisili di desa yang sama.

Satu bulan bergulir dengan sangat cepat menurut Raline. Ia benar-benar mengejar semua pekerjaan yang sempat diabaikannya. Shooting iklan, menghadiri beberapa talkshow, promosi lagu baru, menerima job offair, dan masih banyak yang lainnya lagi. Ia pergi ketika matahari belum muncul lalu pulang nyaris tengah malam. Seperti itu setiap harinya sampai Raline merasa tak mempunyai kesempatan untuk sekedar mengobrol ringan dengan sang suami.

Langga pun tidak kalah sibuknya. Selain membereskan masalah birokrasi yang tertunda lantaran ketidakhadirannya di kantor, ia juga dipusingkan dengan persiapan produksi besar-besaran karena permintaan sedang tinggi-tingginya. Segala urusan tentang pemilihan pekerjaan yang boleh Raline terima, diserahkan sepenuhnya pada Alvi. Tapi pada saat weekend tiba, sebisa mungkin ia tetap memantau sendiri apa yang Raline lakukan. Mengantar kemudian duduk di sudut ruangan menyaksikan si biduanita bekerja.

"Kita ke mana lagi?" Langga membagi perhatiannya. Tidak hanya melihat jalan raya di depan, tapi juga melirik ke jok samping kemudi.

"Pulang," jawab Raline sambil mengatur kepala di sandaran kursi, mencoba menyamankan diri.

Seringkali begini dalam satu bulan belakangan ini, Raline yang kelelahan akan menggunakan waktunya di kendaraan untuk tidur.

Tangan kiri Langga mengusap puncak kepala sang istri. "Udah nggak ada kerjaan lagi?"

"Hm." Raline menggumam selagi Langga menyetel rem tangan di traffic light.

"Sini ... tidur di sini." Langga menepuk pahanya lalu menarik sang istri agar rebah di sana.

Raline tak mengelak atau pun berontak. Energinya serasa sudah habis terkuras. "Heran, kenapa akhir-akhir ini gue gampang banget ngantuk sama capek."

"Kamu terlalu memforsir tenaga. Kurangi job-nya ... atau sekalian berhenti saja." Merunduk, Langga sematkan satu kecupan di kening. "Saya masih sanggup membiayi kamu ...."

"Nggak bisa! Ini tuh mimpi gue." Raline tak mungkin meninggalkan mimpinya begitu saja. Apalagi untuk berada di posisinya seperti sekarang, ia harus merangkak susah payah. "Biasanya juga lebih parah dari ini. Sering nggak pulang. Tapi gue biasa-biasa aja, kuat-kuat aja." Kelopak mata Raline sudah menutup sepenuhnya. Dan Langga sengaja tak menjawab supaya perempuan itu cepat terlelap.

Namun ternyata Raline masih sempat-sempatnya meneruskan kata. "Gue beneran mau tidur. Jangan sampe si little star bangun terus bikin gue nggak nyaman!"

Langga menciptakan segaris senyum tipis berbarengan dengan kakinya yang menekan pedal gas. Mana mungkin ia tega membangunkan little star jika istrinya dalam keadaan kelelahan seperti ini. "Enggak, Sayang ... aman. Dia udah jinak."

Tidak ada sahutan lagi. Kemungkinan besar si penyanyi terkenal sudah tak sadarkan diri.

Kendaraan merayap lambat di jam sibuknya kota yang merupakan jantungnya Indonesia. Nyaris satu jam berselang, barulah mobil itu memasuki pelataran lobby hotel di kawasan pusat kota lalu langsung menuju basement.

Tidak tega rasanya Langga membangunkan sang istri yang masih tertidur pulas. Ia juga tak bisa mengangkatnya lantaran posisinya yang sulit bergerak. Akhirnya ia putuskan untuk menunggu hingga Raline terjaga, sekitar seratus dua puluh menit kemudian.

ILUSI (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang