ILUSI - 29

58.2K 5.6K 960
                                    




Raline keluar dari kamarnya pukul enam pagi. Wangi shampoo menguar dari rambutnya yang masih basah. Ia lalu berjalan ke depan saat tak menemukan siapa pun di dalam rumah.

Pintu depan terbuka lebar dan beberapa bunyi yang sumbernya dari halaman mulai terdengar. Ada banyak orang yang sedang menurunkan besi-besi penyangga dari mobil pick-up. Ibu dan adiknya juga berdiri diantara mereka yang tengah sibuk bekerja.

Dari ambang pintu, Raline bergerak menghampiri. "Mau ada acara apa, Bu?" tanyanya ketika jaraknya dengan sang ibunda tersisa empat langkah.

Anita menoleh, lantas memekik, "Kamu kenapa jalannya begitu?"

Meringis, Raline bingung harus menjawab apa. Lagipula pelaku tindak kejahatan yang telah menyebabkan cedera di pusat tubuhnya entah berada di mana. Laki-laki yang berstatus suaminya itu tidak Raline temukan di kamar ketika ia terjaga dari tidur lelapnya. Sang kumbang telah terbang menghilang setelah berhasil menghisap sari-sari bunga miliknya.

Berengsek memang Si Bangsat!

"Nggak pa-pa, Bu ...," sahutnya dusta. Padahal perih itu masih sangat terasa, sampai sulit baginya merapatkan kedua pangkal paha.

"Nggak pa-pa, gimana? Orang buat jalan aja susah! Ini pasti gara-gara jatuh semalam, kan?"

Membahas tentang kejadian semalam, mau tak mau, menghadirkan lagi kekesalan yang sempat Raline lupakan. Bagaimana tidak? Saat ia berteriak karena kesakitan, ibu dan adiknya sudah mengetuk pintu untuk menolong, tapi memang nasib sial sedang memeluknya erat. Langga bukannya berhenti, malah mengatakan pada keluarganya jika Raline cuma mengigau sampai terjatuh dari tempat tidur. Dan setelah Anita serta Rendra kembali ke kamar masing-masing, Langga pun melanjutkan aksinya.

Kalau saja mulut Raline tak dibekap, pastinya ia akan berteriak meminta tolong agar dibebaskan dari kebiadabpan Langga. Sayangnya ia tak berdaya dan terpaksa ikut hanyut dalam permainan suaminya. Tolong dicatat, terpaksa! Pasalnya, tak ada pilihan lain, kan?

"Ibu panggilkan Mbok Nem, ya?"

Lihatlah ... betapa Anita sangat mengkhawatirkan kondisi kesehatan anak-anaknya. Kekejaman hanya sekedar ada ujung lidahnya saja, tak benar-benar berasal dari hati.

"Mbok Nem tukang urut?" Raline lupa-lupa ingat. Ada banyak nenek-nenek di desanya yang dipanggil 'Mbok'.

"Iya, biar sembuh itu kaki." Anita lalu menengok pada si bungsu yang sedang serius mengawasi para pekerja yang akan memasang tenda. "Rendra ...," serunya.

Rendra lekas mendekat. Panggilan Anita itu bagaikan panggilan seorang raja pada para pengawalnya. Bahaya untuk kesehatan jika diabaikan. "Kenapa, Bu?"

"Tolong panggilkan Mbok Nem."

"Buat?"

Anita menunjuk Raline dengan dagu. "Itu ... kaki Mbamu sakit. Cepetan sekarang!" Selepas mengatakannya, ibu dari dua anak itu masuk ke rumah. Baru ingat kalau belum membuatkan minuman untuk pekerja tenda.

Diperiksanya dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya kaki Raline oleh Rendra. "Lo semalem beneran jatuh, Mba?"

Tidak ada Anita jadi Rendra berani menggunakan kata 'lo' untuk menyebut kakaknya.

Tak dapat dipungkiri, insting remaja terhadap hal-hal yang berbau mesum memang kuat. "Iyalah!" balas Raline. Tidak mungkin 'kan perempuan itu mengatakan, Kagak, gue abis diperawanin!

"Masa, sih?" Rendra memasang raut tak percaya. Diamatinya lagi sang kakak yang membuang muka. "Ko pipinya Mas Langga ada bekas cakaran? Itu lo nyakar dia di dalam mimpi juga?"

ILUSI (Tamat)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora