🍄23. posesif🍄

838 103 32
                                    

Dalam hati sampai pagi ini, Reres terus meruntuki diri akibat kebodohannya semalam. Terpikat, terjerat oleh Saga adalah kebodohan yang entah keberapa. Tapi, tak bisa dipungkiri kalau semalam juga menginginkan hal itu. Ya, meski memang semua berawal dari Saga yang terus saja memaksanya. Siapa yang tak akhirnya kalah setelah diuji terus menerus dengan godaan? Bagaimanapun, Reres bisa dibilang sedang dalam masa geloranya di usia yang masih dua puluhan awal.

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian. Gadis itu berjalan menuju kamar Saga.  Setelah berjalan ke luar kamar, Reres menuju ruang laundry mengambil baju milik Saga yang selesai dicuci dan setrika. Kemudian membawanya ke kamar Saga. Ia segera masuk, melihat pria itu bahkan masih tak mengenakan pakaian. Reres merapikan pakaian, setelah selesai ia berjalan menuju Saga membangunkan sahabatnya itu.

Reres menggoyang tubuh Saga. "Bangun Ga."

Saga membuka matanya lalu tersenyum. "Hei sayang."

Reres hela napasnya. "Lo mabok?"

Saga tersenyum lalu gelengkan kepala. "Why?"

"Bangun kerja." Reres coba ingatkan, siapa tau Saga lupa.

Saga duduk sambil menatap Reres yang masih kesal. Ya tentu saja Reres kesal pada Saga yang membuat ia begitu lemah pada pendiriannya. Seraya meruntuki dirinya sejak semalam. Meski jelas apa yang dilakukan Saga itu adalah karena ulahnya juga yang meminta awalnya. Sementara Saga perlahan kehilangan senyumnya ia ingat kalau semalam Reres bahkan menerima panggilan dari Haris. Saat itu ia terlihat baik-baik saja senang sekali malah.

"Haris memang suka telepon lo ya?" tanya Saga sambil menatap Reres tanpa senyum.

Reres sibuk mencari pakaian untuk Saga bekerja memilih acuh pada pria itu. Ia masih tak bisa menerima apa yang terjadi semalam. Diamnya gadis itu membuat Saga kesal dan menyimpulkan bahwa jawaban dari pertanyaan itu adalah 'iya'.  Pria berkulit putih itu kemudian berdiri dan berjalan menghampiri Reres.

"Kenapa lo teleponan sama Haris?" Saga bertanya seraya memegangi bahu sahabatnya.

Reres menepis tangan Saga, kemudian menoleh pada Saga dengan tatapan marah. "Sejak kapan urusan pribadi gue jadi urusan lo? Gue bukan pacar lo, bukan Vinny atau Lauren. Jangan anggap gue orang yang bisa lo atur. Gue bisa ikutin semua perintah lo, tapi enggak dengan siapa gue berteman dan lain-lain. Lo atasan gue bukan suami atau pacar gue. Inget Ga." Reres katakan itu penuh penekanan Saga harus tau posisi mereka secara jelas.

Pria itu tak tau bagaimana harus mendeskripsikan apa yang ia rasakan. Sepertinya,  jauh di dalam hatinya ia begitu mencintai Reres. Hanya saja, Saga masih merasa terlalu gila untuk mengakui itu. Lalu ia ingin semua tentang Reres hanya untuk dia saja. Saga masih mencerna perasaan yang ia rasakan yang buat dia gila sendiri. Pertanyaan terpikir dalam otaknya 'mengapa ia jadi begitu posesif?

Dulu Vinny sering kali harus melakukan banyak kegiatan dengan rekan  kerjanya dan Saga merasa baik-baik saja. Lalu mengapa ia jadi begitu ingin mengikat Reres? Bukankah hubungan mereka berdua hanya sahabat yang seharusnya tak sejauh itu? Bukankah hubungan ia dan Reres hanya sekedar affair karena keinginan Reres yang harusnya hanya jadi kegiatan seksual tanpa ada keterkaitan perasaan?

"Kalau gitu gimana caranya Lo enggak hubungi Haris?"

"Kenapa gue enggak boleh hubungin Mas Haris?" Reres kembali bertanya pada Saga. Ia tak tau apa yang ada di dalam pikiran sahabatnya itu.

Harusnya Saga tau diri, dengan perasaannya sendiri. Sementara Reres juga terlalu naif untuk berpikir kalau Saga menyukainya. Ia tak punya cukup kepercayaan diri untuk itu. Sadar diri saja secara fisik dan segala tak mungkin bisa menarik hati laki-laki.

Reres melemparkan pakaian ke arah Saga. "Mandi sana. Gue turun."

Reres hendak berjalan ke luar, tapi Saga menahan langkah gadis itu. "Tunggu di sini." Ia memilih mengalah dan tak ingin membahas tentang Haris lagi.

Lalu yang terjadi seperti biasanya. Reres mengurusi  Saga dan segala keperluan pria itu. Reres merasa seharusnya Saga seperti biasanya saja. Memang mereka dekat sebagai sahabat, dan harusnya hubungan antara mereka sebagai bos dan bawahan diberi jarak cukup jauh.

Reres mengira Saga bertanya tentang Haris karena takut kalau Haris mengacaukan pekerjaannya.  Saga tampan, kaya, pintar dan sempurna. Bahkan jika ia melihat punggung Saga yang berjalan di depannya saja terlihat ketampanan yang dimiliki sahabatnya itu. Maka ia tahu diri saja, jadi sahabatnya Saga saja rasanya sudah bagus.

"Selamat pagi Pak," sapa Haris.

Saga  anggukan kepala, lalu membuka pintu  ruangan. Ia melihat Reres yang memberikan kotak makan pada Haris.  Berbeda, saat bersamanya hari ini, Reres tersenyum.  Saga berjalan masuk dengan cepat kemudian menutup pintu dengan keras

"Pak Saga kenapa Res?" Haris bertanya bingung.

"Kesurupan." Reres menjawab asal. "Aku ke dalam dulu ya Mas."

"Iya, makasih ya sarapannya," ucap pria itu senang mendapat perhatian dari Reres.

"Sama-sama Mas."

Res!!! Saga berteriak dari dalam memanggil Reres.

Reres segera berjalan masuk ke dalam ruangan. Kemudian menghampiri Saga meletakan tas Saga yang sejak tadi ia bawa. Saga melirik dengan kesal.

"Sejak kapan lo suka bawain Haris sarapan?" tanya Saga.

"Sejak kapan lo ngurusin hal kaya gini?" Reres bertanya balik. Sambil melihat jadwal Saga hari ini.

Saga hela napas, sementara tangannya mengepal menahan kesal. "Kenapa enggak lo jawab aja?"

"Semua urusan pribadi gue bukan urusan Lo, itu yang harus Lo ingat."

"Gue cemburu." Saga mengakui perasaannya. Dan ia kemudian menatap Reres yang menatap tak percaya.

Gadis itu lalu memukul bahu Saga. "Sadar!" kesalnya lalu ia berjalan menuju rak dokumen mengambil dokumen yang belum selesai ditandatangani oleh Saga.

Reres kemudian kembali ke meja atasannya itu dan membuka satu persatu dokumen. "Ini kata Mas Haris semalam. Selesaikan dulu Pak." Reres merubah sikapnya ia ingat jika saat ini berada di kantor.

"Haris terus, Haris lagi. " Saga kesal dan malah terlihat seperti anak kecil yang tak kebagian permen karena menggemaskan.

Reres hampir loloskan senyum akibat tingkah sahabatnya itu.  Apalagi Saga begitu menggemaskan, tapi ia menahan diri untuk tak melakukan itu.

Setelahnya, Reres kembali duduk di sofa mengecek semua jadwal memindahkan ke laptop miliknya. Sesekali Saga melirik Reres. Saga sepertinya perlahan tau alasan dibalik sikap posesifnya belakangan. Ia jatuh cinta dan cemburu, takut kehilangan intensitas Reres, takut kalau Reres punya hati pada Haris. Memang terlambat memang menyadari perasaannya. Apalagi, jelas Reres sejak awal adalah bulan tipenya. Mau percaya jatuh hati saja rasanya sulit untuk Saga. Sampai rasa cemburunya memuncak seperti pagi ini. Apalagi setelah berhasil mendapatkan cumbuan lagi malam tadi.

Reres kemudian merapikan meja kerjanya. Saga tau, Reres pasti akan keluar lalu akan berinteraksi dengan Haris yang kini jelas jadi saingannya.

"Mau kemana?"

"Keluar, tugas saya udah selesai kan Pak Saga?"

"Tetap di sini. Mulai sekarang lo enggak boleh keluar dari ruangan ini. Tanpa ijin gue."

....

Oh My CEO (END)💜Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon