Suamiku Jadul Penuh Hikmah dan Pelajaran episode 28

630 15 0
                                    

Suamiku Jadul

Part 28

Adikku benar-benar sakit keras, perutnya seperti bengkak, dia demam juga. Aku tahu karena kami akhirnya mengunjungi rumah mereka.

"Dia terus ngingau panggil nama kakak makanya kakak kutelepon," lapor istrinya.

"Periksa dulu lemari kalian, apa ada barang kami di situ," perintah Bang Parlin pada istri adikku.

Dia segera bongkar lemari mereka, benar saja, ada kain sarung motif batak dia simpan di situ. Itu punya Bang Parlin.

"Kembalikan semua yang kau curi biar kau sembuh," kataku seraya menggoyang tubuh adikku. Aku geram, malu, sekaligus kasihan lihat adikku ini, dia mencuri barang kami mungkin karena sakit hati karena gak dikasih modal.

"Su ... dah di ... jual, ke Sambu," kata adikku dengan terbata-bata.

"Siapa yang jual?"

"Bo ... Lok,"

Bolok, aku kenal pemuda itu, dia teman sepermainan adikku, orangnya bandel.

"Bawa, ke rumah sakit, Mira." pesanku pada istri adikku sebelum kami pergi, tujuanku adalah rumah Bolok. Aku kenal rumahnya, bahkan kenal sama orang tuanya, rumahnya tak jauh dari rumah kami.

"Hei, Bolok, kembalikan barang kami," kataku langsung tanpa basa-basi, begitu bertemu dia.

"Barang apaan?" si Bolok ini masih pura-pura bodoh.

"Jangan macam-macam kau, Bolok, atau polisi yang menjemputmu ke mari," kataku dengan mata melotot.

"Baik, Kak, baik, aku memang dititipkan barang mau jual ke sambu, tapi belum laku," kata si Bolok akhirnya.

"Kembalikan!" teriakku. Sementara Bang Parlin hanya diam saja seraya menggendong bayi kami.

Dengan gugup, Bolok akhirnya mengambil beberapa bungkusan ke kamarnya, isinya pakaian kami, segera Bang Parlin periksa dan memasukkan ke mobil kami.

"Tolong, Kak, jangan lapor polisi," kata si bolok ini.

Aku diam saja, kami kembali ke rumah, ketelepon Mira, katanya suaminya sudah mulai baikan. Hebat juga Bang Parlin ini. Tapi kenapa dia tak buat begini waktu ada orang yang melarikan sapi kami, tiga ratus juta lagi?.

"Abang pilih kasih," kataku setelah kami sampai di rumah.

"Pilih kasih bagaimana, Dek?"

"Ulos yang hilang Abang langsung buat gitu, sapiku hilang, Abang gak mau buat gitu," kataku sewot.

"Sapi hilang masih bisa dicari, Dek, ulos itu gak ada lagi, itu ulos turun temurun, sudah beruntung si Ucok dapat itu, gak ternilai dengan uang," kata suami.

"Tiga ratus juta? Lebih bergarga ulos buluk gitu dari pada sapi seharga tiga ratus juta?" aku heran juga dengan jalan pikiran suamiku ini.

"Iya, Dek, bagi Abang itu lebih berharga, maaf, Dek, andaikan Abang tahu dia yang curi Abang gak akan buat gitu," kata suami lagi.

"Emang bagaimana caranya biar bisa barang yang dicuri orang kembali lagi?"

"Rahasia, Dek, gak sembarangan orang bisa begitu,"

"Logikanya, Bang, bila semua orang bisa begitu, dunia ini akan aman dari pencurian,"

"Iya, Dek, logikanya memang begitu, tapi kata kyai dulu, gak sembarangan, dilakukan hanya bila darurat, dan tak bisa untuk orang lain,"

"Maksudnya?"

"Misalnya ada tetangga kemalingan, gak bisa Abang bantu, hanya jika punya kita yang dicuri."

SUAMIKU JADUL Penuh Hikmah dan PelajaranDär berättelser lever. Upptäck nu