Suamiku Jadul episode 2

578 21 0
                                    

*Suamiku Jadul*

_*Part 2*_

'''"Emang Abang mau jual sapi siapa?" tanyaku seraya menatap matanya penuh selidik.

"Ya, sapi kita, Dek?"

"Memang Abang punya sapi?"

"Iya, Dek, hanya usaha sampingan."

Sampingan? Wah, usaha sampingan saja sudah bisa memberangkatkan orang tua ke Mekkah. Berarti usaha pokoknya lebih lagi. Apakah suamiku juragan sapi? Ayah dulu bilang, Bang Parlindungan itu petani, waktu itu aku tak tanya lagi petani apa, yang kupikirkan saat itu aku menikah dengan pilihan orang tua, karena sudah lelah disebut perawan tua. Ditambah lagi wajah suamiku ini teduh, mirip Rano Karno jaman dahulu. Bila kulihat suami, aku selalu teringat sinetron kesukaanku waktu kecil dulu. Si Doel Anak Sekolahan.

"Kenapa Abang gak pernah bilang punya sapi?"

"Lo, adek kan gak pernah tanya."

"Hmmm, masa sama istri sembunyikan usaha."

"Bukan maksud mau sembunyikan, Dek, memang gitu, gak usah pamer ya, Dek, gak usah bilang-bilang," kata suami lagi.

Suami benar-benar memberikan uang dua puluh dua juta ke orang tuaku. Aku melongo melihat uang tersebut dengan mudahnya dia berikan. Sedangkan abangku saja hanya beri satu juta.

"Aku tetap yakin kita dikerjai Ayah," kata kakakku yang nomor dua ketika kami kembali berkumpul.

"Iya, aku juga yakin begitu, pikir pakai logika, mana mungkin orang seperti itu bisa berikan uang dua puluh dua juta sama mertuanya? Gak logis," sambung adikku yang paling bungsu seraya mulutnya menunjuk ke Bang Parlin yang seperti biasa di halaman.

"Dikerjai bagaimana?" tanyaku.

"Gini, Nia, kan si Parlin itu pilihan Ayah, Ayah mau tunjukkan pada kami bahwa pilihannya benar, uang itu ayah berikan ke Parlin dulu, baru pura-pura Parlin yang kasih," kata abang yang nomor dua.

Ingin rasanya aku bilang kalau suamiku juragan sapi, akan tetapi teringat perkataan suami supaya hidup slow saja, gak usah bilang-bilang. Tak tahan mendengar mereka terus bicarakan suami, kutemui suami di halaman. Dia mencabut rumput seperti biasa.

"Kenapa sih Abang suka cabut rumput?" tanyaku seraya ikut gabung dengannya.

"Kebiasaan, Dek, aku sudah ambil rumput sejak masih SD, bila melihat rumput begini, rasanya ingin kusabit atau kucabut," jawab suami.

Ya, Tuhan, suami macam apa ini, bila suami orang hobby main game, hobby main catur, dia justru hobby cabut rumput.

"Berapa sapi Abang? Kenapa gak pernah Abang ajak aku lihatnya," tanyaku lagi.

"Cuma sedikit, Dek, sekitar dua ratus lima belas, itu kebanyakan sapi biasa yang harganya balasan juta," jawab suami.

Dua ratus lima belas? dan dia bilang itu sedikit, aku mulai berhitung, dua ratus kali sepuluh juta saja sudah dua milyar, dan itu baru usaha sampingan? Aku istri milyarder?

"Ajak aku ke sana, Bang," kataku lagi.

"Gak sanggup kau itu, Dek, di sana gak ada sinyal, memang sanggup Adek gak pegang HP?" jawab suami.

Gak ada sinyal? Ah, tak terbayangkan hidup di tempat yang gak ada sinyal, setelah belasan tahun ketergantungan HP.

"Terus kenapa kita ngontrak rumah, itu sapi jual sepuluh dulu napa? Biar kita beli rumah?" kataku seraya melirik suami.

"Kita gak ngontrak, Dek,"

"Gak ngontrak kata Abang, itu rumah siapa? Itukan rumah kontrakan?"

"Apa pernah Adek bayar kontrakan? Atau apa pernah lihat Abang bayar kontrakan?"

SUAMIKU JADUL Penuh Hikmah dan PelajaranWhere stories live. Discover now