3. Malam Panjang

67 20 31
                                    

Dunia semakin membisu, temaram malam terasa semakin panjang setiap harinya, matahari bersinar hanya untuk membantu penglihatan kami, melihat dunia luar di siang hari yang sulit kami jelajahi ketika langit telah redup. Salju turun tanpa henti, seolah-olah siap mengubur kami kapan saja.

Hari pertama salju turun, semua orang terkejut dan senang. Sebagian besar dari mereka menyombongkan diri, merasa tak harus pergi ke luar negeri untuk merasakan air solid di dalam kepalan tangan mereka. Tak terkecuali diriku, yang menganggap fenomena ini akan menjadi fenomena sekali seumur hidup.

Hari kedua dan ketiga, orang-orang mulai tak nyaman. Euforia sesaat di hari pertama telah menghilang, digantikan keluhan dingin yang membuat mereka tak dapat beraktivitas dengan bebas. Semakin lama, aku sendiri merasakan dingin yang semakin menjadi-jadi. Aku mulai muak untuk tidur dengan mengenakan jaket, yang sayangnya harus kulakukan. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi pada tubuhku di pagi hari nanti. Mungkin aku akan mati membeku.

Hari keempat dan seterusnya hingga minggu kedua ini, keadaan tak pernah benar-benar membaik. Butiran salju yang turun semakin menebal, suhu udara tak pernah naik mencapai nol derajat celcius lagi. Bahkan, aku melihat adanya penurunan suhu secara eksponensial, dan hal itu bukanlah pertanda baik. Di wilayah ini, sekolah mulai diliburkan. Kampusku belum meliburkan kuliahnya, tetapi jika ada banyak mahasiswa yang tak hadir di kelas, sebagian besar dosenku akan memakluminya.

Aku adalah salah satu dari sedikit mahasiswa yang mampu bertahan untuk sampai ke ruang kelas. Bahkan, mungkin lebih rajin dari beberapa dosen yang memilih untuk tidak memberikan kuliah secara langsung. Kalau satu kelas berisi sekitar tiga puluh orang, maka bisa kuhitung sekitar sepuluh orang yang masih antusias untuk mengikuti perkuliahan di dalam kelas, walaupun terkadang kecewa karena dosen yang ditunggu tidak hadir.

Selama Galih libur, aku memintanya untuk tidak ke mana-mana dan mengizinkannya untuk menggunakan laptopku semaunya di tempat kos. Mana mungkin dia tak pernah merasa bosan dengan buku-buku pelajarannya, kan?

Sebenarnya, dari awal aku memang tak pernah melarangnya, sih. Namun, karena memang biasanya aku menggunakan laptop itu untuk bermain game atau mengerjakan tugas ketika Galih pulang sekolah, ia hampir tak pernah menyentuhnya. Dengan banyaknya waktu kosong yang ia dapatkan sekarang, dan kebetulan aku masih menjalani perkuliahan di sekitar pagi hari, secara tidak langsung Galih mendapatkan akses gratis penggunaan laptopku.

Memasuki minggu ketiga, dampak perubahan cuaca semakin terlihat. Orang-orang semakin gelisah, berita yang beredar semakin simpang siur. Para ahli cuaca tak memberikan keterangan pasti terkait fenomena yang terjadi sekarang ini. Tidak terkhususkan pada turunnya salju di Indonesia, melainkan keanehan-keanehan lain yang terjadi di semua benua.

Dugaanku? Mereka sebenarnya memiliki jawabannya, tetapi tak dapat diungkapkan meluas secara publik untuk menghindari kericuhan. Kesimpulannya? Sesuatu yang buruk benar-benar sedang terjadi.

Seberapa buruk? Aku tidak tahu. Mereka hanya bilang fenomena ini akan terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, tetapi mereka tak memberikan gambaran pasti seberapa lama fenomena ini akan terjadi.

Satu bulan? Satu tahun? Satu dekade? Siapa yang tahu ukuran lama itu selain mereka? Walaupun aku tahu mereka tak dapat memberikan gambaran yang pasti, tetapi bukankah seharusnya mereka bisa melakukan peramalan?

Di lain pihak, orang-orang yang tak berkepentingan juga memberikan pendapatnya, yang sebagian besar hanya kuterima sebagai bentuk candaan, karena aku tidak tahu latar belakang pendidikan mereka sekuat apa sampai-sampai bisa kupercayai teorinya seratus persen. Maksudku, masa aku harus percaya seorang ahli politik dalam urusan medis daripada dokternya sendiri?

Komentarnya beragam. Beberapa orang menganggap ini akal-akalan pemerintah, yang jelas membuat otakku kelimpungan. Untuk apa pemerintah membuat salju buatan seperti ini? Kalaupun benar, bagaimana cara mereka menjelaskan salju buatan yang terjadi ini? Apakah para pencetus teori itu sengaja membuat pikiran—yang menurut mereka—luar biasa hanya agar terlihat keren tanpa memikirkannya terlebih dahulu?

Peaceful Rest, the Night is Calm [SELESAI]Where stories live. Discover now