2. Putih Salju

59 24 8
                                    

Akhirnya aku memutuskan untuk tak berangkat, tinggal di tempat kos berdua bersama Galih, dan memberitahu pihak tempat les bahwa aku tak dapat berangkat dengan salju yang, entah mengapa, turun secara tiba-tiba demi keselamatanku sendiri.

Aku tidak mengada-ngada, karena toh memang menurut beberapa pengakuan temanku, ada lumayan banyak kecelakaan yang terjadi karena jalanan licin membuat mereka tergelincir.

Bisa kau duga kalau fenomena seperti ini tak hanya menarik perhatianku, tetapi juga banyak orang lain. Bahkan, tampaknya hampir seluruh penghuni kos sengaja keluar dari kamar untuk melihat turunnya salju. Sebagian yang terlihat tidak tertarik, aku yakin mereka menatap diam-diam dari media sosial dan berteriak kencang di sana.

Kemudian, kami semua melantunkan satu pertanyaan yang senada, "Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi?"

Namun, rasa bingung itu, sebagian besar, hanya menghinggapi kepala orang-orang sesaat. Daripada memikirkan sebab, yang sudah jelas sama seperti apa yang Galih pikirkan—karena suhu udara yang turun terus menerus, mereka lebih memilih untuk bersenang-senang dengan fenomena langka ini.

Fenomena ini berhasil mengeluarkan sikap anak kecil dari dalam tubuh orang dewasa. Mereka semua berusaha menangkap salju yang turun pada pengalaman pertamanya, membuat Galih ikut-ikutan dan turut bercengkerama dengan mereka semua.

Aku? Ya, aku juga tertarik, sih. Karena bagaimanapun juga, aku tidak pernah melihat salju seumur hidupku sebelumnya. Namun, pikiranku yang sebelumnya kusut, membagi pilihan akan mengajar atau tidak, membuatku tak dapat melepaskan rasa bahagia semudah mereka melepaskan seluruh penat dan melupakan semua masalah yang ada di hidupnya, terutama orang-orang seperti Galih.

Galih masih kecil. Apa sih masalah terbesarnya selain pekerjaan rumah yang sangat sulit? Itu juga sulit menurut standarnya.

Aku merogoh saku, mengeluarkan ponsel, dan sadar bahwa butiran salju dapat menyelimuti permukaan ponselku jika kugunakan di luar sini. Jadi, aku berteriak, memberitahu Galih, bahwa aku akan masuk ke dalam, kemudian menghubungi orang tua kami. Tidak benar-benar ke dalam, sebenarnya, hanya berdiri di batas pintu.

Dengan adanya media elektronik, aku yakin berita turunnya salju di Indonesia, atau setidaknya secara khusus di tempat ini, sudah merebak ke mana-mana. Mungkin sudah ada puluhan orang yang melakukan swafoto dan mengunggah kesenangan mereka pada media sosial. Bukan sesuatu yang tidak wajar, dan tidak menutup kemungkinan bahwa kedua orang tuaku telah tahu, terutama ibuku. Namun, aku tetap ingin menginformasikan kedua orang tuaku langsung.

Seharusnya di sana pagi telah menjelang, tapi matahari belum benar-benar menyingsing di musim salju. Jadi, aku hanya setengah berharap kalau ibuku akan mengangkat panggilan videoku.

Namun, di luar dugaan, tak perlu banyak dering yang kutunggu sampai bisa kulihat wajah ibuku tertera dalam layar ponselku.

Aku bisa melihat ibuku telah merias diri. Tidak begitu terlihat, memang, karena tangkapan layar yang kurang baik. Namun, aku tahu.

Ibuku langsung menyapa, dan tentu saja sebagai seorang anak baik yang sebagaimana bertindak seharusnya, aku menyapanya balik. Ibuku bertanya ada apa, dan langsung saja kujelaskan bahwa di sini, beberapa menit yang lalu, salju mulai turun.

Ibuku tidak terkejut.

Seperti yang kuduga, ia sudah mendapatkan informasi itu sebelumnya. Grup Whatsapp ibu-ibu memang selalu bergerak cepat dalam menyebarkan informasi. Ya, selama bukan informasi bohong, itu adalah hal yang bagus. Kemudian, sengaja kuperlihatkan Galih yang sedang bermain di luar sana.

Aku memperbaiki tangkapan kamera, karena bagaimanapun juga, memperlihatkan teman-temanku yang tengah menari-nari bersama Galih, sambil beberapa kali melompat dengan masing-masing kedua tangan Galih menggenggam lengan teman-temanku yang lain, malah akan membuat teman-temanku terlihat memalukan, dan aku tak yakin jika Ibuku ingin melihat hal itu. Ya, walaupun tidak mungkin kututup secara sempurna, setidaknya aku sudah berusaha.

Peaceful Rest, the Night is Calm [SELESAI]Where stories live. Discover now